Saksi Helper Sebut Uang Makan di PPDS Undip Nyaris Rp 500 Juta untuk 5 Bulan

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 25 Jun 2025 11:45 WIB
Saksi Bowo, sebagai helper angkatan 70-81 di sidang pemeriksaan saksi kasus PPDS Anestesi Undip, di PN Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Rabu (25/6/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Sidang kasus perundungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Universitas Diponegoro (Undip) menghadirkan helper atau pihak ketiga yang membantu residen membeli makan untuk senior. Saksi menceritakan secara teknis proses pemberian makan untuk mahasiswa PPDS Anestesi Undip di RSUP Kariadi.

Sidang pemeriksaan saksi dari Terdakwa Zara Yupita Azra dalam kasus yang menewaskan mahasiswa PPDS, dokter Aulia Risma, itu dilaksanakan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Sidang menghadirkan Bowo, helper mahasiswa PPDS Anestesi Undip angkatan 70-81.

"Saya diminta beli makanan PPDS. Kadang 30-50 (porsi) setiap hari, yang minta Zara kalau pas lagi jaga," kata Bowo di PN Semarang kepada Ketua Majelis Hakim, Djohan Arifin, Rabu (25/6/2025).

Ia mengaku diminta secara tidak resmi oleh senior PPDS sejak angkatan 70. Kemudian ia rutin membelikan hingga mengantarkan makanan sampai ke Kantor Satpam Obgyn RSUP Dr Kariadi atas permintaan mahasiswa semester satu PPDS Anestesi Undip.

"Setelah beli makan, dikasihkan ke satpam obgyn. Uangnya dari bendahara angkatan. Saya dapat upah bulanan sekitar Rp 3,5 juta," ungkapnya.

Bowo juga menyebut dirinya tidak bekerja sendiri. Beberapa helper tambahan turut diperbantukan untuk membeli makan prolong dan makan jaga sejak angkatan 77, alias angkatan mendiang dr. Aulia.

Saat ditanya lebih lanjut oleh Jaksa Penuntut Umum, ia mengungkapkan, proses pemesanan dilakukan melalui grup WhatsApp khusus bernama 'Grup Makan'. Residen PPDS akan mendata pesanan dan mengirimkan instruksi detail.

"Yang menentukan menu seniornya, terus (residen) bilang (di grup) 'Mas tolong beli ini segini', sudah, menunya sama semua. Dititip ke satpam tiap hari, yang ngangkat yang jaga, residennya. Saya keluar, ngedrop, saya kasih info sudah sampai, terus keluar," terangnya.

Sebelum angkatan 79, kata Bowo, para residen mengangkut menggunakan tangan. Namun, sejak angkatan 79, dia boleh ikut masuk mengantar makanan ke masing-masing ruangan menggunakan troli.

"Dari angkatan 79 saya boleh masuk sampai bagi sekalian. Jadi PPDS nggak bagi-bagi, saya yang ke ruangan-ruangan. Dari pos satpam jalan kaki, lumayan jauh, keringetan pastinya," ujarnya.

Selama bekerja, Bowo mencatat total uang yang ditransfer dari Aulia ke rekeningnya dari mencapai hampir Rp 494 juta dalam kurun waktu lima bulan. Uang tersebut seluruhnya digunakan untuk keperluan makan prolong, makan jaga, hingga kudapan.

"Uangnya (Rp 494 juta) satu semester habis, sekitar lima bulan," ungkapnya.

Saat ditanya kuasa hukum terdakwa, ia mengaku tidak ada tanda nama pada tiap makanan yang diantar. Ia hanya menjalankan permintaan dari grup dan menyampaikan pesanan sesuai jumlah dan menu yang ditentukan.

"Diminta dari awal, pas naik semester sudah nggak minta tolong. Terus digantikan semester bawahnya," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5/2025). Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.



Simak Video "Video: Menkes Sebut Kasus Bullying PPDS Undip Dokter Aulia Sudah P21"

(afn/ams)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork