Mojokoncot terletak di ujung timur Dusun/Desa Kedunggede, Kecamatan Dlanggu. Untuk mencapainya, detikers harus melalui kebun bambu dan menyeberangi Sungai Judek. Satu-satunya akses hanyalah jembatan bambu yang lebarnya kurang dari 1 meter.
![]() |
Panjang jembatan ini mencapai 17 meter. Beberapa kerangka besi penyangganya sudah patah. Sehingga sangat berbahaya dilalui sepeda motor. Namun, warga setempat sudah terbiasa menggunakan sepeda motor untuk melintasinya.
Penduduk asli Mojokoncot M Kholiq mengatakan, kampung ini dulunya bernama Desa Tampingrejo. Jembatan bambu yang jauh dari kata layak menyebabkan penduduknya hengkang. Sebab mobil, truk, pikap dan kendaraan besar lainnya tak bisa memasuki kampung ini.
"Penyebabnya hanya karena jembatan, cerita nenek saya juga karena masalah jembatan," kata Kholiq kepada detikJatim di rumahnya, Sabtu (29/7/2023).
Baca juga: Mojokoncot, Kampung Hilang di Mojokerto |
Menurut cerita yang turun temurun, lanjut Kholiq, Desa Tampingrejo dulunya dihuni banyak orang layaknya sebuah kampung. Pada zaman kakek buyut dan neneknya dulu, Tampingrejo dipimpin seorang kepala desa perempuan bernama Suprono. Makamnya persis di sebelah selatan rumahnya.
Karena minimnya akses untuk mobilitas penduduk, Desa Tampingrejo ditinggalkan. Hingga tahun 1997 tersisa 5 rumah di kampung ini. Dari jumlah itu, 2 rumah saja yang masih dihuni 3 keluarga. Yaitu tempat tinggal Kholiq bersama istri, 2 anak, 1 menantu dan 2 cucunya. Juga rumah adik kandungnya, Buadi yang dihuni 4 orang.
Sejak mulai ditinggalkan penduduknya sekitar 1971, Desa Tampingrejo dijuluki Mojokoncot. Mojokoncot tak pernah menjadi nama resmi kampung berpenduduk 11 orang ini. Sebab secara administratif, penghuni Mojokoncot tercatat sebagai penduduk Dusun Kedunggede RT 03 RW 02. Desa Tampingrejo pun benar-benar punah alias hilang.
"Dulu bapak (almarhum Seri) dan saudara-saudaranya masih hidup, orang sini guyub membangun jembatan. Sekarang orang-orang tua sudah meninggal, tinggal penghuni 2 rumah ini yang merawat jembatan," terangnya.
Awalnya, Kholiq bersama 6 saudaranya tinggal di Mojokoncot. Kini hanya Kholiq dan Buadi yang masih bertahan. Lima saudaranya memilih hengkang dari kampung yang minim akses ini.
Salah satunya Pamuji, adik Kholiq yang rela mengontrak rumah di Dusun Kedunggede. Rumah Pamuji pun ditempati Kholiq sejak 2012.
Begitu pula rumah kakak Kholiq di bagian selatan Mojokoncot. Rumah berdinding kayu ini dibiarkan kosong karena sudah ditinggalkan penghuninya. Bahkan, putri kedua Kholiq juga memilih tinggal bersama suaminya di desa lain yang memiliki akses jalan memadai. Upayanya berulang kali meminta bantuan pemerintah desa setempat agar jembatan dibangun, tak membuahkan hasil.
"Sudah berulang kali kami minta bantuan ke desa," ungkapnya.
![]() |
Oleh sebab itu, kini Kholiq menggantungkan harapannya kepada Pemkab Mojokerto. Ia hanya ingin jembatan bambu itu dibangun dengan kerangka besi yang kuat dan tahan lama. Baginya tak masalah jembatan di atas Sungai Judek itu hanya bisa dilalui sepeda motor. Sebab Mojokoncot sudah terlanjur ditinggalkan penduduknya.
"Mohon pemerintah membantu besi untuk kerangka jembatan. Yang penting kerangkanya kuat. Panjang jembatan 17 meter, ketinggian 19 meter. Karena sekarang jembatan sudah goyang," jelasnya.
Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati berjanji akan segera menindaklanjuti keluhan penduduk Mojokoncot. Sebagai tahap awal, pihaknya akan melakukan asesmen terhadap jembatan Mojokoncot.
"Tentunya kami harus cek lokasi dulu ya terkait kondisinya, kemudian seberapa dampaknya terhadap masyarakat. Tentu tak kalah penting akses tersebut asetnya siapa. Harus kami cek dulu ya," tutupnya.
(sun/iwd)