Komisaris PT Matahari Makmur Sejahtera (MMS), Jap Ferry Sanjaya, mengajukan eksepsi usai didakwa menilap uang pengelolaan Plaza Klaten sebesar Rp 6,5 miliar. Pengacaranya, Otto Cornelis Kaligis, menyebut kliennya itu dikriminalisasi dan tak ada kerugian negara yang muncul.
Pria yang kerap disapa OC Kaligis itu membacakan eksepsi atau nota keberatan dalam sidang dakwaan Ferry di Pengadilan Tipikor Semarang. Terdapat tiga terdakwa lainnya dalam kasus itu, yakni Jaka Sawaldi dan Jajang Prihono selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Klaten, serta Didik Sudiarto selaku Kabid Pengelola Pasar DKUKMP.
Dakwaan keempatnya dibacakan terpisah. Usai dakwaan Ferry dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), tim hukum langsung mengajukan eksepsi dan membacakan eksepsi yang sudah disiapkan.
Dalam eksepsinya, Kaligis menegaskan Ferry tidak pernah merugikan negara, justru disebut membantu Pemkab Klaten menagih dan membayarkan uang sewa dari Matahari Department Store (MDS) ketika pemerintah tidak mampu menagih tunggakan.
"Terdakwa diminta untuk memperbaiki ruangan yang ditempati PT MDS yang berada di Plaza Platen milik Pemerintah Kabupaten Platen dengan menggunakan uang pribadi, telah membantu Pemerintah Kabupaten Klaten untuk memperoleh pemasukan ke kas daerah atau sewa yang belum dibayarkan oleh PT MDS," kata Kaligis di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kamis (4/12/2025).
Ia juga menyebut banyak pejabat Pemkab Klaten, termasuk Sekda, Kepala BPKD, Kepala Bappeda, Bagian Hukum, hingga Bupati saat itu, turut menandatangani dan menyetujui proses kerja sama sebelum perjanjian sewa diteken pada Januari 2023.
"Terdakwa tidak memiliki kewenangan untuk memaksa Pemkab Klaten menyewakan Plaza Klaten kepada terdakwa pada tahun 2023. Seandainya Pemkab Klaten tidak menyetujui bekerja sama dengan terdakwa dalam penyewaan Plaza Klaten, maka kerja sama tersebut tidak akan terjadi," tegasnya.
"Bahkan dengan bangganya Bupati Ibu Sri Mulyani membuka, meresmikan Plaza Klaten. Dan seandainya harus lelang, maka yang bertanggung jawab adalah para pejabat tersebut, termasuk Bupati pada saat itu yaitu Ibu Sri Mulyani, bukan terdakwa," lanjutnya.
Ia juga menilai dakwaan jaksa tidak jelas mengenai kapasitas Ferry, apakah didakwa sebagai pribadi atau sebagai komisaris dan direktur PT MMS. Menurut Kaligis, ketidakjelasan ini membuat dakwaan seharusnya batal demi hukum.
Terkait angka kerugian negara yang digunakan jaksa, Kaligis menyebut nilainya berubah-ubah dari Rp 10 miliar, Rp 9,1 miliar, hingga terakhir Rp 6,5 miliar.
"Berubah-ubahnya nilai yang dituduhkan kepada terdakwa Jap Ferry Sanjaya menjadikan dakwaan penuntut umum penuh dengan keraguan dan ketidakjelasan, sehingga surat dakwaan yang dibuat penuntut umum mengenai perhitungan kerugian negara tidak jelas dan pasti," ujarnya.
Kaligis juga mengutip putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa kerugian negara dalam perkara korupsi harus nyata, aktual, dan bukan potensi. Dalam perkara ini, kata dia, Ferry justru meningkatkan pendapatan daerah dari yang tadinya sekitar Rp 600 juta.
"Setelah terdakwa Jap Ferry Sanjaya mengelola Plaza Klaten, pendapatan Pemkab Klaten melonjak menjadi Rp 3 miliar per tahun. Hal ini mempertegas negara tidak dirugikan atas pengelolaan Plaza Klaten oleh Jap Ferry Sanjaya, faktanya justru negara diuntungkan," ungkapnya.
(apu/alg)