Prambanan hingga Borobudur Resmi Jadi Pusat Ibadah Hindu dan Buddha

Prambanan hingga Borobudur Resmi Jadi Pusat Ibadah Hindu dan Buddha

Heri Susanto - detikJateng
Jumat, 11 Feb 2022 16:34 WIB
Prosesi Ruwat Rawat Borobudur (RRB) ke-20 di Candi Borobudur
Prosesi Ruwat Rawat Borobudur (RRB) ke-20 di Candi Borobudur. (Foto: Eko Susanto/detikJateng)
Jogja - Candi Borobudur, Pawon, Mendut, dan Prambanan telah resmi menjadi pusat ibadah bagi Umat Hindu dan Buddha. Peresmian ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman lintas Kementerian, Pemda DIY, dan Pemprov Jawa Tengah hari ini.

Kementerian yang terlibat yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian BUMN, dan tokoh Umat Hindu Kementerian Agama. Serta perwakilan dari Umat Budha S Hartati Murdaya, tokoh Umat Hindu yang juga Stafsus Presiden Dr. A.A. Ngr. Ari Dwipayana.

Nota Kesepahaman ini disebut menjadi langkah awal untuk pengembangan keempat candi tersebut menjadi Pusat Ibadah Umat Hindu dan Buddha. Nantinya, umat Hindu dan Budha seluruh dunia bisa mengunjungi keempat candi tersebut dengan ketentuan dari masing-masing agama.

Usai penandatanganan tersebut, Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera dari Sangha Theravada Indonesia (STI) mempertanyakan kebijakan pemanfaatan Candi Borobudur sebagai pusat ibadah umat Buddha. Ia mempertanyakan tak adanya tempat khusus untuk beribadah di Candi Borobudur selama ini.

"Kami menerima sangat bersyukur dan berterima kasih. Tapi, ngibadahipun wonten pundi (beribadahnya dimana)?" kata Bhikku Sri Pannavaro Mahethera saat jumpa pers usai penandatanganan Nota Kesepahaman di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, Jumat (11/2/2022).

Sri Pannavaro menjelaskan, di Candi Borobudur sampai saat ini belum ada tempat khusus ibadah yang bisa melindungi umat dari panas dan hujan. Terkait kebutuhan tempat ibadah itu, Sri Pannavaro juga mengaku sudah sering berdiskusi dengan Sultan.

"Karena kalau hujan, kalau hujan panas itu umat Hindu kepanasan dan kehujanan semua. Sedangkan yang sudah sepuh dari dalam negeri dan luar negeri tidak bisa naik semua," jelasnya.

"Ngarso Dalem, sering komunikasi dengan kami, inisiatif justru malah dari Ngarso Dalem, mbok di salah satu zona di Borobudur tidak tetap aturan Unesco bisa dibangun pendopo," katanya.

Pendopo ini, kata Sri Pannavaro, bukan sebagai vihara. Melainkan hanya pendopo terbuka yang salah satunya bisa dimanfaatkan untuk tempat ibadah Umat Buddha.

"Pendopo itu bukan Vihara, bukan tempat ibadah permanen. Hanya pendopo saja, terbuka, toh bisa melihat Candi Borobudur. Dimana umat Buddha, bisa duduk bermeditasi, membaca Paritta," jelasnya.

Selain Pendopo, kata Sri Pannavaro, juga perlu disediakan tempat untuk menancapkan dupa. Meski, hak tersebut tak menjadi keharusan.

"Ngarso Dalem mengatakan, ada tempat nancapkan dupa, meskipun itu tidak keharusan meskipun itu sunnah. Tetapi kalau umat Buddha bisa nancapkan dupa itu, rasanya mantab sekali," katanya.

"Nah pendopo itu,beliau tadi ngendikan belum terealisasi, padahal beliau memberikan usulan pada zaman Menteri Pariwisata Marzuki Usman berapa puluh tahun yang lalu. Semogalah dengan MoU ini bisa terlaksana," katanya.

Koordinator Stafsus Menteri Agama Adung Abdul Rochman menjawab jika setelah penandatanganan MOU ini, pihaknya akan segera menindaklanjuti dengan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Nanti akan dibangunkan seperti yang panjenengan tadi ngendikan (Anda tadi sampaikan) baik di Borobudur maupun Prambanan, kami harap nanti ada komunikasi dengan Kemendikbud maupun Umat Buddha sesuai dengan kaidah-kaidah cagar budaya," katanya.

Yang jelas, lanjut Adung, bangunan untuk beribadah tersebut nantinya tidak berdampak pada Candi Borobudur dan Prambanan sebagai cagar budaya. Tapi, keberadaan bangunan bisa dimanfaatkan baik Umat Buddha maupun Hindu untuk beribadah dan melihat candi.

"Umat itu masih tetap bisa melihat Candi. Menindaklanjuti dari MoU ini," jelasnya.

Ia menambahkan, Nota Kesepakatan ini menjadi wujud pelaksanaan pengembangan moderasi beragama, melengkapi cagar budaya dengan kehidupan kebudayaan keagamaan yang luhur (living culture).

"Juga menambah daya tarik pariwisata cagar budaya sebagai destinasi pariwisata prioritas, sekaligus dimaksudkan mewadahi tujuan idiil menyampaikan pesan masa lalu dari para leluhur kebudayaan bangsa," jelasnya.


(sip/sip)


Hide Ads