Disudutkan Saksi, Eks Wali Kota Semarang Mbak Ita Sebut Sidang Penuh Drama

Disudutkan Saksi, Eks Wali Kota Semarang Mbak Ita Sebut Sidang Penuh Drama

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 30 Jun 2025 16:33 WIB
Eks Walkot Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dalam sidang kasus dugaan korupsi dirinya dan suaminya, Alwin Basri di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (30/6/2025).
Eks Walkot Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dalam sidang kasus dugaan korupsi dirinya dan suaminya, Alwin Basri di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (30/6/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita buka suara menanggapi kesaksian Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyani. Ita membantah disebut meminta uang dari iuran kebersamaan Bapenda.

Sidang pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan korupsi yang menyeret Ita dan suaminya, Alwin Basri, digelar di Pengadilan Tipikor Semarang hari ini. Indriyasari alias Iin menjadi saksi di persidangan.

Usai Indriyasari memberikan keterangan, Ita memberikan tanggapan. Ita membantah dirinya meminta uang dari iuran kebersamaan Bapenda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saudara saksi datang ke tempat saya. Dia duduk di depan saya dengan gayanya yang seperti ini. Kemudian (bilang) 'Ibu ini ada tambahan operasional seperti saya berikan kepada Pak Hendi. Jadi ini ada sebesar Rp 300 juta'," kata Ita di Tipikor Semarang, Senin (30/6/2025).

Menurut Ita, angka Rp 300 juta yang disebut-sebut muncul dari dirinya itu sejatinya berasal dari Iin. Ita membantah dirinya yang meminta.

ADVERTISEMENT

"Kemudian Saudara Saksi juga menyampaikan bahwa 'ini Bu, ada rincian yang lain untuk Sekda, untuk DPRD dan sebagainya'. Saya bilang, 'saya enggak ada urusan'," ujar Ita.

Saat ditanya Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi, Iin menjawab bahwa dia tetap pada keterangannya.

Ita kemudian hendak meminta waktu untuk bertanya lagi. Ita kemudian menyebut situasi di ruang sidang sebagai 'penuh drama'.

"Kayaknya mungkin yang penuh drama ini hari ini ya," ucap dia.

Ita juga mengatakan bahwa pihaknya tidak meminta uang saat Iin meminta tanda tangan SK terkait tambahan penghasilan pegawai.

"Bukan karena saya meminta uang, tetapi saya tanda tangan SK itu karena saya baru pertama kali menjabat sebagai Plt Walikota," kata dia.

Ita mengaku sempat bertanya karena di dalam breakdown ada institusi lain. Iin pun membenarkan adanya institusi lain seperti camat, lurah, kejaksaan, dan itu dinilai sudah sesuai dengan aturan yang ada.

Ita juga membantah membantah keterangan saksi soal jenis tas yang digunakan untuk mengembalikan uang iuran kebersamaan pada Januari dan Februari 2024.

"Waktu saya mengembalikan, tasnya tidak itu. tasnya hitam dan uang tidak dibungkus, dan itu saya kembalikan. Saat kembalikan itu saya langsung panggil saksi dan kabidnya, tapi tidak ada pertemuan dengan yang lain dulu," kata Ita.

Adapun Iin menyatakan dirinya masih tetap dengan keterangannya. Ia mengaku semua barang bukti sudah diserahkan.

"Ada dua (tas), tas dari Bu Ita bukan hitam, tapi abu-abu, terus ada lagi tas Roro Kenes warna coklat," kata Iin.

Dalam sidang, Ita juga mengaku baru tahu bahwa suaminya menerima uang dari iuran kebersamaan pegawai Bapenda saat ingin mengembalikan uang yang diterimanya untuk yang kedua kali.

"Betul saya mengembalikan uang Rp 900 juta itu yang pertama. Pengembalian yang kedua, waktu mau mengembalikan uang Rp 300 karena ada ketinggalan, itu saya baru tahu bahwa suami saya atau terdakwa dua ini juga menerima uang," ucap Ita.

Ita juga menyatakan Alwin hanya menerima Rp 600 juta sehingga uang dolar Singapura yang diberikan kepada Iin diyakini sudah sesuai dengan nominal yang diterima keduanya.

"Jadi saya sudah mengembalikan seluruhnya Rp 1,2 (miliar) dan punya Pak Alwin Rp 600 juta yang sesuai disampaikan," ujar Ita.

Ita mengaku dirinya tidak pernah mengancam Iin atau staf lain terkait permintaan uang. Ita juga menegaskan dirinya tidak tahu jika suaminya pernah beberapa kali bertemu Iin.

"Saya juga tidak tahu bahwa saksi beberapa kali ketemu dengan suami saya. Bahkan di rumah pun dia tidak lapor ke saya. Padahal itu rumah saya," kata Ita.

Berkaitan dengan ancaman Alwin saat meminta iuran kebersamaan, Ita menyebut dirinya tak pernah memindahkan pegawai ASN.

"Saya tidak pernah mengancam atau like and dislike untuk memindahkan. Karena selama ini pun sampai ada kasus yang terjadi, saya tidak pernah memindahkan," ujarnya.

"Tidak ada urusan dengan saudara saksi mau ketemu dengan suami saya atau siapa, itu bukan urusan saya," sambung Ita.

Sementara itu Alwin membantah dirinya menerima total Rp 1 miliar dari iuran kebersamaan. Ia mengaku hanya menerima uang Rp 600 juta.

"Saya cuma terima Rp 200 juta, Rp 200 juta, dan Rp 200 juta, tiga kali. Totalnya Rp 600 juta," kata Alwin.

Alwin menyebut uang yang diberikan Iin merupakan biaya operasional untuk TP PKK dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda).

Adapun Iin tetap berpegang teguh pada keterangannya. Iin menyatakan telah memberikan uang sebanyak empat kali dengan total Rp 1 miliar usai diminta Alwin.

"Tidak, itu sesuai permintaan. Saya dengan Pak Binawan. Sesuai dengan keterangan," kata Iin.

Kesaksian Kepala Bapenda di halaman selanjutnya.

Sebelumnya diberitakan, Iin menyebut ada 'iuran kebersamaan' yang berasal dari iuran sukarela para pegawai Bapenda yang setiap triwulannya terkumpul sekitar Rp 800 juta. Sebagian dana iuran itu, kata Iin, pernah diserahkan kepada Mbak Ita.

Mulanya, ia menghadap Ita pada akhir Desember 2022 untuk menyerahkan draf SK terkait tambahan penghasilan pegawai yang tak kunjung ditandatangani Ita. Ia juga melaporkan adanya iuran kebersamaan pegawai Bapenda.

"(Saya menjelaskan) Memang Bu, kami ada iuran kebersamaan untuk non-ASN, driver, terus saya tulis angka Rp 800-900 juta (di kertas) karena (nominalnya) nggak pasti," kata Ita di Tipikor Semarang, Senin (30/6/2025).

"Terus Bu Ita narik (kertas) terus nulis '300', diceklis. (Saya bilang) 'Maksudnya bagaimana, Bu?' (dijawab) 'yo kui (itu)'. Saya tanya 'berarti saya menyerahkan Rp 300 juta?' (dijawab) 'yowes to (ya sudah)'," lanjutnya.

Ita kemudian disebut menerima uang dari iuran kebersamaan pegawai secara bertahap dengan total Rp 1,2 miliar. Alwin Basri, yang menjabat sebagai Ketua TP PKK Kota Semarang juga disebut meminta bagian dari iuran kebersamaan pada Mei 2023.

"Saya dipanggil Pak Alwin ke Gedung PKK, ditanya 'kerjamu piye?'. Terus ngomong 'aku ngerti Mbak, koe ke'i (memberi) 'ibue' Rp 300 juta. Lah terus aku mbok support opo?'," tuturnya.

Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi lantas bertanya siapa yang dimaksud 'ibue'. Iin pun menyebut yang dimaksud yakni Ita. Ia mengaku sempat kebingungan karena PKK tak ada hubungannya dengan Bapenda.

"(Alwin bilang) 'Kerjamu itu dipantau sama Bu Ita, tapi kamu juga harus support ke saya. Kalau Bu Ita minta Rp 300 juta berarti saya minta Rp 200 juta," jelas Iin.

Tak hanya itu, ia juga sempat diminta tambahan Rp 3 miliar lagi oleh Alwin pada September 2023 untuk kebutuhan politik. Ia mengaku merasa tak nyaman dan galau saat diminta menyetorkan uang kepada Alwin.

"Saya nggak nyaman, beliau atasan saya, semua perintah harus dilakukan, tapi saya nggak nyaman. Apalagi pas Pak Alwin minta itu ada bahasanya 'koe macem-macem tak sikat'," ungkapnya.

Saat ditanya hakim apa maksud 'tak sikat', ia mengaku takut dipindah ataupun dihabisi. "Saya juga nggak tahu sikat maksudnya apa," ujarnya.

Iin menguraikan, ia menyetorkan uang untuk Alwin sebanyak empat kali. Pada Juli sebanyak Rp 200 juta, September sebanyak Rp 200 juta, Oktober sebanyak Rp 300 juta, dan November sebanyak Rp 300 juta. Total Rp 1 miliar.

Halaman 2 dari 2
(dil/ahr)


Hide Ads