Hasil laboratorium olahan daging kurban yang menyebabkan 71 warga Jalan Kalilom Lor Indah Gang Seruni 2, Tanah Kali Kedinding, Surabaya keracunan massal sudah keluar. Hasil lab itu menunjukkan tentang apa yang menyebabkan puluhan orang itu keracunan.
Ada 4 sampel makanan yang diambil untuk uji laboratorim. Yakni satai daging, gulai daging, krengsengan daging, dan air mineral. Uji lab mikrobiologi dengan metode biakan konvensional dilakukan di BBLK pada Sabtu (1/7). Hasilnya, positif terkandung bakteri Salmonella sp pada makanan itu.
"Daging yang digunakan untuk memasak sate, gulai daging, dan krengsengan mengandung bakteri Salmonella sp. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh daging yang diolah kurang dicuci bersih dan dimasak kurang matang," kata Kepala Dinkes Surabaya Nanik Sukristina, Kamis (6/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nanik menjelaskan bahwa Salmonella merupakan kelompok bakteri pemicu diare dan infeksi di saluran usus manusia yang juga sering menyebabkan keracunan makanan.
Bakteri ini bisa hidup di saluran usus hewan yang ditularkan ke manusia melalui makanan yang terkontaminasi kotoran hewan. Selain itu, konsumsi makanan yang kurang matang atau tidak dicuci dengan bersih juga bisa meningkatkan risiko terkontaminasi.
"Masa inkubasi Bakteri Salmonella sp adalah 6 hingga 72 jam. Hal ini sejalan dengan hasil penyelidikan epidemiologi oleh Tim Dinkes Kota Surabaya bahwa sebagian besar kasus mengalami gejala awal pada jam ke 9 hingga 10 jam setelah menyantap hidangan yang disajikan," jelasnya.
Gejala yang muncul pada kasus keracunan ini, yakni Diare sebanyak 20,80%, panas sebanyak 17,20%, pusing sebanyak 17,20%, mual sebanyak 16,00%, lemas sebanyak 15,20%, dan muntah sebanyak 13,20%.
"Gejala-gejala itu merupakan beberapa gejala yang mengindikasikan seseorang terinfeksi bakteri Salmonella sp," katanya.
Upaya pencegahan yang bisa dilakukan untuk bahan pangan dari olahan makanan hewan kurban adalah proses penyembelihan harus dipastikan dilakukan dengan higienis.
Selain itu, daging memiliki kandungan protein yang membuatnya mudah membusuk sehingga harus segera didistribusikan dan tidak lebih dari 2 jam, serta diolah atau disimpan di kulkas untuk mempertahankan kualitas. Daging tidak perlu dicuci bila masih akan disimpan.
"Antara daging sapi dan kambing berbeda waktu penanganannya. Daging kambing lebih mudah rusak dibandingkan daging sapi. Kambing kandungan proteinnya lebih tinggi. Hanya bisa bertahan kurang dari 6 jam di suhu ruangan. Sehingga jika lebih dari 6-10 jam, daging cenderung sudah rusak. Sehingga daging sapi dan kambing tidak boleh dicampur," katanya.
Oleh karena itu, warga diminta memastikan sebelum mengolahnya bahwa semua bahan pangan yang akan dikonsumsi telah dicuci bersih, higienis, dan diolah atau dimasak dengan baik dan benar-benar matang. Seperti dimasak pada suhu lebih dari 70 derajat celcius.
"Selanjutnya memastikan peralatan masak yang digunakan bersih dan tidak berkarat. Menjaga kebersihan makanan yang akan dikonsumsi, mencuci tangan sebelum makan, dan jangan menyantap makanan yang sudah berbau tidak sedap, berlendir, atau berjamur," ujarnya.
Ia juga mengimbau masyarakat menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam berkegiatan sehari-hari secara disiplin dan konsisten. Tentunya untuk mencegah risiko penularan penyakit baik dari lingkungan maupun dari bahan pangan yang dikonsumsi.
Sebelumnya, berdasarkan data Dinkes Surabaya pada Rabu (5/7), sudah tidak ada pasien keracunan daging kurban yang dirawat di Puskesmas maupun di rumah sakit.
Sebelumnya, Kepala Puskesmas Tanah Kalikedinding dr Era Kartikawati menyebutkan bahwa total warga yang mengalami keracunan sebanyak 71 orang. Mereka menyantap olahan daging kurban pada Kamis (29/6) malam lalu mengalami gejala pada Jumat (30/6) pagi.
"Dari kasus itu ada 71 warga kena. Kemudian yang dirawat di puskesmas 14, 12 kita rujuk ke RS. Ada ke RSUD dr Soewandhie 4, RS Unair 3, Puskesmas Bulak Banteng ada 3, Sidotopo Wetan ada 1. Jumlahnya yang rawat inap ada 26," sebutnya saat itu.
(dpe/iwd)