Sejarah SMAS Katolik Cor Jesu Malang yang Pernah Hancur Digempur Belanda

Sejarah SMAS Katolik Cor Jesu Malang yang Pernah Hancur Digempur Belanda

Muhammad Aminudin - detikJatim
Senin, 25 Des 2023 16:58 WIB
Suster menunjukkan foto-foto bersejarah di SMAS Katolik Cor Jesu Malang.
Suster menunjukkan foto-foto bersejarah di SMAS Katolik Cor Jesu Malang. Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim
Malang - SMA Swasta (SMAS) Katolik Cor Jesu merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Kota Malang. Sekolah yang awalnya berlantai dua tersebut pernah dibumihanguskan pada masa kemerdekaan.

Salah satu suster, Suster Lucia Anggraini, OSU mengatakan, sekolah ini berdiri secara bertahap sejak tahun 1900. Dahulu sekolah ini bernama Sekolah Ursulin Malang.

Saat awal dibangun, sekolah ini merupakan Taman Kanak-Kanak (TK). Kemudian berkembang menjadi SD, dan selanjutnya dibangun SMP pada 1920. Hingga saat ini sekolah tersebut terdapat SMA dan SMK.

"Sekolah ini berawal dari rekomendasi salah satu pastur yang melihat anak-anak tidak sekolah pada zaman Belanda. Kemudian pastur tersebut memanggil suster dari Surabaya, dan dirintis pendirian sekolah ini," kata Suster Lucia kepada wartawan, Senin (25/12/2023).

Dulu, hanya anak-anak putri warga Belanda dan Indo (keturunan Belanda-Indonesia) yang bersekolah di sini. Meski begitu, para suster berupaya merangkul anak-anak pribumi dengan membuka kursus-kursus pendidikan kecil.

"Para suster membuat semacam kursus, seperti mengajarkan cara berpakaian, cara makan yang baik, jadi tidak berkaitan dengan ijazah (yang dikeluarkan pemerintah saat itu), mengajarkan musik, drama, menyanyi, tetap di sini kursusnya," ujar Lucia.

Hingga saat Agresi Militer Belanda I tahun 1947, SMAS Katolik Cor Jesu berada di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang ludes terbakar. Peristiwa itu membuat SMAS Katolik Cor Jesuhanya hanya menyisakan satu lantai.

Berdasarkan dokumen-dokumen yang ditemukan, Suster Lucia mengatakan, para tentara Indonesia beberapa hari sebelum terjadi peristiwa Malang Bumi Hangus telah berkoordinasi dengan pihak sekolah.

"Saat Agresi Militer Belanda I, para tentara sudah bilang ke suster, anak-anak dibawa (diamankan) ke kapel, beberapa hari sebelumnya ruangan-ruangan sudah bau minyak tanah, kami suster melihat (peristiwa Malang Bumi Hangus), anak-anak tidak boleh keluar," katanya.

Setelah peristiwa itu, SMAS Cor Jesu dibangun kembali tahun 1951, dan saat itu Pemerintah Indonesia memberi bantuan sumbangan sebesar Rp 256 ribu.

"Awalnya dua lantai, setelah dibakar dibiarkan empat tahun atau tahun 1951 dibangun kembali. Kala itu, pemerintah memberi Rp 256 ribu dari Kementerian Sosial, sumbangan ke kami, itu hanya bisa memenuhi sepertiganya pembangunan," katanya.

Untuk menuntaskan pembangunan, para suster membuat pekerjaan tangan, yang hasilnya digunakan untuk melanjutkan pembangunan gedung sekolah.

"Sekolah ini pada tahun 1955 diresmikan kembali hanya satu lantai. Namun, para suster mengatakan tidak seindah gedung yang terdahulu yang terbakar, dua lantai," bebernya.

Di sisi lain, sekolah tersebut terdapat bungker yang ini sudah tertutup. Keberadaan bungker diyakini sebagai tempat perlindungan karena dulu Belanda mengira Jepang akan melakukan penyerangan melalui udara.

"Bungker itu untuk keamanan, karena dulu Belanda mengira Jepang akan menyerang lewat udara, seperti di Jerman, tapi ternyata lewat darat," katanya.

Selain itu, pada zaman penjajahan Belanda, para suster yang merupakan orang-orang Belanda, Jerman, dan Perancis sempat ditawan ke kamp tawanan di beberapa daerah.

"Para suster yang berjumlah 78 orang dibawa ke Solo dengan kereta yang hanya berkapasitas 34 orang, sehingga para suster ada yang meninggal, sakit. Ini terjadi pada tahun 1943-1946, kamp-nya juga dipindah-pindah daerah," ucap Lucia.

Bahkan, salah suster di sekolah tersebut yang saat itu merupakan warga pribumi pernah mendapatkan intimidasi dari tentara Jepang pada tahun 1941. Suster tersebut mengalami pecah gendang telinga karena tentara Jepang menembakkan pistol di dekat telinganya.

"Para suster saat itu ingin sekolah ini tetap dibuka karena saat itu dipaksa untuk tutup," katanya.

Sekolah Cor Jesu juga memiliki Galeri Ursulin Malang, di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang. Tempat itu menyimpan beragam koleksi, mulai dari alat musik, koper, dokumentasi, koper, pakaian, hingga perkakas makan para suster. Juga ada piano buatan jerman dari tahun 1875 dengan kondisi yang masih terawat baik.

Sekolah yang saat ini memiliki sekitar 1.500 siswa ini beberapa kali didatangi wisatawan mancanegara. Mereka ingin bernostalgia mencari data keberadaan nenek atau kakeknya yang dahulu pernah bersekolah di sana.

"Orang-orang dari Belanda beberapa kali datang ke sini untuk mencari data orang tuanya yang pernah bersekolah di sini. Pernah juga orang Belanda menghubungi saya, kemudian saya minta catatan nama orang tuanya, saya cari datanya, rapotnya ketemu," ungkap Lucia.

Sebagai informasi, Cor Jesu berasal dari bahasa latin yang memiliki arti Hati Kudus Yesus. Lembaga pendidikan di Malang tersebut diharapkan dapat membawa dampak positif bagi pembangunan manusia di Indonesia.


(irb/dte)


Hide Ads