Mitos Dusun Kasuran Sleman, Warga Sakit Jika Tidur di Kasur Kapuk

Mitos Dusun Kasuran Sleman, Warga Sakit Jika Tidur di Kasur Kapuk

Jauh Hari Wawan S - detikJateng
Selasa, 01 Mar 2022 01:22 WIB
Dusun Kasuran, Seyegan, Sleman.
Dusun Kasuran, Seyegan, Sleman. (Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJateng)
Sleman -

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyimpan ragam budaya dan cerita. Tak ayal di setiap daerahnya punya kisah sendiri-sendiri.

Seperti di Dusun Kasuran di pinggiran Jogja utara. Tepatnya di Kapanewon Seyegan, Kabupaten Sleman. Terdapat satu mitos yang begitu terkenal tentang kampung itu.

Dari cerita sesepuh setempat, warga akan sakit jika tidur di kasur yang bahannya terdapat kapuk. Cerita turun-temurun ini menjadi mitos dan masih begitu dipercaya oleh 470 kepala keluarga (KK) yang mendiami kampung itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mitos yang beredar di masyarakat umum, warga Kasuran jika tidur tidak menggunakan kasur. Namun, Dukuh Kasuran, Suparman, meluruskan. Ia menegaskan warga tidur masih di atas kasur hanya saja kasur dengan bahan selain kapuk.

"Jadi tidak pakai kasur kapuk. Bukan tidak menggunakan kasur," kata Suparman beberapa waktu lalu.

ADVERTISEMENT

Munculnya mitos

Munculnya mitos ini berawal dari kisah sejarah berdirinya Padukuhan Kasuran. Sepengetahuannya ada dua versi.

Pertama, diceritakan bahwa Kasuran merupakan peninggalan Sunan Kalijaga. Dahulu, Sunan Kalijaga disebut pernah berdakwah di Kasuran.

"Sunan Kalijaga itu dakwah di Kasuran. Terus dia pas istirahat katanya pakai alas kapuk terus sakit. Setelah itu tidak pakai lagi karena di bawahnya untuk tidur itu katanya ada ularnya," tuturnya.

Sementara versi kedua, ia mengatakan bahwa dulu ada peperangan yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro terjadi di wilayah Kasuran. Nama Kasuran sendiri berasal dari kasoran yang mana kata dasarnya adalah asor atau kalah.

"Versi yang kedua versi Peperangan Diponegoro. Di sini mengalami kekalahan makanya asor. Kalah kan asor nah jadi kasoran itu kalah. Tapi terus kok jadi kasuran. Apakah itu digabung sama cerita Kalijaga ya? Saya kurang tahu tapi ceritanya kayak gitu," ujarnya.

Akan tetapi, mitos itu bukan isapan jempol semata. Meski tak diketahui secara pasti perihal kebenarannya, namun telah banyak terjadi kasus-kasus yang menimpa warga hanya karena mereka tidur menggunakan kasur.

Kasus yang terjadi

Bahkan, tak hanya sekali atau dua kali saja. Kebanyakan kasus yang terjadi adalah para warga tersebut mendadak jadi sakit setelah tidur menggunakan kasur. Suparman mengaku sempat menyaksikan hal itu.

Kasus pertama, dahulu ada orang dari Jakarta pulang ke Kasuran. Saat itu orang tersebut membawa kasur kapuk. Saat kasur sudah dimasukkan ke dalam kamar, orang tersebut melihat ular besar dan seluruh keluarganya sakit.

"Kasur itu untuk alas tidur dan di kamarnya dilihat kayak ada ular gede gitu. Dia juga sakit sekeluarga sakit semua. Setelah kasurnya dipindah dan dikasihkan saudaranya, dia sembuh," ucapnya.

Cerita kedua, ada warga luar daerah yang pindah ke Kasuran. Saat itu dia juga membawa kasur kapuk untuk tidur dan sakit.

"Warga kita pindahan dari Plosokuning dulu juga gitu. Anaknya yang pakai sakit. Ternyata ada kasur kapuknya itu. Sakitnya itu tidak bisa dideteksi lho," ujarnya.

Yang ketiga, kejadian baru beberapa tahun lalu. Seorang sinden bernama Bu Rukiyah membeli kasur di pedagang keliling. Namun, saat itu tidak diketahui bahwa di dalam kasur itu ada sedikit kapuk.

Kasur itu pun digunakan Bu Rukiyah untuk tidur. Dia lantas jatuh sakit selama setahun lamanya.

Setelah kasur berisi kapuk tersebut dirusak, Bu Rukiyah sembuh dalam waktu sepekan. Namun sayang, Bu Rukiyah saat ini telah meninggal akibat kecelakaan.

"Tapi setelah dibakar dirusak kasurnya sembuh. Gemuk lagi. Dan dia nyinden lagi karena profesinya sinden. Diperiksakan nggak ada sakitnya. Di dokter mana pun, nggak ada," ujarnya.

Kepercayaan masing-masing

Suparman mengatakan, bahwa tak pernah melarang warga jika ingin menggunakan kasur berbahan kapuk. Namun, dengan berbagai kejadian itu warga punya kepercayaan tersendiri.

"Tapi di sini bukan larangan ya. Tidur pakai kasur kapuk tidak ada yang melarang. Cuma orang-orang itu sudah kebiasaan. Tapi saya sendiri mau menghilangkan mitos itu juga nggak berani. Mau tidur nyoba pakai itu (kapuk) juga tidak berani," ucapnya.

Suparman melanjutkan, kebiasaan warga untuk tidak tidur di kasur kapuk sudah turun-temurun. Bahkan dari Mbah Kasur, orang yang pertama di Kasuran juga tidak menggunakan kasur kapuk.

"Mbah Kasur itu cikal bakal di sini. Orang yang pertama hidup di Kasuran. Dia juga tidak pakai kasur," katanya.

Sementara itu, warga Kasuran, Ngadikin (52) mengatakan hingga saat ini dia tidak menggunakan kasur kapuk. Bahkan anak-anaknya yang notabene sudah hidup di zaman modern juga takut menggunakan kasur kapuk.

"Ya dari dulu sejak kecil sudah sejak nenek dulu. Kalau dulu kan dari kasur sepet. Terus sekarang pakai busa. Kalau pakai kapuk nggak bisa," katanya.

Menurutnya kapuk hanya bisa digunakan untuk bantal dan guling.

"Pokoknya jangan sampai kapuk digunakan untuk kasur," katanya.

Namun, ketika warga Kasuran tidur di luar dusun, mereka tidak mengalami masalah ketika menggunakan kasur kapuk. Hal sebaliknya ternyata juga berlaku.

"Pendatang dari Jakarta ke sini pakai kapuk juga nggak bisa. Tapi kalau orang Kasuran keluar (Kasuran) pakai kapuk nggak papa," ucapnya.

Meski memiliki nama Kasuran, masyarakat di desa tersebut terkesan jauh dengan yang namanya kasur. Seperti melawan modernitas, penduduk di desa ini masih mempertahankan mitos yang dipercaya secara turun-temurun sejak zaman nenek moyangnya dahulu.

Namun, apapun itu tradisi dan budaya leluhur tetap dijaga untuk mempertahankan identitas budaya di daerah tersebut. Warga tetap hidup berdamai dengan mitos.




(rih/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads