Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Jawa Tengah, Nanang Setiyono, menyayangkan langkah Kejaksaan Agung yang melakukan penyitaan aset Sritex.
"Teman-teman buruh sudah sangat lama menunggu upah terutang, pesangon, dan THR yang belum dibayarkan sejak Sritex diputus pailit. Tapi sekarang mereka justru harus menyaksikan aset yang seharusnya menjadi hak kreditor disita oleh negara," kata Nanang kepada awak media di Semarang, Selasa (8/7/2025).
Nanang mengatakan, aset yang disita Kejagung itu merupakan milik perusahaan sebelum tahun 2018, yakni sebelum terjadinya dugaan tindak pidana korupsi. Dia menilai penyitaan itu bertentangan dengan arahan Presiden Prabowo yang meminta agar hak-hak buruh segera diselesaikan.
"Kalau Kejaksaan ikut berebut aset, bagaimana hak buruh bisa dibayar? Bukankah Presiden sudah perintahkan agar hak buruh segera dituntaskan?" ujar dia.
Nanang juga mendesak tim kurator kepailitan Sritex untuk segera menempuh praperadilan. Dia juga berharap Presiden turun tangan dan menegur Kejagung agar menghentikan tindakan penyitaan terhadap aset bundel pailit tersebut.
"Kami tidak antipenegakan hukum, tapi jangan sampai hukum menghancurkan harapan buruh yang telah dikorbankan bertahun-tahun," ucap dia.
Senada diutarakan kuasa hukum eks karyawan PT Sritex dari DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Tengah, Machasin Rochman. Dia bilang sudah mendapat pemberitahuan dari kurator soal penyitaan aset tersebut.
Machasin mempertanyakan soal penyitaan kendaraan tersebut oleh Kejagung. Dia mengatakan, aset tersebut di bawah kewenangan kurator atas dasar penetapan dari putusan pengadilan terkait kepailitan PT Sritex.
"Kurator bekerja berdasarkan penetapan pengadilan, dalam arti barang-barang milik PT Sritex yang dinyatakan pailit otomatis sudah ada penetapan pengadilan bahwa itu barang yang akan dijadikan untuk pembayaran kepada kreditur termasuk pekerja. Ternyata ada penyitaan dari Kejagung, jadi cukup mengganggu dan meresahkan pekerja," kata Machasin.
"Karena barang sudah ditetapkan untuk dilelang untuk pembayaran kepada kreditur PT Sritex, harusnya Kejagung jangan menyita dulu. Karena penetapan belum ada pembatalan dari pengadilan," imbuhnya.
Machasin menambahkan, KSPI Jateng akan terus mendesak agar pembayaran pesangon eks pekerja PT Sritex tetap diutamakan. Menurutnya, 72 mobil yang disita Kejagung itu sudah waktunya dilelang pada bulan ini.
"Sebenarnya sudah ada jadwalnya. Bulan Juli ini sudah saatnya untuk menjual mobil itu. Tahapan sudah berjalan. Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) sudah selesai untuk menilai barang tersebut, sudah terjadwal lelang. Ini saat menjual malah disita, lalu bagaimana ini nanti," pungkas dia.
Penjelasan Kejagung soal penyitaan aset Sritex di halaman selanjutnya.
Dilansir detikNews, Kejagung menyita 72 mobil dari gedung milik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo. Penyitaan itu terkait dengan kasus dugaan korupsi pemberian kredit bank ke PT Sritex Tbk.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menyebut penyitaan dilakukan pada Senin (7/7) lalu, tepatnya di Gedung Sritex 2.
"Adapun penyitaan dilakukan terhadap 72 kendaraan roda empat berdasarkan surat perintah," kata Harli kepada wartawan, Rabu (9/7/2025).
Mobil yang disita terdiri dari banyak jenis, termasuk beberapa mobil mewah di dalamnya. Harli mengatakan terhadap 10 mobil mewah seperti Alphard, Lexus hingga Mercedes-Benz atau mercy dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Jakarta Barat.
Sedangkan terhadap 62 mobil sitaan lainnya sementara masih dititipkan di Gedung Sritex 2. Penjagaannya dilakukan dengan prosedur yang ada.
"Dijaga oleh 10 anggota TNI dan pegawai pada Kejaksaan Negeri Sukoharjo selagi proses pencarian tempat yang aman dan memadai," jelasnya.
Harli kemudian menjelaskan terkait alasan penyitaan puluhan mobil itu. Dia menerangkan bahwa benda atau suratnya digunakan sebagai alat untuk melakukan tindak pidana atau hasil tindak pidana.
"Benda atau surat yang secara langsung berkaitan dengan tindak pidana. Benda atau surat yang berada dalam penguasaan tersangka atau pihak lain, sepanjang relevan dengan perkara," terang Harli.
Dalam kasus ini, Sritex mendapatkan dana kredit dari Bank DKI dan juga Bank BJB senilai ratusan miliar rupiah. Namun, pemberian kredit tersebut diduga tidak sesuai dengan ketentuan.
Bank DKI dan BJB diduga tidak melakukan analisis yang memadai terhadap Sritex sebelum pemberian kredit. Kedua bank diduga tidak mentaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan.
Ditambah lagi, kredit yang diberikan Bank DKI dan BJB diduga digunakan tak sesuai peruntukannya oleh Sritex, yakni modal kerja. Kredit tersebut diduga digunakan untuk membayar utang hingga membeli aset non-produktif.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang tersangka. Mereka adalah:
1. Mantan DirutSritex, Iwan Setiawan Lukminto;
2. Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB tahun 2020, Dicky Syahbandinata;
3.Direktur Utama Bank DKI tahun 2020, Zainuddin Mappa.
(dil/apl)