Round-Up

Alasan Pejabat Bapenda Rahasiakan Setor Iuran demi Nama Baik Mbak Ita-Suami

Tim detikJateng - detikJateng
Selasa, 08 Jul 2025 07:00 WIB
Eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dalam sidang pemeriksaan saksi dugaan korupsi dirinya dan suaminya, Alwin Basri, di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (7/7/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Solo -

Saksi dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang mengaku merahasiakan soal setorannya ke eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri. Alasannya demi nama baik pasutri tersebut.

Hal itu terungkap dalam sidang pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan korupsi Mbak Ita dan Alwin di Pengadilan Tipikor Semarang, kemarin.

Saksi yang dihadirkan dalam sidang itu ialah Kepala Bidang Pengawasan dan Pengembangan Bapenda Kota Semarang, Syarifah; Kepala Bidang Penagihan Pajak Daerah Bapenda Kota Semarang, Bambang Prihartono, dan Kepala Bidang Penyelenggaraan Layanan Perizinan II DPMPTSP Kota Semarang, Yulia Adityorini.

Uang Dibungkus Kertas Kado

Dalam kesaksiannya, Syarifah menyebut dirinya bertugas membawa hasil uang iuran kebersamaan pegawai Bapenda Kota Semarang.

"Nominalnya Rp 300 juta, berbentuk uang tunai, dibungkus pakai kertas kado. Setiap menyerahkan, saya mendampingi Bu Iin (Kepala Bapenda, Indriyasari) untuk menyampaikan. (Diserahkan) Di triwulan akhir Desember 2022, triwulan 1, 2, 3 di 2023. Semua nominalnya 300," kata Syarifah di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (7/7/2025).

Dia bilang permintaan dana dari Mbak Ita disebut disampaikan dalam rapat tertutup para kepala bidang. Saat itu para pejabat disebut kaget karena tidak ada anggaran resmi.

"Saat itu kami kaget, bilang 'mau diambilkan uang dari mana, Bu?'. Kata Mbak Iin 'coba direng-reng, karena kita tidak punya uang dari APBD, coba dari iuran kebersamaan'," jelasnya.

Akhirnya, para pegawai sepakat memberikan uang Rp 300 juta kepada Ita dari iuran kebersamaan. Iuran para pegawai yang awalnya direncanakan untuk piknik ke Bali itu akhirnya dialihkan dengan piknik ke Jogja.

Penyerahan dana untuk Alwin Basri juga dilakukan secara berulang dan diam-diam. Nilainya bervariasi antara Rp 200 juta hingga Rp 300 juta tiap triwulan. Syarifah menyebut, semuanya berasal dari iuran kebersamaan pegawai Bapenda yang dikumpulkan setelah pencairan TPP.

"Kalau Pak Alwin Rp 200 juta, di triwulan kedua Juli Rp 200 juta, triwulan ketiga Rp 300 juta, Oktober Rp 300 juta, November Rp 300 juta, kurang lebih Rp 1 miliar," ujar dia.

Syarifah mengaku hal tersebut tak disampaikan kepada para pegawai yang juga berkontribusi dalam iuran kebersamaan. Hal itu hanya diketahui Kepala Bapenda dan para kabid, termasuk Syarifah.

"Tidak saya sampaikan, karena kita menjaga nama baik Bu Ita dan Pak Alwin," ujarnya.

Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi menanyakan kenapa para kabid tidak menyampaikan adanya penyerahan uang untuk Ita.

"Ada maksud apa, Saudara? Takut dipindah karena nanti tidak ada TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai)?" tanya hakim. Syarifah tidak menjawab.

Kesepakatan Pejabat Bapenda

Saksi lain, Kepala Bidang Penagihan Pajak Daerah, Bambang Prihartono juga menyampaikan hal yang serupa dengan kesaksian Syarifah.

"Informasi itu hanya sampai ke kepala bidang. Saya, Bu Syarifah, Pak Binawan, Bu Iin, sepakat nggak usah disampaikan. Itu kesepakatan kami berempat," kata dia.

Bambang mengakui dirinya sempat menolak permintaan uang untuk Mbak Ita saat pertama kali mendengar nominal Rp 300 juta. Namun akhirnya ikut menyetujui karena takut risiko.

"Karena bawahan, saya tidak bisa menolak itu, dan saya bisa dipindah. Sebetulnya saat itu kita sudah menyampaikan penolakan saat pertama kali saya mendengar angka Rp 300 juta untuk Bu Ita, tapi mau gimana lagi, itu sudah permintaan," ujarnya.

Catatan Iuran Kebersamaan Dibakar

Dalam sidang, Syarifah juga mengaku telah membakar catatan setoran iuran kebersamaan kepada Mbak Ita.

"Saya ditunjuk untuk memegang uang kebersamaan karena supaya tidak tumpang tindih," kata Syarifah di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (7/7/2025).

Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi, lantas bertanya apakah terdapat catatan terkait pengumpulan iuran kebersamaan pegawai tersebut. Syarifah mengaku, catatan tahun 2023 sudah dibakar.

"Catatannya untuk tahun 2023 sudah dibakar. Waktu itu Bu Iin menyampaikan, 'Mbak ada perintah dari Bu Ita, bahwa semua catatan harus dihilangkan'," ungkap Syarifah.

Perintah tersebut, kata Syarifah, disampaikan secara lisan. Saat ditanya hakim mengapa harus dimusnahkan, Syarifah mengaku tak tahu alasannya. Ia berdalih, dirinya hanya menerima perintah sehingga mau tak mau melaksanakannya.

"Saya mendengar dari Bu Iin yang menyampaikan, diperintahkan semua catatan harus dihilangkan atau dimusnahkan," ujar Syarifah.

Tanggapan Mbak Ita di halaman selanjutnya.



Simak Video "Video Eks Walkot Semarang Mbak Ita Divonis 5 Tahun Bui "


(dil/dil)
Berita Terpopuler