Jogja menyimpan sejarah panjang tentang gempa. Jauh sebelum gempa 27 Mei 2006 silam yang merenggut lebih dari 5.000 jiwa, pernah ada peristiwa gempa serupa yang tak kalah dahsyat.
Berdasarkan laporan yang dibuat pada zaman kolonial, khususnya laporan Dr. S.W. Visser (1922) dan berita di Koran De Locomotief, yang disadur dari Majalah Geomagz milik Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, disebutkan Jogja pernah dilanda gempa dahsyat pada 10 Juni 1867.
Dalam laporan itu disampaikan, gempa Jogja 1867 adalah bencana gempa dengan sumber di darat yang paling besar sejak abad 17. Kala itu gempa terjadi pukul 04.25 WIB dan disertai dua hentakan dahsyat.
Hentakan pertama membuat bumi berguncang selama 8 detik. Sempat hening sekitar 2 detik, kemudian disusul dengan hentakan yang jauh lebih kuat yang berlangsung selama 70 detik. Kerasnya guncangan bahkan dirasakan hingga radius 500 km dari titik pusat gempa.
Gempa 1867 berkekuatan 6,8 SR ini dilaporkan meluluhlantakkan Jogja. Sekitar 500 jiwa dilaporkan meninggal dunia akibat bencana alam ini.
Pasar, Keraton, hingga Candi Prambanan Rusak
Setengah dari jumlah korban meninggal, berdasarkan laporan koran De Locomotief, ada di 'Pasar Gedeh' yang sekarang dikenal sebagai Pasar Legi di Kota Gede. Candi Prambanan juga mengalami kerusakan berat pada waktu itu.
Adapun bangunan lain yang rusak meliputi kantor pos dan motel tempat peristirahatan Sultan yang berada di dekat candi tersebut.
Dr. S.W Visser dalam laporannya menyimpulkan, sumber gempa Jogja 1867 ini memanjang ke arah barat daya-timur laut di dekat aliran Sungai Opak atau bersesuaian dengan lokasi patahan Opak.
Gempa ini juga memicu banyak rekahan di permukaan tanah di wilayah Jogja bagian selatan, Bantul, hingga Klaten di Jawa Tengah. Sebagian dari rekahan tersebut mengeluarkan semburan pasir dari dalam tanah, yaitu indikasi terjadinya proses likuifaksi (liquifactions).
Komite Penanggulangan Bencana pada tahun itu menyebutkan, gempa Jogja 1867 merupakan bencana yang mengerikan dan berharap agar bencana semacam ini tidak terulang kembali.
"Kita berharap Yogyakarta akan aman untuk waktu yang lama, jangan lagi ada bencana mengerikan seperti yang terjadi saat ini. Namun kita paham bahwa hal itu tidak benar (karena kejadian gempa akan selalu berulang) dan kejadian ini menjadi pelajaran yang tidak boleh dilupakan" tulis laporan Komite Penanggulangan Bencana waktu itu, dikutip detikJateng pada Rabu (26/10/2022).
Selengkapnya soal laporan gempa dahsyat pada 1867 silam...
            
            
            
            
            (ams/dil)