Didahului Gempa, Begini Kronologi Semburan Lumpur Sidoarjo 16 Tahun Lalu

Didahului Gempa, Begini Kronologi Semburan Lumpur Sidoarjo 16 Tahun Lalu

Tim DetikJatim - detikJatim
Senin, 30 Mei 2022 20:51 WIB
Menyambut bulan Ramadhan, warga Kecamatan Porong Sidoarjo memiliki tradisi ziarah ke makam leluhur. Tradisi itupun dilakukan oleh warga korban lumpur Sidoarjo.
Korban lumpur Lapindo tabur bunga di tanggul (Foto: Suparno/detikJatim)
Sidoarjo -

Semburan lumpur Sidoarjo masih terus mengalir hingga kini. Semburan lumpur dari pertambangan milik PT Lapindo Brantas ini diketahui pertama kali muncul sejak 29 Mei 2006 silam. Lalu bagaimana kronologi bencana 16 tahun silam itu?

Sebelum menyemburkan lumpur, PT Lapindo Brantas diketahui sempat melakukan pengeboran mencapai 8.500 kaki pada tanggal 18 Mei 2006. Pengeboran ini sempat diingatkan soal pemasangan pipa selubung yang harus dilakukan sebelum pengeboran.

Lumpur ini juga diketahui menyembur dua hari setelah gempa bumi di Yogyakarta. Namun hingga saat ini belum ada pembuktian secara ilmiah apakah gempa tersebut turut mempengaruhi semburan lumpur. Meski demikian banyak orang yang percaya kedua bencana ini saling terkait.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bencana itu kemudian datang pada 29 Mei 2005. Lumpur panas menyembur pada sekitar pukul 05.30 WIB. Warga Siring pada pukul 06.00 WIB lantas mencium bau menyengat gas. Jarak pemukiman warga dengan lokasi yakni sekitar 150 meter.

Semburan lumpur ini diketahui berada dari sumur Banjarpanji 1, Porong, Sidoarjo. Atau tepatnya di bagian dari kegiatan pengeboran eksplorasi gas Blok Brantas milik PT Lapindo Brantas.

ADVERTISEMENT

Semburan lumpur panas ini ternyata ternyata tak bisa dikendalikan dan luberannya ke mana-mana. Luberan lumpur bahkan sampai menggenangi ruas jalan tol Surabaya-Gempol sehingga mengakibatkan ditutup.

Untuk menanggulangi luberan lumpur, tanggul kemudian didirikan guna menahan agar tak masuk ke pemukiman warga. Namun pada tanggal 10 Agustus 2006 sejumlah tanggul jebol dan membanjiri pemukiman warga.

Presiden RI kala itu, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tanggal 18 April kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Kala itu dibentuk pula Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo.

Meski demikian, hingga tahun 2008, semburan lumpur masih terus tak bisa dihentikan serta meluas. Tercatat per harinya lumpur yang mampu menyembur sekitar 100 ribu meter kubik.

Sekitar 25 ribu jiwa dari 8 desa di 3 kecamatan terpaksa harus kehilangan lahan dan rumahnya karena tenggelam dan hilang karena semburan lumpur. Mereka juga dipaksa untuk mengungsi untuk menghindari dampak dari luberan lumpur panas.

Selain tanggul, solusi jangka pendek juga pernah dilakukan untuk mengurangi debit lumpur yang terus mengalir dan memenuhi tanggul. Salah satunya yakni mengalirkan aliran lumpur ke sungai Porong. Opsi ini kemudian dilakukan pada tahun 2010.

Sedangkan untuk menjawab gejolak warga korban lumpur, pada bulan Juli 2015, pemerintah kemudian meminjamkan dana sebesar Rp 773,38 miliar kepada Grup Bakrie.

Dana ini dialokasikan untuk ganti rugi dan pembelian tanah milik warga terdampak. Dana talangan ini wajib dikembalikan oleh Grup Bakrie selambat-lambatnya 4 tahun dengan bunga 4,8 persen per tahun dari jumlah pinjaman.

Ganti rugi korban baik warga maupun perusahaan yang terdampak ternyata masih menjadi persoalan hingga kini. Hal ini kemudian menjadi persoalan berlarut-larut hingga kini.

Akibat bencana ini, Sebanyak 10.426 unit rumah warga dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur. Sedangkan hingga saat ini persoalan rugi korban baik warga maupun perusahaan yang terdampak ternyata juga masih belum kunjung rampung.




(abq/iwd)


Hide Ads