Getir Perjuangan 11 Warga Mojokerto yang Bertahan di Kampung Hilang

Getir Perjuangan 11 Warga Mojokerto yang Bertahan di Kampung Hilang

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Sabtu, 29 Jul 2023 12:52 WIB
Desa Tampingrejo di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto benar-benar ditinggalkan penduduknya. Kini hanya 2 rumah yang tersisa di kampung berjuluk Mojokoncot tersebut, sehingga disebut kampung hilang.
Sisa rumah di kampung hilang di Mojokerto/Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim
Mojokerto -

Desa Tampingrejo di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto hilang karena ditinggalkan penduduknya. Kini tersisa 11 orang penghuni kampung berjuluk Mojokoncot tersebut. Seperti apa kesusahan mereka?

Tinggal 3 KK yang bertahan di Mojokoncot. Yaitu M Kholiq (50) beserta istri, 2 anak, 1 menantu dan 2 cucunya. Juga 4 anggota keluarga Buadi, adik kandung Kholiq. Mereka menempati 2 dari 5 rumah yang tersisa di Mojokoncot. Sedangkan 3 rumah lainnya sudah kosong.

Menurut Kholiq, Desa Tampingrejo punah karena ditinggalkan penghuninya secara bertahap sejak sekitar tahun 1971. Tahun 1997 hingga kini hanya tersisa 2 rumah yang berpenghuni. Penduduknya hengkang karena tak ada akses yang memadai menuju kampung berjuluk Mojokoncot ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Satu-satunya akses yang tersisa sampai sekarang hanyalah jembatan bambu di atas Sungai Judek. Jembatan sepanjang 17 meter ini menghubungkan Mojokoncot dengan Dusun/Desa Kedunggede, Kecamatan Dlanggu. Sejak Desa Tampingrejo punah, 11 penduduknya yang tersisa menjadi warga RT 03 RW 02 Dusun Kedunggede.

Kondisi jembatan tersebut sangat memprihatinkan. Lebarnya tak sampai 1 meter sehingga tak bisa dilalui mobil, pikap, truk atau kendaraan besar lainnya. Hanya warga setempat yang berani melintasinya dengan sepeda motor. Sebab sebagian kerangka besi penyangganya sudah patah.

ADVERTISEMENT

"Tak lama lagi jembatan ini butuh dibenahi karena kawat-kawatnya sudah kendor, besi landasan ada yang patah. Khawatir anak-anak berangkat mengaji terperosok ke sungai," kata Kholiq kepada detikJatim di rumahnya, Sabtu (29/7/2023).

Selama ini hanya keluarga Kholiq dan Buadi yang merawat jembatan Sungai Judek. Sebab pemerintah Desa Kedunggede tak lagi peduli. Padahal, jembatan bambu ini akses utama warga Mojokoncot untuk aktivitas sehari-hari.

Desa Tampingrejo di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto benar-benar ditinggalkan penduduknya. Kini hanya 2 rumah yang tersisa di kampung berjuluk Mojokoncot tersebut, sehingga disebut kampung hilang.Jembatan akses menuju kampung hilang di Mojokerto/ Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim

Seperti ke sekolah, mengaji, belanja ke pasar, bekerja dan ke pasilitas kesehatan. Belum lagi para petani yang mempunyai sawah di Mojokoncot.

Menurut Kholiq, kesulitan paling berat ketika keluarganya ingin merenovasi rumah. Ia harus mengusung material bangunan dari ujung timur Dusun Kedunggede menyeberangi jembatan bambu di atas Sungai Judek menggunakan sepeda motor. Jaraknya sekitar 100 meter.

Begitu pula para petani ketika panen, mereka harus mengusung hasil panen dari ujung barat Mojokoncot ke Dusun Kedunggede. Barulah hasil panen bisa diangkut truk atau pikap.

"Untuk mengusung 1 truk pasir saja butuh waktu 2 hari. Harus dikarungi dulu, kemudian diangkut motor lewat jembatan," terangnya.

Bapak 3 anak ini mengaku sudah berulang kali meminta Pemerintah Desa Kedunggede agar membangun jembatan tersebut. Namun, jembatan bambu itu tak kunjung dibangun permanen.

Kholiq pun nekat mencari sumbangan ke desa lain menggunakan proposal yang distempel kepala desanya tahun 2020. Ketika itu, ia mendapatkan Rp 1.070.000.

Uang sumbangan itu ia serahkan kepada mantan Pj Kepala Dusun Kedunggede, Ja'i. Namun, uang tersebut justru dihabiskan Ja'i untuk operasional meminta bantuan bekas rel KA dari PT KAI di Surabaya.

Sedianya bekas rel untuk kerangka jembatan agar kuat dan tahan lama. Keluarga Kholiq juga sudah menyiapkan Rp 20 juta dari hasil menjual sapi untuk membangun jembatan.

"Oleh PT KAI disuruh ambil di Ngagel (Surabaya) gratis karena proposal dari desa sudah lengkap. Ternyata tidak ada yang mau berangkat. Padahal, kondisi jembatan rusak tak bisa dilalui," jelasnya.

Keluarga Kholiq dan Buadi akhirnya merenovasi jembatan bambu itu secara swadaya. Mereka juga mendapatkan sedikit sumbangan dari para petani dari desa lain yang lahannya di Mojokoncot.

Namun apalah daya, mereka hanya mampu membuat jembatan bambu yang rapuh seperti terlihat saat ini. Setiap menjelang Idul Fitri mereka harus memperbaikinya agar tak runtuh.

"Mohon pemerintah (Pemkab Mojokerto) membantu besi untuk kerangka jembatan. Yang penting kerangkanya kuat, landasannya bisa dari bambu. Panjangnya 17 meter, ketinggian 19 meter," terangnya.

Desa Tampingrejo di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto benar-benar ditinggalkan penduduknya. Kini hanya 2 rumah yang tersisa di kampung berjuluk Mojokoncot tersebut, sehingga disebut kampung hilang.Rumah kosong di kampung hilang/ Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim

Putra sulung Kholiq, Sunarto merasa sangat kesusahan ketika ada anggota keluarganya yang sakit. Sebab harus dibopong dari rumah menyeberangi jembatan bambu dari Mojokoncot ke Dusun Kedunggede. Barulah keluarga yang sakit bisa diangkut mobil atau ambulans ke rumah sakit.

"Pengajian tahlil perempuan di Mojokoncot, jemaah dari Kedunggede minta siang. Alasannya tidak berani lewat jembatan malam hari. Kalau pengajian di rumah mereka, kami diminta ikut tahlilan malam," ujarnya.

Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati berjanji akan segera menindaklanjuti keluhan penduduk Mojokoncot. Sebagai tahap awal, pihaknya akan melakukan asesmen terhadap jembatan bambu yang diminta warga untuk segera diperbaiki.

"Tentunya kami harus cek lokasi dulu ya terkait kondisinya, kemudian seberapa dampaknya terhadap masyarakat. Tentu tak kalah penting akses tersebut asetnya siapa. Harus kami cek dulu ya," tutupnya.




(sun/iwd)


Hide Ads