Sosiolog Unair Surabaya Prof Bagong Suyanto menanggapi tren gangster atau gerombolan anak muda yang menenteng senjata tajam (sajam) di Surabaya. Bagong menyebut bahwa hal itu merupakan wujud perilaku patologis. Selain itu, Bagong menilai gangster-gangster itu tumbuh subur di lingkungan anak-anak marjinal.
"Ini soal mentalitas dan subkultur anak muda, terutama kelompok-kelompok anak muda marjinal," kata Bagong kepada detikJatim, Kamis (1/12/2022).
Bagong menjelaskan, hal tersebut tentu tak ditemui di sekelompok atau individu yang perekonomiannya di atas rata-rata. Menurutnya, gangster banyak diikuti oleh para pelajar di sekolah-sekolah pinggiran Metropolitan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biasanya, untuk di sekolah elite nggak muncul. Tapi, sekolah-sekolah pinggiran muncul kelompok-kelompok seperti itu," ujarnya.
Anak-anak muda yang tergabung dalam gangster ini kerap mengekspresikan diri dengan melakukan hal-hal di luar nalar. Mereka juga cenderung apatis dengan kondisi di sekitarnya.
"Untuk kelompok-kelompok marjinal memang media untuk mengekspresikan kan tidak banyak, makanya mereka mengekspresikan sikap sok jagoannya dalam perilaku yang patologis," tukas Bagong.
Seperti diberitakan sebelumnya, belakangan terakhir Surabaya darurat gangster. Mereka muncul dengan melakukan konvoi secara bergerombol dengan naik motor. Mereka juga mengacung-acungkan sajam.
Tak jarang mereka tawuran dengan gangster lain. Mereka tak malu untuk mengunggah momen seperti bawa sajam hingga tawuran ke media sosial. Bahkan, mereka juga menyerang tempat umum seperti pos jaga salah satu perumahan elite di Surabaya Timur.
(fat/dte)