Perceraian di Surabaya Tembus 2.805 Pemohon, Medsos Jadi Pemicu Utama

Perceraian di Surabaya Tembus 2.805 Pemohon, Medsos Jadi Pemicu Utama

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Kamis, 13 Jul 2023 18:16 WIB
Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Surabaya Koes Atmajahutama
Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Surabaya Koes Atmajahutama. (Foto: Praditya Fauzi Rahman/detikJatim)
Surabaya -

Permohonan cerai di Pengadilan Agama (PA) Surabaya terus meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah pengajuan cerai yang masuk PA Surabaya sudah mencapai 2.800 permohonan hingga Juni 2023.

Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Surabaya Koes Atmajahutama mengatakan, perkara perceraian adalah permohonan yang paling meningkat signifikan.

"Yang naik signifikan adalah perceraian, hampir 10% dibanding tahun 2022 kemarin, baik cerai talak maupun gugat," kata pria yang akrab disapa Tomi itu kepada detikJatim, Kamis (13/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Total pengajuan percerairan hingga Juni 2023 sebanyak 2.029 cerai gugat dan 776 cerai talak atau total sebanyak 2.805 permohonan.

Angka itu meningkat bila dibandingkan periode yang sama pada 2022. Tahun lalu jumlahnya 1.752 cerai gugat dan 674 cerai talak atau total sebanyak 2.426 permohonan.

ADVERTISEMENT

"Per tahun memang meningkat untuk perceraian, setahun paling tidak 6.000-an (permohonan). Pertengahan tahun ini saja angkanya 2.805, dari data yang lalu pasti ada kenaikan," ujarnya.

Dia menjelaskan faktor yang mempengaruhi perceraian pada 2022 maupun pada 2023 masih didominasi perselisihan.

Tomi menjelaskan bahwa permohonan cerai talak maupun cerai gugat kerap diawali perkara sepele. Media sosial kerap menjadi alasan para pihak mengajukan permohonan cerai.

"Sosmed jadi penentu yang dominan dalam perselisihan. Karena, para pihak kerap beralasan sosmed membuat keduanya beda pendapat dan selisih," ujar Tomi.

Tomi menegaskan bahwa postingan di sosmed memang bisa mempengaruhi pola hidup hingga pemikiran pasangan rumah tangga baru.

Mereka lantas dirundung emosi terus menerus, saling gengsi, hingga enggan menurunkan ego juga kerap membuat pasangan suami istri pada akhirnya memilih bercerai.

"Misalnya, hormat kepada orang tua dibantah salah satu pihak, lalu terjadi kesalahpahaman, juga bermula dari terpancing postingan di sosmed," imbuh dia.

Tidak hanya karena berselisih, faktor ekonomi juga menjadi masalah yang kerap menjadi alasan permohonan cerai di PA Surabaya.

"Seperti ada kesenjangan. Misalnya, istri yang bekerja gajinya lebih besar, biasa dikasih uang suami tapi lebih kecil dari gajinya dan merasa gaji suami kurang besar. Ada yang sebaliknya suaminya tidak mau tahu, mungkin kurang bersyukur," tuturnya.

Meski sudah ada lebih dari 2.800 permohonan cerai yang masuk, Tomi menegaskan bahwa tidak semua permohonan cerai itu akan diterima dan diputus dalam sidang.

Dia sebutkan bila masalah yang menjadi latar belakang permohonan cerai tidak terlalu mendesak, otomatis pihaknya menyarankan agar menunggu dan dimediasi terlebih dulu.

"Kalau di PA ini kan kami hanya menerima, kami sekedar menyelesaikan masalah. Mungkin, masyarakat di Surabaya orangnya semakin metropolis sehingga idealisnya lebih tinggi," katanya.




(dpe/dte)


Hide Ads