Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (Pertahankan) Ponorogo melakukan uji kualitas air di Telaga Ngebel usai terjadinya fenomena ledakan gas belerang. Hasilnya, air di Telaga Ngebel memang mengandung belerang yang menyebabkan derajat keasaman air di bawah normal atau asam.
"Memang disebabkan belerang karena air telaga berubah warna jadi kekuningan. Belerang bereaksi dengan air menjadi hidrogen sulfida (sehingga air) bersifat asam," ujar Kepala Dinas Pertahankan Masun kepada wartawan, ditemui di kantornya, Selasa (3/1/2023).
Hidrogen sulfida dari ledakan gas belerang membuat hasil uji kualitas air dari Telaga Ngebel menunjukkan derajat keasaman tinggi pH air itu mencapai angka 3 atau di bawah pH normal dengan angka 7.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pantauan detikJatim, air telaga itu berwarna kekuningan menunjukkan adanya Dissolved Oxygen (DO) rendah yang berpengaruh pada ekosistem ikan. Hal inilah yang menyebabkan banyak ikan mati.
"Matinya ikan keramba di Ngebel murni karena aktivitas alam, yakni gas belerang. Bukan terkait aktivitas petasan karena tahun baru kemarin atau lain-lain," ujar Masun.
Ikan yang mati karena terpapar hidrogen sulfida, kata Masun, masih bisa dikonsumsi asalkan dilakukan pembersihan dengan cara yang benar.
"Ikan bernafas dengan insang, tapi hidrogen sulfida tidak akan sampai ke daging. Bisa saja ikan diolah asalkan bagian kepala dan jeroan dibuang, yang dikonsumsi hanya daging saja," kata Masun.
Masun juga menjelaskan tentang fenomena ledakan gas belerang yang terjadi hingga membuat banyak ikan mati. Menurut Masun, ada dua kemungkinan yang menyebabkan terjadinya fenomena tersebut.
Penjelasan Pemkab Ponorogo tentang ledakan gas belerang. Baca di halaman selanjutnya.
Masun menambahkan fenomena ledakan gas belerang ini menurutnya ada dua kemungkinan. Pertama dari batuan yang terbawa dari pegunungan atas yang turun ke telaga akibat hujan.
"Kemungkinan kedua karena ada aktifitas magma di dalam palung Telaga Ngebel, sehingga terjadi aktivitas upwelling atau pembalikan massa air sehingga naik ke atas," ujar Masun.
Masun mengatakan, sebenarnya ledakan gas belerang yang terjadi setiap tahun itu memiliki tanda. Tanda-tanda itu, kata dia, yakni muncul bau tidak sedap dari air telaga. Seharusnya ikan bisa diselamatkan atau dipindah ketika bau itu muncul.
"Tapi masalahnya ketika kadar hidrogen sulfidanya masih rendah, kita tidak bisa mencium aroma bau tadi atau terjadi di tengah danau, sehingga kita yang ada di pinggiran danau tidak bisa membau itu," kata Masun.
Masun sendiri memastikan bahwa dirinya akan berdiskusi dengan Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Olahraga (Disbudparpora) untuk melakukan pemetaan area keramba, area lalu lintas speedboat, serta arena wisata lain seperti air mancur dan dermaga.
"Agar telaga ini tidak semrawut, kan telaga ini multifungsi, jadi harus dipetakan. Supaya ke depan saat telaga ramai masyarakat sekitar Ngebel bisa memanfaatkan momen wisatawan," tukas Masun.
Disinggung soal bantuan untuk petani ikan keramba, kata Masun, ke depan pihaknya bakal mendata kebutuhan mereka. Bantuan tidak bisa diberikan berupa uang namun berupa sarana prasarana.
"Bantuan nanti satu paket, ada bibit, pakan dan kolam, kami arahkan ke sana," pungkas Masun.
Ikuti berita menarik lainnya di Google News