Pilu Ahli Waris Perahu Tambang di Tengah Rencana Larangan Beroperasi

Round-Up

Pilu Ahli Waris Perahu Tambang di Tengah Rencana Larangan Beroperasi

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Minggu, 02 Apr 2023 07:00 WIB
Perahu Tambang di Surabaya
Salah satu perahu tambang. (Foto: Praditya Fauzi Rahman/detikJatim)
Surabaya -

Insiden perahu tambang tenggelam di Kemlaten Surabaya menyisakan kepedihan bagi keluarga korban meninggal. Polisi menduga perahu itu kelebihan muatan kendaraan dan penumpang. Tidak hanya itu perahu itu juga diduga dalam keadaan sudah tidak layak beroperasi.

Buntut kejadian itu, Pemkot Surabaya akan menertibkan para pengelola perahu tambang dan melarang mereka yang tidak memiliki izin operasional resmi dari Dishub Surabaya mulai pekan depan.

Salah satu pengelola perahu tambang yang terancam dengan adanya kebijakan Pemkot Surabaya itu adalah Kuncoro. Sehari-hari Kuncoro mengoperasikan perahu tambang warisan keluarganya di Raya Kebonsari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sore itu, sembari menarik tali tambang perahunya, Kuncoro menegaskan bahwa dirinya tidak termasuk pemilik perahu tambang yang bandel. Dia juga sudah berupaya memenuhi semua persyaratan dan imbauan dari pemerintah setempat agar keselamatan penumpang terjamin.

Secara berkala Kuncoro memastikan dirinya mengecek material besi dan plat baja berukuran 3x10 meter di perahunya demi memastikan keamanan dan keselamatan penumpang. Dia juga membatasi penumpang agar tidak sampai kelebihan muatan.

ADVERTISEMENT

"Kapasitas maksimal 14 motor. Untuk orangnya, ya, mengikuti. Kalau lebih dari itu nggak berani kita. Pasti saya arahkan untuk cari tambangan lain atau muter ke mana ya terserah kalau masih ngeyel," ujarnya ketika ditemui detikJatim, Sabtu (1/4/2023).

Dengan tangkas Kuncoro terus menarik tambang itu. Sementara itu, di perahunya ada sekitar 6 penumpang pengendara motor yang memanfaatkan jasa penyeberangan untuk menuju ke kawasan Kemlaten.

Kuncoro mengatakan setiap tahun dia selalu mengecek secara detail perahu tambang warisan keluarga itu. Bahkan, setiap 1 dekade ia bersama keluarga dan rekannya patungan untuk membuat perahu tambang baru lagi.

"Armada selalu ganti, usia 10 sampai 15 tahun. Ciri-cirinya ya kalau korosi atau keropos operasionalnya kami stop dan baru kami buat lagi. Kalau buat baru sekarang sekitar Rp 150 juta. Harganya kan sudah mengikuti tarif material atau bahannya juga," katanya.

Ya, Kuncoro adalah ahli waris perahu tambang yang dikelola secara turun temurun oleh keluarganya. Dia merupakan generasi ketiga setelah ayahnya pensiun, tidak bisa lagi mengelola perahu tersebut.

"Dulunya, ini punya kakek saya. Sudah dari 1980-an. Saya ini generasi ke-3. Sebelumnya dioperasikan bapak saya," kata Kuncoro kepada detikJatim sembari membuka pintu pengaman motor di perahunya.

Mengaku sudah kantongi izin. Baca di halaman berikutnya.

Enam pengendara yang telah menumpang perahunya keluar dari perahu itu untuk melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan masing-masing. Kuncoro yang kini berusia 45 tahun itu lantas berupaya meyakinkan bahwa dirinya juga telah mengantongi izin. Yakni dari BBWS dan dari kelurahan.

Perihal perizinan dan SOP, Kuncoro mengaku tidak ada masalah bila memang diharuskan mengikuti kebijakan dari pemerintah. Namun, dia ingin para pengelola dan karyawan dibantu untuk mengerjakannya dan diberikan bantuan seperti pelampung.

"Kalau mau dicek keamanan perahu kami juga silakan, tidak masalah. Sebelumnya juga sudah pernah dapat bantuan pelampung dan ban dari dishub, tapi sudah lama dan sekarang sudah rusak," ujar bapak dari 3 orang anak itu.

Ia mengaku menjadi operator tambangan di Kebonsari Raya adalah mata pencaharian utama. Dari hasil menambang itulah dia bisa menghidupi istri dan 3 anaknya hingga saat ini.

"Kami mulai operasi mulai 05.00 sampai 22.00 WIB. Per sif antara 1 sampai 3 jam. Kalau omzet, per hari kurang lebih Rp 1,2 juta. Itu kalau normal atau nggak ada libur. Kalau libur ya berkurang banyak," katanya.

Mengenai adanya kebijakan Pemkot Surabaya yang hendak menghentikan seluruh perahu tambang di Surabaya, dia pun mengaku tidak sepakat tapi sekaligus mengaku tidak bisa berbuat banyak.

Dia hanya mengingatkan bahwa tidak hanya dirinya yang menggantungkan hidup di perahu tambang itu, tapi ada sejumlah pekerja atau penarik tambang lainnya yang setiap hari mendapatkan pencaharian dari sana.

"Di sini ada 8 orang pekerja. Mereka juga kepala keluarga yang menggantungkan rezeki dari perahu tambang ini untuk menafkahi keluarganya. Pemerintah perlu memikirkan nasib mereka juga kalau perahu ini dilarang beroperasi," ujarnya.

Tidak hanya itu, dia mengklaim bahwa warga Kebonsari Raya Surabaya juga diuntungkan dengan adanya perahu tambang. Keberadaan perahu itu dianggap mampu memangkas waktu dan jarak, bahkan biaya untuk membeli bahan bakar kendaraan.

"Ini kapal keluarga, kami juga ajak masyarakat sekitar yang butuh kerja. Selain itu, orang nambang (penumpang) kan juga butuh cepat, biaya lebih murah, dan memangkas waktu," ujarnya.

Halaman 2 dari 2
(dpe/iwd)


Hide Ads