Gunung Wijil di Desa Kupang, Kecamatan Karangdowo, Klaten, Jawa Tengah dikenal sebagai tempat menyepi untuk laku tirakat. Banyak masyarakat datang ke lokasi dengan berbagai keinginan, mulai ingin menjadi kaya sampai berburu pangkat jabatan.
Gunung Wijil sebenarnya lebih cocok disebut bukit daripada gunung. Namun, warga justru lebih suka menyebut bukit kapur putih yang terletak sekitar 30 kilometer ke arah timur kota Klaten itu sebagai gunung.
Bukit berketinggian sekitar 200 meter itu dipenuhi tanaman keras, kayu jati, mahoni, dan beberapa pohon beringin. Tepat di tepi jalan antarkecamatan Pedan dan Karangdowo, gunung Wijil sedang digarap menjadi objek wisata desa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi bagian utara bukit telah dibangun taman. Di lerengnya berdiri gazebo-gazebo bambu beratapkan daun tebu kering untuk istirahat wisatawan.
Untuk menuju puncak Gunung Wijil hanya ada satu jalan, yaitu melalui sisi barat taman. Di ujung jalan tersebut terdapat gapura bertulis Hastana Hargomulyo.
Jalan masuknya masih berupa jalan tanah memutar. Aroma dupa menyengat begitu menginjakkan kaki di puncaknya.
Di puncaknya terdapat tiga kompleks makam, satu dikelilingi pagar tembok setinggi tiga meter dengan pintu terkunci. Di dalam kompleks makam utama berpagar tembok tinggi, terdapat beberapa kuburan dengan nisan tua.
Di sisi selatan makam terdapat lempeng batu kapur memanjang yang menjorok ke tebing. Batu yang oleh warga sekitar disebut Watu Boyo itu terlihat gersang.
Di tiga makam itu, konon sering datang peziarah yang sedang laku untuk mencari kedudukan dan pangkat. Sedangkan di Watu Boyo digunakan untuk mencari kekayaan.
"Di puncak ada makam Syeh Joko, terus yang tengah ada makam Ki Ageng Lokajaya dan yang selatan makam Nyi Ageng Yudorono. Ketiganya dari kerabat keraton Surakarta dan Kartasura," ungkap Kasi Kesra dan Pelayanan Desa Kupang, Kecamatan Karangdowo, Irawan, kepada detikJateng di kantornya, Sabtu (27/8/2022).
Selengkapnya di halaman selanjutnya...
Gunung Wijil ramai dikunjungi peziarah setiap malam Selasa dan Jumat Kliwon. Peziarah semakin ramai saat memasuki bulan Ruwah.
"Ramainya saat malam Selasa dan Jumat Kliwon. Peziarah berasal dari berbagai wilayah di Jawa Tengah," lanjut Irawan.
Di kawasan makam, sebut Irawan, konon digunakan untuk peziarah yang mencari derajat dan pangkat. Sedangkan untuk yang laku prihatin ingin kaya di selatan makam.
"Kalau yang selatan, tempat batu-batu itu konon untuk yang pengin sugih (kaya). Batu-batu itu dikenal dengan nama Watu Boyo karena bentuknya seperti punggung buaya," papar Irawan.
Yakub, pedagang di sekitar lokasi mengatakan tidak hanya Selasa dan Jumat Kliwon, setiap hari juga ada pengunjung. Pengunjung didominasi dari luar kota.
"Ya pengunjung dari jauh-jauh tapi ada juga dari Solo dan Jogja. Tujuannya apa ya kepercayaan masing-masing orang beda," ungkap Yakub kepada detikJateng di lokasi.
Simak Video "Video: Pendaki Nekat Naik Puncak Merapi, Berujung Disanksi Bersih-bersih"
[Gambas:Video 20detik]
(ahr/rih)