Mojokoncot, Kampung Hilang di Mojokerto

Mojokoncot, Kampung Hilang di Mojokerto

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Sabtu, 29 Jul 2023 10:52 WIB
Desa Tampingrejo di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto benar-benar ditinggalkan penduduknya. Kini hanya 2 rumah yang tersisa di kampung berjuluk Mojokoncot tersebut, sehingga disebut kampung hilang.
Rumah kosong di kampung hilang di Mojokerto/Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim
Mojokerto -

Desa Tampingrejo di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto benar-benar ditinggalkan penduduknya. Kini hanya 2 rumah yang tersisa di kampung berjuluk Mojokoncot tersebut, sehingga disebut kampung hilang.

Mojokoncot masuk wilayah administrasi RT 03 RW 02, Dusun/Desa Kedunggede, Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto. Penduduk asli kampung ini, M Kholiq (50) mengatakan Mojokoncot dulunya bernama Desa Tampingrejo di wilayah Kecamatan Dlanggu.

Desa Tampingrejo di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto benar-benar ditinggalkan penduduknya. Kini hanya 2 rumah yang tersisa di kampung berjuluk Mojokoncot tersebut, sehingga disebut kampung hilang.Sisa rumah berpenghuni di kampung hilang di Mojokerto Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim

Zaman kakek buyutnya, Sampu hingga semasa hidup neneknya, Laminah, Desa Tampingrejo dihuni banyak orang layaknya sebuah kampung. Tampingrejo dipimpin seorang kepala desa perempuan bernama Suprono. Pada zaman itu, rumah-rumah penduduk masih berbahan kayu dan bambu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bu Lurah Suprono beliau lurah Tampingrejo zaman dulu. Ketika beliau menjabat, bapak saya belum lahir. Bapak saya kelahiran 1954," kata Kholiq kepada detikJatim di rumahnya, Sabtu (29/7/2023).

Lurah Suprono dan anaknya ternyata dimakamkan persis di sebelah selatan rumah Kholiq. Kedua makam ini mempunyai batu nisan berbahan batu andesit yang tampak kuno. Kedua makam masih dipelihara dengan baik hingga kini.

ADVERTISEMENT

Kholiq menuturkan, pada zaman itu, Desa Tampingrejo mempunyai 2 akses jalan. Akses pertama di sisi utara desa berupa jalan tanah menuju Dusun Karangasem, Desa Kedunggede. Sedangkan akses kedua melalui jembatan bambu selebar 1,5 meter di atas sungai untuk menuju Dusun Kedunggede.

Desa Tampingrejo di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto benar-benar ditinggalkan penduduknya. Kini hanya 2 rumah yang tersisa di kampung berjuluk Mojokoncot tersebut, sehingga disebut kampung hilang.Ladang di kampung hilang di Mojokerto/ Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim

Sekitar tahun 1971, Desa Tampingrejo ditinggalkan penduduknya. Sehingga hanya tersisa 11 rumah penduduk di kampung ini. Yaitu 8 rumah di bagian barat dan 3 rumah di bagian utara. Menurut Kholiq, penduduk yang tersisa semuanya kerabat mendiang bapaknya, Seri.

Mayoritas lahan kampung berubah menjadi persawahan. Begitu juga akses jalan sisi utara yang dulunya menghubungkan Tampingrejo dengan Karangasem. Sehingga satu-satunya akses yang tersisa hanya jembatan bambu penghubung Tampingrejo ke Dusun Kedunggede.

"Setelah Desa Tampingrejo punah sekitar tahun 1971, dijuluki Mojokoncot. Itu hanya julukan saja. Kemudian KTP warga sini ikut Dusun Kedunggede," terangnya.

Secara perlahan pada 1992-1997, penduduk Mojokoncot pindah ke kampung lain. Sampai akhirnya hanya tersisa 2 rumah saja yang masih dihuni. Salah satunya rumah Kholiq yang dihuni 7 orang dalam satu kartu keluarga (KK). Rumah kedua persis di sebelah kanan rumah Kholiq yang dihuni 4 orang dalam 2 KK.

Rumah yang dihuni Kholiq bersama anak, istri dan cucunya itu milik adiknya, Pamuji. Ia menempati rumah permanen ini sejak 2012. Sebab Pamuji memilih kontrak rumah di Dusun Kedunggede. Rumah di sebelah utaranya adalah warisan bapaknya yang kini dihuni keluarga adiknya, Buadi.

Sedangkan rumah milik Kholiq di sebelah selatan kediamannya saat ini. Rumah yang bagian depannya tembok, bagian belakangnya bambu ini bakal direnovasi untuk dihuni anak sulungnya, Narto yang sudah berumah tangga. Rumah di sebelah selatannya lagi milik kakak kandungnya yang sudah lama dibiarkan kosong.

Satu lagi rumah tak berpenghuni di tengah sawah bagian utara Mojokoncot. Namun, Kholiq sudah lupa pemilik rumah tersebut. Satu-satunya akses mobilitas penduduk yang tersisa hanya jembatan bambu yang sudah rapuh untuk menuju Dusun Kedunggede. Lebar jembatan di atas sungai ini tak sampai 1 meter, panjangnya sekitar 17 meter.

"Jembatan membangun sendiri keluarga 2 rumah yang tersisa, juga sumbangan sedikit dari para petani yang tanam di sini," tutupnya.




(sun/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads