Selama ini, Pemkot Surabaya memang menggratiskan seragam sekolah untuk pra keluarga miskin dan keluarga miskin. Sehingga, warga yang tidak masuk kategori miskin harus membayar bahkan ada yang sampai Rp 1,4 juta.
Wali murid salah satu SMPN Surabaya, Arifah (45) mengatakan, ia diminta membayar Rp 1,4 juta untuk pembelian seragam sekolah putih biru, pramuka, batik, olahraga. Lalu atribut sekolah berupa topi, dasi, badge, hingga ikat pinggang di koperasi.
Merasa keberatan dengan harga seragam Rp 1,4 juta, Arifah memilih untuk membeli seragam putih biru dan pramuka di luar. Untungnya, tidak semua seragam wajib dibeli di sekolah.
"Ndak semua beli di sekolah. Harga seragam SMP dan pramuka lebih murah beli di luar. Tapi gimana lagi, untuk seragam batik dan olahraga mau nggak mau kan harus beli di sekolah," kata Arifah kepada detikJatim, Jumat (28/7/2023).
Arifah tetap membeli seragam batik, olahraga dan perlengkapan sekolah yang nilainya sekitar Rp 700 ribu. Perlengkapan ini harus dibeli dari koperasi.
Menurutnya, harga sekitar Rp 700 ribu untuk 2 setel seragam dan perlengkapan sekolah masih tergolong mahal. Apalagi, tidak ada rincian harga per seragam dan berapa harga perlengkapan sekolah.
"Yang jadi masalah orang tua tidak ada perinciannya, langsung ditotal. Berarti katakan satu setel kena Rp 350 ribuan. Kemarin aku beli jadi yang putih biru total satu setel Rp 124 ribu. Ya mahal (di sekolah) kalau beli di luar harga segitu (Rp 124 ribu)," jelasnya.
Selain itu, yang menjadi masalah untuknya adalah seragam ini harus ganti setiap tahunnya. Bahkan, anaknya tidak bisa menggunakan seragam batik maupun olahraga dari kakaknya yang sebelumnya juga sekolah di SMPN sama.
"Maksudku bisa pakai punya kakaknya. Ternyata aturannya sekarang tiap tahun ganti. Senang anakku diterima di SMPN ini. Maksudnya bisa pakai baju kakaknya lagi, ternyata tetap harus beli baru," keluhnya.
Rencananya, hari ini, ibu dari tiga anak ini akan ke sekolah untuk meminta keringanan mencicil seragam anak bungsunya. Sebab, anak keduanya juga baru saja masuk SMAN di Surabaya, sehingga ia tak sanggup jika harus melunasi semua biaya seragam kedua anaknya.
"Mumet aku mbak, belum tak belikan seragam anakku dua-duanya. Tak cicil belinya, hari ini anak kedua, besok anak ketiga, besoknya lagi anak kedua terus anak ketiga. Gantian beli mulai hari ini," ceritanya.
Ia berharap pada Dinas Pendidikan Surabaya agar seragam batik maupun olahraga tidak ganti setiap tahunnya. Serta, saat pembayaran, ditunjukkan rincian biaya agar tidak menimbulkan pertanyaan, khususnya bagi warga yang tidak ter-cover bantuan.
"Mungkin ada baiknya seragam olah raga atau batik tidak ganti tiap tahun. Sehingga bagi keluarga yang tidak mampu atau barengan dan terutama mereka yang tidak ter-cover keluarga miskin saat memasukkan anak sekolah bisa memakai baju kakak, teman, tetangganya. Dan ada harga rinciannya, bukan totalannya yang global," pungkasnya.
(hil/dte)