Bangladesh tengah dihadapkan masalah politik sejak mantan PM Bangladesh, Sheikh Hasina kabur ke India. Hasina kabur setelah adanya demonstrasi besar dari kalangan mahasiswa yang memintanya turun dari jabatan.
Melansir BBC, kabar terbaru dari Bangladesh rumah mendiang ayah Hasina baru-baru ini hancur oleh demonstran. Tidak hanya itu, rumah-rumah anggota partai juga jadi sasaran, bahkan beberapa ada yang dibakar.
Kekacauan ini meletus karena terdengar kabar jika Hasina akan menyampaikan pidato melalui media sosial dari India.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumah mendiang ayah Hasina yang dihancurkan tersebut saat ini tidak ditempati sebagai rumah pribadi, melainkan sebuah museum. Hal ini dikarenakan ayah Hasina, Sheikh Mujibur Rahman adalah Presiden pertama dan pendiri Bangladesh.
Dilansir First Post, rumah tersebut disebut dengan Dhanmondi 32 yang berlokasi di Ibu Kota Bangladesh, Dhaka.
![]() |
Rumah ini merupakan saksi bisu perjalanan politik Mujibur Rahman hingga ia meninggal pada tahun 1975. Rumah tersebut dibangun bersama sang istri Fazilatunnesa Mujib dengan uang tabungan dan pinjaman dari saudara mereka. Sebuah laporan Dhaka Tribune menyatakan bahwa mereka juga meminjam dari House Building Finance Corporation untuk membangun rumah ini.
Keluarga Mujibur Rahman resmi menempati rumah itu pada tahun 1961. Di dalamnya terdapat 3 kamar saja.
Sebagai tokoh penting dalam kemerdekaan Bangladesh, rumah Dhanmondi 32 pernah menjadi markas saat ia hendak melawan penguasa Pakistan saat itu, Jenderal Ayub Khan. Di rumah ini, ia mengajukan Proposal Enam Poin Liga Awami yang terkenal untuk otonomi bagi Pakistan Timur.
"Rumah itu merupakan pusat dari semua kegiatan politik Bangabandhu, termasuk merencanakan kegiatan, bertukar pandangan dengan para pemimpin dan aktivis, serta mendengarkan keluhan masyarakat," tulis situs web Museum Memorial Bangabandhu seperti yang dikutip Sabtu (8/2/2025).
Laporan Indian Express menyatakan bahwa di meja konferensi Dhanmondi 32, Mujibur Rahman menyusun pidato bersejarah untuk mengumumkan kemerdekaan Bangladesh pada 7 Maret 1971. Setelah kemerdekaan, rumah itu juga dipakai selayaknya kantor. Dari bangunan ini Mujibur Rahman memimpin negara dan mengambil keputusan.
Kejadian tragis juga terjadi di rumah Dhanmondi 32 yakni saat Mujibur Rahman, istri, anak laki-lakinya, serta menantunya ditembak mati oleh sekelompok perwira militer pada tanggal 15 Agustus 1975. Beruntungnya, dua anak Mujibur Rahman yakni Sheikh Hasina dan Sheikh Rehana selamat dari kejadian mengerikan ini.
Rumah ini sempat dijual oleh pihak lain. Sheikh Hasina yang baru kembali ke Bangladesh pada 1981 akhirnya membayar 12.000 taka atau sekitar Rp 1,6 juta (Kurs Rp 133 untuk mendapatkan rumah itu lagi. Menurut laporan Daily Sun, rumah tersebut kemudian diubah menjadi museum pada 10 Juni 1981.
Peresmian museum itu membutuhkan waktu lebih dari 1 dekade yakni baru pada 14 Agustus 1994. Satu bangunan baru juga ditambahkan di belakang bangunan utama rumah. Fungsinya sebagai perpustakaan, pusat penelitian, dan ruang seminar.
Di pintu masuk museum, pengunjung disambut dengan potret Bangabandhu beserta puisinya "Jubah Jotokal Padma, Meghna, Jamuna, Gauri bohoman, jubah totokal kirti tomar Sheikh Mujibur Rahman", yang artinya "Selama sungai Padma, Meghna, Jamuna, dan Gauri terus mengalir, legenda Sheikh Mujibur Rahman akan tetap hidup di hati masyarakat".
Di dalam museum ini pengunjung dapat melihat area bekas pembunuhan berupa noda darah di jendela, dan lukisan Bangabandhu yang penuh luka tembak, kaus berlumuran darah milik putra Bangabandhu, Sheikh Russel yang meninggal pada saat kejadian, dan peralatan olahraganya yang dipajang.
Respon Hasina Soal Rumah Orangtuanya Dihancurkan
Hasina mengetahui aksi demonstrasi tersebut. Dalam siaran langsung Facebook, Hasina mengecam perbuatan tersebut dan menuntut "keadilan".
"Mereka dapat merobohkan sebuah bangunan, tetapi mereka tidak dapat menghapus sejarah," ujarnya.
Sementara itu, alasan demonstran ingin Hasina mundur dari jabatannya adalah karena dugaan korupsi dan penangkapan terhadap pengkritiknya. Ia pertama kali terpilih sebagai PM pada 1996, kemudian 2001 kalah, dan maju lagi pada 2008. Terakhir, ia kembali menjabat sebagai PM pada 2018 lalu, tapi banyak yang menduga ia terpilih karena ada kecurangan. Lamanya Hasina duduk di kursi orang nomor 1 di Bangladesh membuatnya menjadi pemimpin paling lama dalam sejarah Bangladesh.
(aqi/das)