Reaksi 3 Terdakwa Kasus PPDS Anestesi Undip Saat Dengar Tuntutan Jaksa

Reaksi 3 Terdakwa Kasus PPDS Anestesi Undip Saat Dengar Tuntutan Jaksa

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 10 Sep 2025 17:31 WIB
Terdakwa Zara Yupita Azra di pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Rabu (9/9/2025).
Terdakwa Zara Yupita Azra di pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Rabu (10/9/2025). (Foto: Arina Zulfa Ul Haq)
Semarang -

Sidang tuntutan kasus dugaan pemerasan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) digelar hari ini di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Ketiga terdakwa yakni Zara Yupita Azra, Taufik Eko Nugroho, dan Sri Maryani terus terdiam kala mendengar tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Pantauan detikJateng, suasana ruang sidang Kusuma Atmadja di PN Semarang tampak ramai sejak Rabu (10/9/2025) pagi. Sebagian besar dari mereka tampak memberi dukungan kepada ketiga terdakwa.

Suasana ruang sidang yang diketuai Majelis Hakim Djohan Arifin hening ketika jaksa membacakan tuntutan. Ketiga terdakwa tampak duduk di kursi pesakitan dengan ekspresi datar tanpa banyak perubahan mimik wajah. Mereka kompak mengenakan pakaian hitam-putih dan masker wajah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketiganya tidak banyak melihat ke arah kamera wartawan dan cenderung menghindar. Saat tuntutan mulai dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Efrita, Sulisyadi, dan Tommy, Zara dan Sri Maryani langsung berpegangan tangan.

Mereka menunduk selama mendengarkan tuntutan oleh JPU dibacakan dan bergantian menyampaikan akan mengajukan pembelaan usai mendengar ancaman hukuman. Tak terlihat ekspresi emosional yang menonjol, seakan berusaha menahan diri.

ADVERTISEMENT

Terdakwa Zara Yupita, kakak tingkat almarhum dr Aulia, dituntut 1,5 tahun penjara karena perbuatannya dinilai telah memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat 1 KUHP tentang pemerasan juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP tentang perbuatan berlanjut.

Terdakwa Taufik Eko Nugroho, eks Kepala Program Studi (KPS) PPDS Anestesi Undip, dituntut 3 tahun penjara. Sementara Sri Maryani, staf administrasi PPDS Anestesi, dituntut 1,5 tahun penjara. Keduanya telah memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat 2 KUHP tentang pemerasan.

Dari kursi pengunjung sidang, beberapa orang terdengar menghela napas lega. Bahkan ada yang berucap "Ya Allah," lirih sambil memegang kepala.

Perbuatan para terdakwa dinilai JPU dilakukan secara terstruktur dan masif. Ketiganya disebut seharusnya tidak membiarkan budaya informalitas kuasa absolut, terlebih dalam lingkungan dunia pendidikan, melalui posisinya masing-masing.

"Perbuatan terdakwa menimbulkan rasa takut, keterpaksaan, dan tekanan psikologis ke lingkungan pendidikan. Perbuatan terdakwa menciptakan suasana intimidatif dan refleksi sehingga menghilangkan kehendak bebas para residen," kata jaksa.

Dalam hal-hal yang meringankan menurut JPU, dikatakan bahwa terdakwa Zara dan Sri Maryani sudah sama-sama mengakui perbuatannya dan menyesal. Namun, terdakwa Taufik yang dituntut penjara paling tinggi disebut tak mengakui kesalahannya dan justru menyalahkan Sri Maryani.

"Terdakwa tidak mengakui perbuatannya bahkan cenderung mempersalahkan terdakwa Sri Maryani, karena pengumpulan uang di terdakwa Sri Maryani sudah berlangsung sejak terdakwa menjabat sebagai ketua program studi," kata Jaksa Tommy.

Di sisi lain, tampak ibu dr. Aulia Risma yang juga hadir bersama pengacara keluarganya, Yulisman Alim itu menggelengkan kepala mendengar tuntutan dari JPU. Mereka mengaku keberatan karena tuntutan penjara dinilai rendah.

"Kami merasa tuntutan itu terlalu rendah sehingga kami juga merasa kurang puas terkait tuntutan itu. Nanti beberapa hari ini kita koordinasikan juga sama keluarga, sikap apa yang akan kami lakukn menanggapi tuntutan itu," kata Yulisman.

"Ancaman pidananya itu kan di atas 5 tahun, paling tidak kurang lebih setengahnya lah kalau memang paling rendah. Tapi ini di bawah 5 tahun. Belum lagi dipotong masa tahanan," imbuhnya.

Diketahui, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan sejak Senin (26/5/2025). Terdakwa Sri Maryani dan Taufik Eko Nugroho yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.

Perkara ini menjadi sorotan setelah Aulia ditemukan meninggal dunia di dalam kamar kosnya di Kelurahan Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, Senin (12/8/2024) malam. Disebutkan dia menyuntik diri sendiri menggunakan obat penenang. Setelah itu mulai terkuak adanya dugaan perundungan hingga pemerasan saat Aulia menjalankan study-nya di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi Undip di RSUP dr Kariadi Semarang.




(aap/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads