Ada pejuang berlatar belakang polisi yang turut mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Kabupaten Kulon Progo, DIY. Pejuang yang namanya kini jadi nama jalan, lapangan markas Brigade Mobil (Brimob), dan punya monumen sendiri di Kulon Progo itu bernama Sanoen. Seperti apa kisahnya?
Dalam buku 'Jalan Sanun dan Lapangan Sanun: Sejarah Kehidupan Agen Polisi Sanoen' karya Ahmad Athoillah yang diterbitkan Dinas Kebudayaan Kulon Progo pada 2019 dijelaskan Sanoen lahir di Dusun Trukan, Kalurahan Kulur, Kapanewon Temon, Kulon Progo, pada tahun 1926.
Sanoen merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan suami istri Ronowiryo dan Tugiyem. Ayahnya bekerja sebagai pembuat batu nisan dan bertani. Sedangkan ibunya mengurus rumah dan membantu suaminya di ladang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sanoen bukan tipe seorang anak yang suka menyendiri di rumah, maupun menutup diri (introvert) dari berbagai interaksi. Ia justru dikenal sebagai seorang anak mudah bergaul dan sampai masa akhir hidupnya dikenang sebagai ahli bersilaturahmi," dikutip dari buku tersebut, Minggu (7/5/2023).
Sanoen pernah bersekolah di Kawula Pakualaman yang berlokasi di Kaligintung pada 1936-1939 (sekarang menjadi gedung SD N 1 Kaligintung). Kemudian dia melanjutkan pendidikan di Sekolah Ongko Loro, semacam sekolah rakyat di Sogan dan lulus pada 1941.
Dia juga sempat menempuh studi di Schakel School (sekolah peralihan) milik pemerintah kolonial Belanda di Temon meski dinyatakan tidak lulus pada 1942.
![]() |
Menjadi Agen Polisi
Pada 1943, tepat berusia 17 tahun, Sanoen ikut pendidikan militer pada masa pendudukan Jepang di Kulur. Sebab dia ingin menjadi tentara atau polisi, lantaran saudara dan tetangganya waktu itu banyak yang menjadi anggota militer.
Kakaknya, Giyo, menjadi anggota Legiun Pakualaman pada 1940. Lalu Giyo masuk Heiho dan dikirim ke Boven Digoel, Papua pada 1942. Pada 1946, Giyo pulang kampung dan bergabung dengan Angkatan Laut di Yogyakarta.
"Atas dasar itulah Sanoen terinspirasi untuk menjadi seorang tentara atau polisi," tulis Ahmad Athoillah dalam bukunya.
Setelah menuntaskan pendidikan militer, Sanoen merantau ke Bandung menjadi buruh pabrik kecap pada 1945. Namun pabrik itu kukut imbas peristiwa Bandung Lautan Api pada Maret 1946.
Ucapan Sanoen yang menggetarkan sejarawan UGM di halaman selanjutnya.
Dia ditugaskan di wilayah Magelang dengan pangkat Agen Polisi III, pangkat terendah di polisi kala itu.
Ahmad mengatakan, Sanoen kembali pulang setelah markas Mobrig hancur diserang Belanda.
"Kemudian dia (Sanoen) pulang ke Kulon Progo dan bergabung menjadi tentara pelajar," ucap Ahmad yang juga dikenal sebagai sejarawan UGM, Jumat (5/5/2023).
Bersama TP, Sanoen terlibat dalam beberapa operasi militer khususnya saat Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta pada 1948. Kala itu tentara Belanda telah memasuki Kulon Progo lewat jembatan Bantar, penghubung Sentolo, Kulon Progo, dengan Sedayu, Bantul, pada 27 Desember 1948.
![]() |
Para kompeni saat itu menghancurkan banyak bangunan vital di Sentolo. Kondisi ini berlangsung hampir setahun. Di situlah TP diterjunkan untuk melakukan pengintaian terhadap gerak-gerik Belanda. Momen ini juga yang akhirnya menewaskan Sanoen.
"Pada kegiatan pengintaian di Sentolo, jelang awal Bulan April 1949, beliau gugur," jelas Ahmad.
Sanoen dinyatakan gugur pada 4 April 1949. Gugurnya Sanoen bermula saat dia dan 13 rekannya berpatroli di Pasar Sentolo. Tak disangka ada pasukan Belanda di lokasi tersebut.
Pasukan Sanoen yang mundur mencari persembunyian sempat kejar-kejaran dengan serdadu Belanda. Belanda menembaki pasukan itu, salah satunya mengenai Sanoen.
Versi lain, dalam buku Ahmad disebutkan pasukan TP sedang mengintai serdadu Belanda yang berpatroli. Pejuang TP mengira pasukan Belanda masih jauh, karena itu mereka keluar dari persembunyiannya.
Tak dinyana pasukan Belanda berada tepat di depan mereka, sehingga terjadi baku tembak. Nahas, Sanoen tewas tertembak.
Sanoen meninggal di sebuah kubangan yang tertutup rimbunnya tanaman koro benguk di Dusun Sentolo Lor, Kalurahan Sentolo, Kulon Progo. Lokasi tersebut sekarang dijadikan monumen untuk mengingat perjuangan sosok Sanoen. Monumen ini diresmikan pada 4 April 2022.
Di kompleks monumen itu terdapat patung yang menggambarkan sosok Sanoen sedang berupaya bertahan hidup usai ditembak. Terdapat pula relief aksi Sanoen bersama pejuang TP sedang mengintai tentara Belanda.
Ada juga prasasti bertulisan: "Senajan matiku kaya matine kodhok, nanging matine diakoni dening negara. Wes dadi tekatku kanggo laku perjuanganku sanajan ana sek menging utawa ngalang-ngalangi" (Walau kematian saya seperti matinya katak, tetapi kematian saya diakui oleh negara. Sudah menjadi tekad saya untuk laku perjuangan saya, walau ada yang memperingatkan atau menghalang-halangi).
Upaya mengenalkan Sanoen di halaman selanjutnya.
"Saya itu terakhir mendengar cerita bahwa ada satu kata-kata Sanoen yang menarik, yang sampai hari ini menggetarkan hati saya, dan kita tulis di monumen. Jadi suatu hari Sanoen pernah dilarang saudaranya agar tidak pergi ke bantar. Tapi Sanoen mengatakan 'luwih apik aku nang Bantar ben aku mati, matiku koyo kodok ning diajeni karo negara'. Itu yang membuat saya, wah menarik banget tokoh satu ini," jelas Ahmad.
Mengapresiasi perjuangan Sanoen, Pemkab Kulon Progo menyematkan namanya untuk salah satu jalan di Wates. Lapangan milik Mako Brimob Detasemen B Pelopor Sentolo, Kulon Progo juga diberi nama Sanoen.
Pusara Sanoen di Pemakaman Gunung Asem, Dusun Setro, Kalurahan Kulur, juga kerap didatangi peziarah. Terutama saat peringatan Hari Bhayangkara yang digelar Polres Kulon Progo tiap 1 Juli.
Meski namanya masyhur, kisah perjuangan Sanoen jarang dikenal masyarakat Kulon Progo. Pemkab Kulon Progo melalui Dinas Kebudayaan pun berupaya mengenalkan tokoh pejuang ini dengan berbagai cara. Mulai dari membuat buku biografi hingga pementasan drama dan sendratari tentang perjuangan Sanoen seperti yang digelar di Alun-alun Wates, Jumat (5/5) malam.
"Semua itu melalui proses yang sudah kami mulai dari 2016, tetapi baru terwujud untuk penulisan buku ini pada tahun 2018. Jadi beberapa kita melakukan semacam pendataan ataupun inventarisasi mana-mana pahlawan yang memang berjasa untuk Kulon Progo khususnya," ucap Kepala Seksi Sejarah dan Permuseuman Disbud Kulon Progo, Fitri Atiningsih Fauzatun.
"Mudah-mudahan usaha kami memunculkan pahlawan lokal ini bisa menambah kecintaan generasi muda, bahwa betapa hebatnya tokoh-tokoh kita jaman dahulu itu bisa berperan aktif dalam pembelaan bangsa dan negara," imbuh dia.
Simak Video "Mengalami Insiden Terperosok di Air Saat Bermain Offroad di Yogyakarta"
[Gambas:Video 20detik]
(dil/dil)