Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita, membantah pernah memerintahkan bawahannya untuk membakar catatan pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang soal iuran kebersamaan. Begini katanya.
Mbak Ita juga membantah meminta pegawai mengganti ponsel yang bisa menjadi barang bukti kasus dugaan korupsi dirinya dan suaminya, Alwin Basri.
Saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi dirinya di Pengadilan Tipikor Semarang, Mbak Ita menyatakan justru dirinya kaget ketika mengetahui adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengelolaan anggaran yang disebutnya 'sangat fantastis'.
"Saya kaget sekali kalau ada temuan nominalnya sangat fantastis, karena saya selalu menyampaikan harus dijaga, pengelolaan anggarannya harus baik, karena saya pernah dengar kadang proyek belum jalan tapi sudah di SPJ-kan," kata Ita di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (23/7/2025).
Saat ditanya Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi, apakah dirinya memerintahkan penghilangan barang bukti, Mbak Ita langsung membantah.
"(Pernah meminta membakar buku?) Nggak, saya juga tidak tahu bentuknya seperti apa, laporannya seperti apa, kok ujug-ujug (tiba-tiba) saya memerintah kan tidak sesuai," jawab Mbak Ita.
Ia juga membantah saat ditanya apakah pernah menyuruh bawahannya mengganti handphone, termasuk ke ajudan sekalipun.
"(Minta ganti hp? Ke ajudan?) Nggak. (Minta Bapenda, camat, ajudan, agar yang berkaitan dengan proyek barangnya dihilangkan?) Tidak," ujarnya.
Dalam persidangan, Mbak Ita juga menceritakan kronologi ketika pegawai Bapenda tidak menghadiri panggilan KPK. Sebelumnya, ia disebut memberi perintah agar pegawai Bapenda tak menghadiri panggilan KPK dan justru pergi ke Malang.
"Saya lupa tanggalnya, tapi saat itu siang akan ada rapat dengan OPD, Sekda (Iswar) nggak datang-datang. Saat akhirnya datang, bilang 'saya pusing, gugup'," kata Mbak Ita.
"Saya nggak ngerti ternyata ada panggilan oleh KPK, saya tanya siapa yang dipanggil, saya nggak ada pikiran apa-apa. Katanya 'besok pagi aja lah kita bahas, ini kan sudah ditunggu lama'," sambungnya.
Keesokan paginya, kata Mbak Ita, Iswar menjelaskan adanya undangan panggilan pemeriksaan oleh KPK yang disampaikan melalui WhatsApp. Ita pun saat itu mengatakan, jika hendak tak hadir harus izin terlebih dahulu.
"Saya bilang sudah nggak apa-apa paling cuma permintaan keterangan, saat itu Kepala Bapenda dan Binawan menyampaikan, 'saya takut, mau pergi bagaimana ya?' Saya bilang silakan saja tapi harus izin," ujarnya.
Mbak Ita kemudian mengaku sempat berdiskusi dengan orang lain terkait panggilan itu. Orang yang tak disebut identitasnya itu, kata Mbak Ita, menyarankan agar mereka tetap menghadiri panggilan KPK.
"Akhirnya sore saya panggil mereka kembali, saya tanya di mana, katanya perjalanan, saya bilang 'balik-balik'. Saya nggak tahu perginya ke mana. Saya minta sorenya kembali dan besoknya datang saja. Saya sampaikan, tapi saya tidak ada untuk penghancuran dan sebagainya," urainya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
(dil/apu)