Kasus dugaan kekerasan seksual kini muncul di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Sebelumnya, awal Januari 2022, kasus dugaan seksual juga terjadi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Kasus dugaan seksual di UMY saat itu berujung dengan pemberhentian (DO) secara tidak hormat terhadap seorang mahasiswa yang diduga sebagai pelakunya.
Kini, kasus dugaan kekerasan seksual terhadap salah satu mahasiswi UNY angkatan 2019 yang menjadi sorotan. Diduga, pelakunya seorang senior di Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKMF) Sangkala Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNY.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BEM KM UNY ungkap terduga pelaku dua orang
Ketua BEM KM UNY Ryan Maulia Muhammad mengatakan pihaknya masih menelusuri laporan korban pada periode kepemimpinan BEM sebelumnya. Namun, Ryan mengaku masih kesulitan mencari data itu. Sebab, pengurus BEM sebelumnya sudah lulus.
"Sampai saat ini masih kesulitan (mencari laporan korban), kemungkinan kasus ini dilaporkan ke periode 2019/2020 yang mana ketua atau pun pengurusnya telah lulus," kata Ryan kepada wartawan, Kamis (27/1/2022).
Dalam perkembangan kasusnya, Ryan mengungkapkan jika kejadian dugaan kekerasan seksual ini terjadi pada 2019. Selain itu, terduga pelaku bukan hanya 1, melainkan 2 orang.
Namun, kedua terduga pelaku itu bukan dalam wadah satu organisasi. Sedangkan lokasi dugaan kekerasan seksual itu tidak terjadi di lingkungan kampus.
"Iya, kasusnya tidak terjadi di kampus. Untuk terduga pelaku ada 2 orang. Dari info yang saya dapat, satu (terduga pelaku) sudah lulus namun yang satu lagi belum," kata Ryan.
Dia berharap penyintas segera melaporkan kejadian ini. Tanpa laporan resmi, pihak kampus maupun BEM belum bisa memanggil terduga pelaku. Jika penyintas berniat membawa kasus ini ke ranah hukum, BEM akan memberikan pendampingan.
"Saat ini kami masih mencoba membangun komunikasi dengan korban untuk mendapatkan info dan sebisa mungkin memberi pendampingan, hingga nantinya dapat menjembatani laporan ke rektorat," kata Ryan.
"Jika korban nantinya melaporkan secara mandiri, kampus bersifat terbuka, terkait informasi yang dibutuhkan dan mendukung kepolisian untuk menyelesaikan kasus ini," pungkasnya.
Pernyataan UKMF Sangkala FBS UNY
Pihak UKMF Sangkala FBS UNY telah mengeluarkan pernyataan sikap terkait dugaan kasus kekerasan seksual itu melalui akun Instagram resmi @sangkalafbsuny.
Dalam unggahannya, Sangkala FBS UNY menyatakan komitmen untuk menindak tegas segala macam bentuk kekerasan seksual.
Sangkala FBS UNY menjelaskan, kasus dugaan kekerasan seksual itu diadukan ke DPO pada 15 Januari 2022. Terduga pelaku disebut berinisial SR. SR telah dinonaktifkan dari seluruh aktivitas organisasi dan dicabut hak-haknya sampai selesainya penyelidikan kasus itu.
DPO dan PI Sangkala FBS UNY juga membentuk Tim Pencari Fakta. Tim ini akan melibatkan pihak-pihak berkompeten dan independen. Selama penyidikan berlangsung, mereka menyediakan pendampingan dan perlindungan kepada penyintas.
"Sebagai tanggung jawab moril terjadinya kasus ini, kami siap menuntaskan dugaan kasus kekerasan seksual ini dengan mengutamakan keberpihakan terhadap penyintas. Kami tidak akan memberikan tempat bagi pelaku kekerasan seksual demi menciptakan ruang yang aman bagi seluruh anggota," tutup pernyataan sikap itu.
Rektor UNY Masih Mencari Informasi
Pihak kampus saat ini masih melakukan penelusuran sambil menunggu laporan dari penyintas.
"Belum (ada laporan), justru kami baru mencari. Kami belum dapat informasi dari pihak-pihak terkait. Tapi kami pro aktif (menelusuri)," kata Rektor UNY Prof Sumaryanto kepada wartawan, Rabu (26/1/2022).
Rektorat, kata Sumaryanto, akan membentuk Satgas untuk menangani kasus ini. Selain itu, pihaknya juga akan merevisi Peraturan Rektor No 17 Tahun 2020 Tentang Penanggulangan Kekerasan Seksual di UNY mengacu pada Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021.
"Benar, (akan membuat Satgas) melibatkan unsur BEM," ucapnya.
Soal kasus dugaan kekerasan seksual itu, Rektorat menyatakan akan memberikan sanksi sesuai aturan. Jika pelakunya terbukti bersalah, kampus bisa memberikan sanksi internal bahkan sampai ke ranah hukum.
"Kami kan ada etika mahasiswa, etika dosen, maka karena kami punya rambu-rambu itu bisa menggunakan sanksi internal. Tetapi kalau sudah masuk ranah eksternal, publik, pidana, kami serahkan ke penegak hukum," ungkapnya.
(dil/dil)