Persis Solo pada 8 November mendatang genap berusia 100 tahun atau 1 abad. Sejumlah elemen suporter menyampaikan pendapatnya jelang 1 abad Laskar Sambernyawa.
Presiden Pasoepati, Agoes Warsoep mengatakan Persis mengalami pasang surut, hingga suporter pun terpaksa turun ke jalan untuk menuntut perbaikan manajemen. Hingga akhirnya era Sigid Haryo Wibisono (SHW) memegang Persis menjadi titik kebangkitan tim.
"Saya melihat perubahan tim di manajemen yang semakin profesional ini saya senang. Kalau masalah juara, tinggal menunggu waktu, selama tim ini dikelola secara profesional," kata Agoes saat dihubungi detikJateng, Kamis (2/11/2023).
Semakin profesionalnya manajemen Persis, Agoes menuturkan menjadi salah satu kado istimewa dalam 1 abad Persis. Namun dia juga memberikan sejumlah catatan.
"Sayangnya pas 100 tahun ini, kita tidak bisa main di Stadion Manahan. Peringkat kita juga tidak bagus dan permainan masih kurang juga," ujarnya.
Hingga pekan ke-17 Liga 1 2023/2024, Persis Solo berada di posisi ke-10 klasemen dengan torehan 23 poin. Manajemen menargetkan bisa finish di lima besar.
Target itu dinilai suporter cukup sulit. Sebab, jarak poin dengan tim di lima besar terpaut cukup jauh. Kendati demikian, Agoes berharap, ada perbaikan lagi di tim.
"Di 100 tahun Persis ini, mudah-mudahan ada perbaikan yang signifikan seperti di permainan tim. Masih belum terlambat untuk musim ini. Lebih ke teknis," pungkas Agoes.
Sementara itu, pendiri sekaligus pembina Ultras 1923, Iwan Samudra mengatakan perjalanan panjang dialami Persis. Dari klub yang berjaya di era 1933-1943, sempat tenggelam, hingga bangkit lagi di kompetisi teratas Liga Indonesia.
"Satu abad Persis Solo memiliki makna yang besar, tentang semangat Sumpah Pemuda, semangat melawan keadaan. Kami bangga bisa mendukung klub yang memiliki sejarah panjang ini," kata Iwan saat dihubungi.
Saat manajemen Persis masih belum profesional, Iwan melihat Persis sempat terpuruk baik di kompetisi hingga manajemen tak mampu membiayai operasional klub. Bahkan Persis tidak mampu berlaga di kasta tertinggi Liga Indonesia, yang saat itu bernama Divisi 1.
Baca juga: Logo Persis Solo, Makna dan Sejarahnya |
Tak ingin terus terpuruk, suporter mendorong manajemen untuk lebih profesional dengan membentuk PT. Harapannya, ada investor yang masuk untuk mengurus manajemen Persis secara profesional.
"Saat itu, saya lihat sendiri pada era tahun 2009-an, pemain itu makan di angkringan harus berutang. Kami suporter, membiayai, ya jajake mi ayam, jajake angkringan," ujarnya.
(rih/sip)