Ketika 'Ghosting' Jadi Salah Satu Pemicu Perceraian di Indonesia

Ketika 'Ghosting' Jadi Salah Satu Pemicu Perceraian di Indonesia

Tim detikJabar - detikJabar
Sabtu, 22 Feb 2025 05:30 WIB
Ilustrasi perceraian
Ilustrasi perceraian (Foto: iStock)
Jakarta -

Sepanjang tahun 2024, angka perceraian di Indonesia masih tergolong tinggi. Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Agama, terdapat 408.347 kasus perceraian yang tersebar di berbagai daerah. Angka ini mengonfirmasi bahwa banyak pasangan menghadapi tantangan besar dalam kehidupan rumah tangga, mulai dari perbedaan pandangan hingga tindakan yang lebih ekstrem seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Dilansir detikHealth, Direktur Bina Ketahanan Remaja Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Edi Setiawan mengatakan faktor utama perceraian tetap didominasi oleh perselisihan yang berlarut-larut.

"Ini fakta yang kita dapat dari Kementerian Agama, ternyata kasus cerai itu disebabkan karena sebagian besar pertengkaran dan perselisihan dalam keluarga sebesar 61,7 persen, memang ada masalah ekonomi seperempat atau 20 persen-nya," tandas Edi kepada wartawan, Jumat (21/2/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bila dirinci lebih lanjut, ada temuan menarik yang mengaitkan perilaku ghosting dengan perceraian. Bahkan, angkanya relatif cukup tinggi hingga 8,4 persen.

Ghosting dalam laporan tersebut didefinisikan pada pihak yang ditinggal pergi tanpa ada kabar dalam kurun waktu yang lama. Terbanyak kedua, adalah kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yakni 1,3 persen.

ADVERTISEMENT

Namun, Edi meyakini jumlah kasus bisa melampaui laporan yang tercatat, mengingat hanya sedikit dari pasangan yang berani mengadukan KDRT ke pihak berwajib.

"Yang terakhir adalah mabuk-mabukan, bahaya juga nih, artinya dia belum kenal dengan suaminya, suaminya mabuk-mabukan tapi sudah telanjur menikah karena itu kenali dulu pasangan kalian, karena menikah itu bukan soal tinggal bersama tetapi soal hidup bersama, bagaimana kita melakukan adaptasi dan penyesuaian dengan pasangan kita," lanjut Edi.

Di sisi lain, tingginya angka perceraian membuat banyak remaja memilih menunda menikah, sampai dirinya benar-benar siap secara mental, fisik, dan finansial. Sejalan dengan laporan perkawinan yang menurun dalam satu dekade terakhir.

Penurunan perkawinan otomatis berdampak pada menurunnya angka perceraian, 467 ribu kasus pada 2023 dan 516 ribu kasus pada 2022 menurut data Badan Pusat Statistik Nasional.

Artikel ini telah tayang di detikHealth. Baca selengkapnya di sini.

(iqk/iqk)


Hide Ads