Irung Petruk, Kelokan Legendaris Gunungkidul di Jalan Wonosari-Jogja

Irung Petruk, Kelokan Legendaris Gunungkidul di Jalan Wonosari-Jogja

Ristu Hanafi - detikJateng
Senin, 28 Feb 2022 11:50 WIB
Kelokan Irung Petruk, Gunungkidul, Minggu (27/2/2022).
Kelokan Irung Petruk, Gunungkidul, Sabtu (26/2/2022). Foto: Ristu Hanafi/detikJateng
Gunungkidul - Nama Irung Petruk tidak asing bagi pengguna jalan Wonosari-Jogja, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), era sebelum tahun 2005 silam. Irung Petruk adalah nama salah satu tikungan atau kelokan tajam 180 derajat di ruas jalan utama yang menghubungkan Kota Wonosari dengan Kota Jogja.

Lokasi kelokan Irung Petruk

Kelokan Irung Petruk berada di Dusun Karangsari, Kalurahan Nglanggeran, Kapanewon Patuk, Gunungkidul.

Jika dari arah Wonosari, jalan ini menikung ke kiri. Sebelah kiri jalan terdapat lahan pertanian yang permukaannya lebih rendah sekitar 1-2 meter jika dibandingkan muka jalan. Kemudian sebelah kanan jalan konturnya lebih tinggi.

Di pinggir jalan sisi kanan ada sebuah prasasti yang sudah berumur. Terdapat gambar kepala tokoh wayang Petruk dan tulisan Irung Petruk. Prasasti itu kini tampak termakan usia, gambar dan tulisan sudah tidak lagi jelas, catnya luntur, dan tertutup semak.

"Iya tikungannya dinamai Irung Petruk," kata salah satu tokoh masyarakat di RW 01 Dusun Karangsari, Zunaidi (49), saat dihubungi detikJateng, Minggu (27/2/2022).

Saat ini kelokan Irung Petruk sudah tidak difungsikan sebagai jalan umum setelah ada normalisasi dengan pembangunan jembatan.

"Karena mungkin dari analisa dinas terkait, tikungan Irung Petruk ini sangat susah dan cukup ekstrem. Semakin lama jumlah kendaraan bukannya surut tapi semakin ramai. Akhirnya dibuat jembatan sekitar tahun 2004-2005," jelasnya.

Prasasti kelokan Irung Petruk, Gunungkidul, Minggu (27/2/2022).Prasasti kelokan Irung Petruk, Gunungkidul, Sabtu (26/2/2022). Foto: Ristu Hanafi/detikJateng

Zunaidi mengungkapkan, saat kelokan Irung Petruk masih sebagai jalan umum, di lokasi tersebut memang sering terjadi kecelakaan.

"Tikungannya cukup ekstrem dan sering laka," ungkapnya.

Terkait prasasti, Zunaidi mengatakan prasasti bergambar tokoh wayang Petruk itu dibikin oleh warga setempat. Menurutnya, prasasti itu sebagai salah satu penanda bahwa tikungan itu bernama Irung Petruk.

"Penanda kalau warga Karangsari saat itu naik bus, naik-turunnya di situ. Bisa juga diistilahkan sebagai branding dan ikon tikungan Irung Petruk, biar kalau dilihat orang luar kota itu tahu 'oh ini to yang namanya tikungan Irung Petruk'," paparnya.

Prasasti kelokan Irung Petruk, Gunungkidul, Minggu (27/2/2022).Prasasti kelokan Irung Petruk, Gunungkidul, Sabtu (26/2/2022). Foto: Ristu Hanafi/detikJateng

Rawan kecelakaan

Kelokan Irung Petruk dikenal rawan kecelakaan. Apalagi bus dan truk banyak yang melintasi kelokan ekstrem tersebut. Waktu itu lebar jalan masih tergolong sempit, belum selebar saat ini.

Salah satu sopir truk yang pernah mengalami kecelakaan di kelokan Irung Petruk adalah Rofik (33).

Sudah bertahun berlalu, Rofik lupa tanggal persis kecelakaan yang dialaminya itu. Namun dia mengingat kejadian sekitar 1-2 tahun sebelum jembatan Irung Petruk dibangun.

Saat itu dia tergolong sopir muda, namun telah cukup jam terbang mengemudikan truk.

"Saya ingat waktu itu bawa gaplek. Saya sopiri truk tronton itu, pas lewat tikungan Irung Petruk, truk ngglempang (terguling)," kenang Rofik, saat berbincang dengan detikJateng, Sabtu (26/2/2022).

Saat itu dia kecelakaan tunggal. Beruntung warga Kapanewon Karangmojo, Gunungkidul, itu tidak mengalami luka serius.

"Tikungan Irung Petruk memang tajam, lebar jalan juga masih sempit, belum selebar seperti sekarang ini," imbuh Rofik yang saat ini masih beraktivitas sebagai sopir truk antarprovinsi.

Salah satu pelaju pada tahun 2000-an, Bekti Nugroho, juga mengamini kelokan Irung Petruk merupakan salah satu titik rawan di sepanjang jalan Wonosari-Jogja.

Pada tahun 2000-an, Bekti melaju naik motor Wonosari-Jogja. Pria asli Gunungkidul ini kala itu menempuh pendidikan menengah atas di salah satu sekolah di Kota Jogja.

"Ya nglaju pasti lewat Irung Petruk. Saat itu memang rawan kecelakaan, tikungan tajam, jalannya sempit," kata Bekti saat berbincang dengan detikJateng.

Saat itu Bekti melaju naik sepeda motor dan kadang naik bus umum. Kala itu, keberadaan sepeda motor belum sebanyak sekarang. Sehingga banyak bus umum ukuran sedang hingga besar yang hilir-mudik mengangkut penumpang Wonosari-Jogja.

"Waktu itu bus banyak dan truk juga. Kendaraan pribadi ada, motor juga tapi belum sebanyak sekarang," imbuhnya.

Normalisasi Irung Petruk

Kelokan Irung Petruk disasar program normalisasi jalan Wonosari-Jogja. Saat ini kelokan itu tidak lagi difungsikan sebagai jalan umum. Kelokan Irung Petruk dipotong jembatan sepanjang sekitar 100 meter.

Jembatan dibangun tahun 2005, seperti informasi yang tertulis pada prasasti jembatan itu. Antara titik kelokan Irung Petruk dan jembatan berjarak sekitar 200 meter.

Jembatan Irung Petruk di Jalan Wonosari-Jogja, Gunungkidul, Sabtu (26/2/2022).Jembatan Irung Petruk di Jalan Wonosari-Jogja, Gunungkidul, Sabtu (26/2/2022). Foto: Ristu Hanafi/detikJateng

Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPUPRKP) Gunungkidul, Wadiyana, mengatakan jalan Wonosari-Jogja berstatus jalan nasional. Untuk program normalisasi Irung Petruk saat itu ditangani oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN).

Menurutnya, normalisasi jalan pada umumnya adalah untuk mempermudah akses kendaraan melintas.

"Jalan nasional yang menangani PJN. Irung Petruk itu tikungannya memang terlalu tajam, rawan kecelakaan, sehingga diperlukan normalisasi dibangun jembatan," kata Wadiyana saat dihubungi detikJateng, Minggu (27/2/2022).

"Untuk kendaraan berat dan besar susah kalau harus lewat tikungan itu, sehingga normalisasi ini menjadi sangat penting untuk memperlancar akses kendaraan besar dan berat," imbuhnya.


(rih/ahr)


Hide Ads