Tok! Brigadir Ade Pembunuh Bayinya Sendiri Divonis Bui 13 Tahun

Tok! Brigadir Ade Pembunuh Bayinya Sendiri Divonis Bui 13 Tahun

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 24 Nov 2025 16:10 WIB
Terdakwa Brigadir Ade Kurniawan dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (24/11/2025).
Terdakwa Brigadir Ade Kurniawan dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (24/11/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Brigadir AK alias Ade Kurniawan, pelaku yang menganiaya bayinya berinisial NA hingga tewas, divonis hakim penjara 13 tahun. Ia juga diminta membayar restitusi Rp 74 juta.

Ketua Majelis Hakim, Hasanur Rachman Syah Arif, membacakan vonis terhadap Ade dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Ade yang hadir mengenakan kemeja putih dan rompi tahanan oranye itu diminta berdiri saat hakim membacakan putusan.

"Menyatakan Terdakwa Ade Kurniawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan mati, dilakukan oleh orang tuanya," kata Hasanur di PN Semarang, Senin (24/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ade Kurniawan dengan pidana penjara selama 13 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Menjatuhkan pidana terdakwa untuk membayar restitusi sebesar Rp 74,7 juta," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Hukuman penahanan itu, kata hakim, dikurangi masa penahanan yang telah dijalani Ade. Dalam kasus itu, barang bukti berupa kaos, selimut, hingga buku kesehatan ibu/anak, dikembalikan ke ibu korban.

Dalam putusan, hakim mempertimbangkan keadaan yang meringankan Ade yakni menyesal dan tidak akan mengulangi perbuatannya.

"Keadaan yang memberatkan, perbuatan terdakwa menyebabkan NA meninggal dunia. NA adalah anak kandung terdakwa di luar nikah dengan saksi DJP, terdakwa tidak mengakui perbuatannya, seorang aparat hukum yaitu polisi seharusnya mengerti soal hukum," ungkap hakim.

Ade disebut melanggar tiga pasal, yakni Pasal 80 ayat (3) dan (4) juncto Pasal 76C UU Perlindungan Anak, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian.

Hakim menjelaskan, keduanya disebut berkenalan pada sebuah pesta pada akhir Oktober 2023, kemudian menjalin hubungan layaknya pasangan suami istri.

"Dari hasil pemeriksaan USG diketahui bahwa DJP telah hamil dengan usia kandungan 5 minggu. Oleh dokter kandungan tersebut DJP disarankan kontrol kandungan sebulan sekali," katanya.

Usai dinyatakan hamil, DJP meminta terdakwa untuk menikahinya. Terdakwa kemudian menolak menikahi DJP dengan alasan belum siap secara finansial dan telah memiliki rencana menikah dengan orang lain.

"Kemudian terdakwa meminta agar kandungan tersebut digugurkan saja. Namun DJP tidak mau menggugurkan kandungannya dan tetap menuntut agar terdakwa menikahi DJP," ujarnya.

Setelah DJP menolak permintaan untuk menggugurkan kandungan, keduanya sepakat untuk tinggal bersama dan membesarkan anak yang dikandung DJP. Anak mereka, yang diberi nama NA, lahir pada 7 Januari 2025 di sebuah rumah sakit di Kota Semarang.

Hubungan keduanya pun diwarnai konflik. Pada pertengahan Januari 2025, mereka melakukan tes DNA untuk memastikan status biologis anak. Hasil tes menunjukkan Ade adalah ayah kandung bayi tersebut dengan tingkat kepastian 99,99999 persen.

"Selanjutnya, tanggal 1 Februari 2025, keluarga terdakwa datang ke rumah paman DJP untuk membicarakan masalah pertanggungjawaban terdakwa kepada DJP. Terdakwa bersikeras untuk tidak menikahi DJP, tetapi hanya memberi nafkah bulanan," ungkapnya.

Konflik kemudian semakin memuncak saat keluarga DJP dan DJP sendiri kerap mendesak Ade untuk menikah. Ade sisebut merasa tertekan dan kesal atas situasi itu.

"DJP dan ibunya sering marah-marah dan mengata-ngatai terdakwa dengan kata-kata kasar. Dikarenakan terdakwa tidak secepatnya menikahi saksi DJP," paparnya.

Puncak kejadian terjadi pada 2 Maret 2025. Saat hendak pergi berbelanja ke Pasar Peterongan, Ade disebut melakukan tindakan kekerasan terhadap bayi tersebut, baik di rumah kontrakan maupun di dalam mobil hingga bayi itu menunjukkan tanda-tanda sesak napas, kejang, dan pucat.

"Terdakwa menggunakan jari jempol dan telunjuk pada bagian kepala bayi satu kali disertai rasa kesal dan jengkel atas perlakuan dan perkataan kasar dari DJP," tuturnya.

Terdakwa Brigadir Ade Kurniawan dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (24/11/2025).Terdakwa Brigadir Ade Kurniawan dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (24/11/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Bayi itu pun sempat menangis selama tiga menit. Usai menganiaya bayinya, Ade sempat panik karena bayi tersebut mengalami sesak napas dan terpejam seperti tertidur.

"Terdakwa sempat panik, kemudian terdakwa mengecek detak jantung dan nadi anak korban terdakwa. Ternyata masih ada denyut nadinya dan napasnya masih ada," kata dia.

Saat hendak menelepon DJP, DJP ternyata sudah berjalan memasuki mobil setelah berbelanja. Ade menyerahkan bayinya dan sempat bercakap-cakap dengan DJP.

Tiba-tiba, DJP mengetahui bayinya terlihat pucat dan bibirnya membiru. Karena DJP panik bayinya tak merespons saat ditepuk-tepuk, bayi itu kemudian dilarikan ke rumah sakit dan sempat mendapatkan perawatan intensif.

"Tetapi pada hari Senin tanggal 3 Maret 2025 sekira pukul 14.00 WIB, anak korban NA meninggal dunia yang disebabkan karena ada cairan yang masuk di dalam paru," ungkapnya.

Bayi NA kemudian dimakamkan. Setelah itu, DJP kembali mendesak pertanggungjawaban Ade untuk menikahinya. Namun, Ade justru meninggalkan DJP tanpa pamit, sehingga membuat DJP semakin jengkel.

"DJP menjadi jengkel dan marah terhadap terdakwa. Kemudian melaporkan perbuatan terdakwa di kantor Polda Jawa Tengah," jelasnya.

Atas permintaan penyidik Ditreskrimum Polda Jateng, dilakukan ekshumasi terhadap makam bayi. Hasil autopsi menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan tumpul pada tubuh korban, termasuk bagian kepala, wajah, dan anggota gerak bagian bawah.

"Sehingga penyebab kematian anak NA bukan karena tersedak susu, melainkan karena kekerasan tumpul pada kepala mengakibatkan perdarahan otak," ungkap hakim.

Diberitakan sebelumnya, seorang oknum anggota Polda Jawa Tengah dilaporkan menganiaya bayi usia 2 bulan hingga meninggal. Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jateng saat ini menangani laporan tersebut.

Laporan yang dilayangkan menggunakan Pasal 80 ayat (3) UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan UU nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan atau Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang Penganiayaan Berat.

Ade pun kemudian didakwa melanggar tiga pasal, yakni Pasal 80 ayat (3) dan (4) juncto Pasal 76C UU Perlindungan Anak, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian.

Halaman 2 dari 2
(apu/afn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads