Salah satu produsen makanan jadul Madumongso di Kabupaten Bantul mengaku kebanjiran order jelang lebaran. Bahkan, untuk lebaran ini jumlah Madumongso yang diproduksi mencapai 1 ton.
Pantauan detikJateng di tempat pembuatan Madumongso Bagaskoro, Pedukuhan Ngringinan RT 10, Kalurahan Palbapang, Kapanewon Bantul, Kabupaten Bantul, tampak beberapa ibu-ibu mengenakan kaus berkerah warna oranye sibuk mengaduk adonan Madumongso. Selain itu, tampak pula ibu-ibu lainnya tengah sibuk membentuk Madumongso menjadi bulatan dan lonjong lalu mewadahinya ke dalam plastik dan kertas minyak beraneka warna.
Pemilik Madumongso Bagaskoro, Emelia Andriani (47), menjelaskan awalnya dia adalah pekerja kantoran. Namun, pada tahun 2010 memutuskan untuk fokus memulai usahanya di bidang kuliner.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya karena saya dulu bekerja di kantor, setelah mempunyai anak kedua saya memutuskan untuk punya usaha sendiri," kata Andriani saat ditemui di rumah sekaligus tempat pembuatan Madumongso Bagaskoro, Pedukuhan Ngringinan, Bantul, Selasa (19/4/2022).
Setelah melakukan riset, akhirnya Andriani memutuskan untuk memproduksi makanan jadul bernama Madumongso. Pemilihan makanan khas asal Ponorogo, Jawa Timur, itu karena masih minimnya pasaran Madumongso di Bantul.
"Kenapa Madumongso? Karena Madumongso belum banyak pesaingnya dan membuatnya kan susah karena tahap pembuatannya panjang. Setelah itu kita coba-coba resepnya secara otodidak, akhirnya ketemu dan dipakai sampai sekarang ini," ujarnya.
Terkait teknis pembuatan penganan manis ini, Andriani menyebut awalnya harus memasak beras ketan dengan cara mengukus. Pengukusan itu melalui pencucian dua kali, pertama dari beras dicuci dan dimasukkan ke dalam kukusan.
"Nanti setelah berubah warna dicuci lagi dimasukkan lagi sampai akhirnya matang," ucapnya.
![]() |
Setelah matang dan dingin, adonan itu selanjutnya ditaburi ragi kemudian didiamkan selama dua hari. Kemudian adonan dicampur campuran santan, gula pasir, gula merah dan kelapa muda.
"Jadi setelah dua hari disatukan dicampur kemudian jadi Madumongso. Kalau untuk proses pembuatan ada tiga tahap, jadi satu kali masakan itu bisa memakan waktu dua hari. Karena tidak sembarang orang bisa mengaduk adonan (ketan)," ujarnya.
Untuk penjualan, Andriani mengaku mengandalkan media sosial dan secara offline. Namun, Andriani lebih mengandalkan penjualan secara offline melalui toko oleh-oleh hingga reseller.
"Kita biasanya titip di toko oleh-oleh yang ada di Bantul, reseller dan ada konsumen yang langsung datang ke sini. Dari sini harganya Rp 52 ribu per kilogram. Untuk jualannya sudah sampai luar Jawa ada, seperti ini ada pesanan dari Kalimantan," ucapnya.
Terkait adanya peningkatan permintaan Madumongso menjelang lebaran, Andriani mengaku ada. Pasalnya saat hari biasa Andriani mampu memproduksi 50 kilogram Madumongso siap jual sedangkan saat ini harus memenuhi permintaan hingga berkali-kali lipat.
"Jelang lebaran ini memang permintaan semakin banyak. Kalau hari biasa itu biasanya hanya tergantung permintaan, bisa sampai 50 kilogram juga, tapi untuk lebaran bisa sampai 5 kali lipat," ucapnya.
Bahkan, selama lebaran ini pihaknya telah mempersiapkan Madumongso hingga ribuan kilogram. Pasalnya Andriani memprediksi lebaran ini banyak masyarakat yang mudik dan membeli Madumongso sebagai buah tangan saat kembali ke perantauan.
"Kalau untuk lebaran, dari awal sampai libur lebaran kita siapkan 1 ton Madumongso," katanya.
(rih/sip)