Kisah Sanoen, Polisi Pejuang Kulon Progo yang Gugur di Sentolo

Jalu Rahman Dewantara - detikJateng
Minggu, 07 Mei 2023 19:44 WIB
Pementasan drama dan sendratari kolosal 'Sanoen' di Alun-alun Wates, Kulon Progo, Jumat (5/5/2023). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJateng
Kulon Progo -

Ada pejuang berlatar belakang polisi yang turut mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Kabupaten Kulon Progo, DIY. Pejuang yang namanya kini jadi nama jalan, lapangan markas Brigade Mobil (Brimob), dan punya monumen sendiri di Kulon Progo itu bernama Sanoen. Seperti apa kisahnya?

Dalam buku 'Jalan Sanun dan Lapangan Sanun: Sejarah Kehidupan Agen Polisi Sanoen' karya Ahmad Athoillah yang diterbitkan Dinas Kebudayaan Kulon Progo pada 2019 dijelaskan Sanoen lahir di Dusun Trukan, Kalurahan Kulur, Kapanewon Temon, Kulon Progo, pada tahun 1926.

Sanoen merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan suami istri Ronowiryo dan Tugiyem. Ayahnya bekerja sebagai pembuat batu nisan dan bertani. Sedangkan ibunya mengurus rumah dan membantu suaminya di ladang.

"Sanoen bukan tipe seorang anak yang suka menyendiri di rumah, maupun menutup diri (introvert) dari berbagai interaksi. Ia justru dikenal sebagai seorang anak mudah bergaul dan sampai masa akhir hidupnya dikenang sebagai ahli bersilaturahmi," dikutip dari buku tersebut, Minggu (7/5/2023).

Sanoen pernah bersekolah di Kawula Pakualaman yang berlokasi di Kaligintung pada 1936-1939 (sekarang menjadi gedung SD N 1 Kaligintung). Kemudian dia melanjutkan pendidikan di Sekolah Ongko Loro, semacam sekolah rakyat di Sogan dan lulus pada 1941.

Dia juga sempat menempuh studi di Schakel School (sekolah peralihan) milik pemerintah kolonial Belanda di Temon meski dinyatakan tidak lulus pada 1942.

monumen perjuangan Sanoen di Sentolo, Kulon Progo, Sabtu (6/5/2023) Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJateng

Menjadi Agen Polisi

Pada 1943, tepat berusia 17 tahun, Sanoen ikut pendidikan militer pada masa pendudukan Jepang di Kulur. Sebab dia ingin menjadi tentara atau polisi, lantaran saudara dan tetangganya waktu itu banyak yang menjadi anggota militer.

Kakaknya, Giyo, menjadi anggota Legiun Pakualaman pada 1940. Lalu Giyo masuk Heiho dan dikirim ke Boven Digoel, Papua pada 1942. Pada 1946, Giyo pulang kampung dan bergabung dengan Angkatan Laut di Yogyakarta.

"Atas dasar itulah Sanoen terinspirasi untuk menjadi seorang tentara atau polisi," tulis Ahmad Athoillah dalam bukunya.

Setelah menuntaskan pendidikan militer, Sanoen merantau ke Bandung menjadi buruh pabrik kecap pada 1945. Namun pabrik itu kukut imbas peristiwa Bandung Lautan Api pada Maret 1946.

Ucapan Sanoen yang menggetarkan sejarawan UGM di halaman selanjutnya.



Simak Video "Video: Viral Momen Wakil Bupati Kulon Progo Perbaiki Sepatu Paskibraka"

(dil/dil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork