Ratusan warga dan santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Mahfilud Durror di Desa Suger Kidul, Kecamatan Jelbuk, Jember melaksanakan puasa Ramadan hari ini. Hal itu merujuk Kitab Nazhalul Majalis yang mereka gunakan dalam menentukan awal Ramadan.
"Jadi patokan kami menggunakan Kitab Nazhatul Majalis itu. Sejak kakek saya mendirikan Ponpes ini. Sejak tahun 1911 dulu," kata Pengasuh Ponpes Mahfilud Durror, KH Ali Wafa, Rabu (22/3/2023).
"Mulai tadi (kemarin) malam kami sudah melaksanakan ibadah salat tarawih di masjid ponpes ini," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia bercerita, sang kakek KH M Sholeh merupakan pendatang dari Pulau Madura. Kiai Sholeh pula yang mengenalkan metode penetapan awal puasa dan lebaran dengan merujuk pada kitab Nazhatul Majalis itu.
Dalam kitab tersebut, ujar Kiai Ali Wafa, penentuan awal puasa dilakukan dengan metode hisab atau perhitungan. Ini berbeda dengan cara yang dilakukan pemerintah dan juga NU, yakni melalui sidang isbat dengan berdasarkan rukyatul hilal (melihat bulan).
"Kalau dibilang lebih awal ya saya tidak tahu yang lain. Tapi kalau di (Desa) Suger Kidul memang mengawali malam kemarin salat Tarawihnya. Jadi hari ini kami sudah berpuasa, Rabu tanggal 22 Maret 2023," ujarnya.
![]() |
"Pertimbangan kami berpuasa hari ini, sesuai hitungan dari Wuquf (ibadah Haji) wasiat dari Alhamarhum Kiai Hamid Isbad Banyuanyar. Kiai sepuh di Madura, Ponpes Banyuanyar itu," terangnya.
Kiai Ali Wafa pun menjelaskan bagaimana proses penghitungan mengikuti nasihat yang disampaikan Kiai Hamit Isbad itu.
"Beliau menyampaikan, boleh diambil hitungannya dari Wuquf tahun kemarin. Saya menghitung, Wuquf kemarin itu jatuh hari Jumat. Jadi Wuquf tahun kemarin itu kami menyebutnya Haji Akbar. Jadi cara menghitungnya pakai Rukun Iman. Rukun Iman ada 6, jadi Jumat, Sabtu, Minggu, Senin, Selasa, Rabu," jelasnya.
Baca juga: Niat Puasa Ramadhan Harian dan Sebulan |
"Maka Rabu ini awal Ramadan dan menjalankan ibadah puasa. Malam hari sebelumnya, kami melaksanakan ibadah salat Tarawih," ujarnya.
Menurut Kiai Ali Wafa, perbedaan soal awal Ramadan tersebut tidak menjadi masalah. Dia juga menegaskan tidak pernah memaksa masyarakat sekitar untuk mengikuti apa yang dia diyakini.
"Untuk daerah Suger Kidul saya hanya memberi tahu, tidak kemudian mengajak. Kalau mau ikut silakan, tidak mau ikut juga tidak apa-apa. Yang salah itu kan yang tidak puasa," tegasnya.
"Untuk Salat Tarawih kami ambil 23 rokaat sama seperti pada umumnya. Alhamdulillah selama ini tidak ada masalah, dan meyakini mana yang mau diikuti," pungkasnya.
(dpe/fat)