Sebagian ruang publik di kampus yang menyimpan banyak kenangan bagi mahasiswa biasanya punya julukan tersendiri. Salah satunya ruang terbuka di kampus Fisipol UGM yang berjuluk San Siro. Bagaimana ceritanya taman yang dikepung gedung kampus itu dijuluki San Siro?
Mengenal San Siro
Identitas San Siro melekat pada setiap generasi mahasiswa. Konon penamaan itu sudah ada sejak era 80-an atau 90-an. Tenaga kependidikan di bidang umum dan perlengkapan Fisipol UGM, Damiri, menceritakan awal mula San Siro dari sudut pandang fakultas.
"Kalau dari fakultas tidak ada penamaan yang resmi. Sebutan San Siro muncul dari kalangan mahasiswa sendiri. Mungkin disebut San Siro karena dulunya taman itu kan lapangan voli dan bisa dipakai untuk main bola kecil-kecilan," kata Damiri ketika dihubungi detikJateng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah, mahasiswa zaman dulu favorit tim sepak bolanya masih dari Italia, makanya merujuk ke salah satu nama stadion di sana, yaitu San Siro milik Milan," imbuh Damiri.
Damiri juga membagikan kesan bahwa San Siro yang dulu memang lebih berkesan, terutama untuk para pegawai. Sebab, dulu San Siro masih dapat dimanfaatkan untuk olahraga.
"Kalau dibandingkan dengan sekarang memang lebih meriah dulu. Karena ada lapangan untuk olahraga. Apalagi ketika Dies Natalis itu kan ada lomba olahraga antar pegawai dan mahasiswa. Jadi rame, gayeng, semua meramaikan bareng-bareng di San Siro," kenang Damiri.
'Sana Sini Asap Rokok'
Menariknya, ada versi penafsiran lain dari San Siro yang muncul kembali dari spontanitas di kalangan mahasiswa. Hal itu diceritakan oleh salah satu dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan, Joash Tapiheru, yang dulunya mahasiswa Fisipol UGM tahun 90-an.
"Saya 1998 mahasiswa D3 Komunikasi, terus 1999 pindah jurusan masuk S1 Politik dan Pemerintahan. Kalau awal sejarah nama San Siro saya kurang tahu. Yang saya ketahui San Siro itu akronim dari Sana Sini Asap Rokok. Karena dulu kan mahasiswa sering nongkrong di situ sambil merokok," tutur Joash.
Tentang San Siro pada era 90-an, silakan baca di halaman selanjutnya...
Joash kemudian juga menceritakan bagaimana bentuk dan fungsi San Siro dulunya ketika ia masih mahasiswa.
"Sebelum jadi taman seperti sekarang, dahulu itu ada lapangan voli dan biasanya juga dipakai futsal. Terus ada tempat duduk berbentuk U. Terus sisi utaranya jadi tempat parkir mobil dosen yang dalam. Kalau sekarang jadi bangku kotak di tengah yang diapit pohon. Lalu di sisi timur (Gedung BE) ada tangga plaza. Jadi kalau mau naik ke lantai 2 langsung naik (dari tengah) tidak seperti sekarang lewat pinggir," papar Joash.
San Siro sebelum Dipugar
Joash menyebut taman San Siro selalu lekat pada fungsinya sebagai ruang publik. "Sebetulnya sama-sama ada enak dan tidak enaknya dari San Siro yang dulu dan sekarang. Yang jelas hilang kan fungsi San Siro sebagai tempat olahraga," kata Joash.
"Namun ada yang bertambah fungsinya saat ini seperti selasar yang lebih luas, dan San Siro sebagai ruang publik tidak berubah dan tetap terlayani dengan bentuk yang sekarang," ujarnya.
Ia kemudian membagikan pengalaman paling berkesan semasa kuliah ketika San Siro belum dipugar.
"Yang jelas diskusi ya kalau di San Siro. Lalu dulu pernah ketika mahasiswa saya mengikuti semacam kuis atau permainan diadakan di situ, pernah menang lomba banyak-banyakan nempelin sachet (nama salah satu produk minuman) lalu dapat Rp 100 ribu terus dibagi sama teman-teman yang lain buat beli rokok lumayan," kata Joash sambil tertawa.
Pentingnya San Siro sebagai ruang publik juga diutarakan oleh Ghea, mahasiswa jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM angkatan 2020. Menurutnya, sampai saat ini pun San Siro masih relevan dipertahankan bentuk dan fungsinya untuk mengakomodasi berbagai aktivitas civitas akademika mahasiswa.
"San Siro sendiri kan ruang komunal ya. Ketika duduk di San Siro tidak hanya mendapatkan satu perspektif saja, karena dari semua jurusan itu bisa ngumpul di satu tempat dan ngobrolin banyak hal," kata Ghea.