Sitiarjo Jadi Langganan Banjir, BPBD Malang Sebut Butuh Normalisasi Sungai

Sitiarjo Jadi Langganan Banjir, BPBD Malang Sebut Butuh Normalisasi Sungai

Muhammad Aminudin - detikJatim
Selasa, 18 Okt 2022 11:10 WIB
Sungai Panguluran Malang
Sungai Panguluran yang meluap hingga membuat wilayah Sitiarjo banjir (Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim)
Malang -

Wilayah Sitiarjo, Malang memiliki rekam jejak panjang sebagai daerah rawan banjir. BPBD menyebut, butuh normalisasi sungai agar wilayah ini tak lagi banjir kala musim hujan.

Sitiarjo menjadi wilayah rawan banjir usai desa ini berada di bibir aliran Sungai Panguluran yang bermuara di pantai selatan Kabupaten Malang, kurang lebih berjarak 15 kilometer.

Diketahui, Sitiarjo mulai menjadi wilayah pemukiman penduduk sejak 1897. Meskipun berada di lembah dan muara sungai, dari tahun ke tahun, banyak warga yang bermukim di sana.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika hujan dengan intensitas tinggi mengguyur hulu sungai dan wilayah Sumbermanjing Wetan, warga Sitiarjo harus bersiap menghadapi luapan sungai yang membawa serta material lumpur. Hal ini terjadi sejak Sabtu (15/10), dahsyatnya terjangan banjir ikut serta membawa batang pohon pisang ke pemukiman warga.

Setidaknya, 622 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah 1.663 jiwa yang tersebar di empat dusun terdampak banjir dengan ketinggian air mencapai 2 meter.

ADVERTISEMENT

Catatan BPBD Kabupaten Malang, banjir terbesar pernah melanda wilayah Sitiarjo pada tahun 2012. Ratusan rumah di empat dusun terendam banjir. Disusul lima tahun kemudian, atau pada 2017, banjir besar kembali menghantam Desa Sitiarjo. Setidaknya, 514 rumah yang berada di empat dusun terdampak.

Meski menjadi daerah rawan banjir, masyarakat Sitiarjo umumnya tetap memilih bertahan dan menempati rumah-rumah mereka. Kendati dengan ancaman banjir besar yang sewaktu-waktu bisa terjadi ketika intensitas hujan tinggi.

Sejauh ini, banjir yang melanda Sitiarjo juga merusak infrastruktur dan perabotan milik warga. Namun, upaya untuk meminimalisir banjir besar tengah diupayakan BPBD Kabupaten Malang.

Salah satunya, mengajukan normalisasi Sungai Panguluran yang mengalir melingkari wilayah Desa Sitiarjo kepada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas.

"Kami upayakan terus berkoordinasi dengan BBWS Brantas, untuk dapat melakukan normalisasi sungai Panguluran dalam mencegah banjir di Sitiarjo," kata Kepala BPBD Kabupaten Malang, Nur Fuad Fauzi kepada detikJatim, Selasa (18/10/2022).

Normalisasi sungai bisa menjadi solusi kurangi banjir. Baca di halaman selanjutnya!

Menurut Fuad, normalisasi sungai dengan mengangkat sendimen yang mengurangi volume aliran sungai, diyakini mampu meminimalisir ancaman banjir di Desa Sitiarjo ketika intensitas hujan tinggi.

"Dengan normalisasi bisa mengurangi sedimen sungai. Sehingga, debit air masih dapat ditampung aliran sungai," ujar Fuad.

Fuad mengaku, banjir yang terjadi di Desa Sitiarjo dikarenakan luapan sungai Panguluran yang tak mampu lagi menampung debit air, setelah hujan deras turun. Air sungai kemudian meluber ke wilayah desa yang kebetulan berada di pinggiran aliran sungai.

"Secara topografi, Sitiarjo berada di cekungan dikelilingi perbukitan. Wilayah desa juga berdampingan dengan aliran sungai yang kondisi berkelok seperti memutari desa. Ketika debit air tinggi, maka air sungai akan meluap ke wilayah desa," akunya.

Selain normalisasi, kata Fuad, pembuatan sudetan di aliran Sungai Panguluran juga dapat dilakukan untuk mengurangi debit. Rencana itu sempat mengemuka pascabanjir besar di tahun 2017. Namun, sampai saat ini belum ada tanda-tanda realisasi pembuatan sudetan tersebut.

"Dulu juga pernah ada rencana membuat sudetan di Desa Kedungbanteng. Agar dapat mengurangi debit air sungai yang mengalir ke wilayah Sitiarjo. Tapi belum juga direalisasikan, sudetan dibuat langsung menuju pantai selatan," terangnya.

Sebenarnya, menurut Fuad, bukan masyarakat Sitiarjo yang sudah terbiasa menghadapi banjir. Namun, rekam jejak wilayah ini seringkali terdampak luapan sungai jika intensitas hujan tinggi. Maka, warga sudah memiliki mitigasi sendiri apabila menghadapi banjir.

"Jadi warga sudah punya mitigasi, jika terjadi banjir. Rumah-rumah warga banyak didesain memiliki shelter di bagian atas. Sebagai tempat sementara ketika banjir mengenangi rumah mereka. Karena warga tahu, air akan segera surut ketika hujan reda," tuturnya.

Halaman 2 dari 2
(hil/fat)


Hide Ads