Eks Kaprodi PPDS Anestesi Undip Taufik Divonis 2 Tahun Bui di Kasus dr Aulia

Eks Kaprodi PPDS Anestesi Undip Taufik Divonis 2 Tahun Bui di Kasus dr Aulia

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 01 Okt 2025 16:06 WIB
Terdakwa Taufik Eko Nugroho di pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Rabu (1/10/2025).
Terdakwa Taufik Eko Nugroho di pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Rabu (1/10/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng.
Semarang -

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang menjatuhkan vonis 2 tahun penjara terhadap terdakwa Taufik Eko Nugroho dalam kasus pemerasan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Univeraitas Diponegoro (Undip). Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni penjara 3 tahun.

Putusan dibacakan Ketua Majelis Hakim, Djohan Arifin, di PN Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang. Putusan Eks Kepala Program Studi PPDS Anestesi itu dibacakan usai putusan Eks Staf Administrasi, Sri Maryani.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun," kata Djohan di PN Semarang, Rabu (1/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana pemerasan secara berlanjut sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP jo Pasal 64 KUHP.

ADVERTISEMENT

Hakim menyebut, terdakwa bersama Sri Maryani terbukti memanfaatkan kedudukannya sebagai pengelola program studi untuk memaksa mahasiswa membayar iuran Biaya Operasional Pendidikan (BOP). Besarnya sekitar Rp 80 juta per residen sejak semester 2 ke atas.

"Penerimaan terdakwa mencapai Rp 2,4 miliar," ungkap Hakim.

Ia menyatakan, Taufik memaksa residen membayar BOP yang disebut digunakan untuk uang pembayaran ujian tulis, ujian nasional, dan ujian akhir. Hal itu dinilai merupakan tindakan yang tidak berdasar dengan hukum.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga menyinggung adanya relasi kuasa yang dimanfaatkan terdakwa terhadap mahasiswa, sehingga para mahasiswa merasa tidak berdaya dan terpaksa memenuhi permintaan tersebut.

"Adanya relasi kuasa yang disalahkan gunakan oleh terdakwa sebagai Kaprodi Anestesi Undip sehingga korban Aulia Risma Lestari tidak berdaya untuk menolak pungutan biaya BOP," tuturnya.

Meski demikian, hakim juga mempertimbangkan hal yang meringankan, seperti terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan.

"Keadaan yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan yang ramah dan terjangkau. Terdakwa berbelit-belit dalam menyampaikan keterangan," ungkapnya.


Voni Lebih Ringan dari Tuntutan

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut Taufik dengan pidana 3 tahun penjara. Sidang kemudian ditutup setelah pengacara Taufik dan JPU menyatakan akan pikir-pikir selama tujuh hari terhadap putusan Majelis Hakim.

Sebelumnya diberitakan, Jaksa penuntut umum (JPU), Sandhy Handika mendakwa eks Kaprodi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) dr Taufik Eko Nugroho memaksa mahasiswa untuk membayar iuran Rp 80 juta. Jaksa menyebut mahasiswa lintas angkatan keberatan dengan kewajiban itu akan tetapi tidak bisa menolak.

"Terdakwa dr Taufik Eko Nugroho secara konsisten menyatakan bahwa setiap residen atau mahasiswa PPDS semester 2 ke atas wajib membayar iuran biaya operasional pendidikan (BOP) sampai dengan sebesar kurang lebih Rp 80 juta per orang," kata Sandhy di PN Semarang, Senin (26/5).

Uang tersebut diklaim untuk memenuhi keperluan ujian CBT, OSS, proposal tesis, konferensi nasional, CPD, jurnal reading, dan publikasi ilmiah serta kegiatan lainnya yang berujung dengan persiapan akademik.

Taufik lantas dituntut 3 tahun penjara dalam kasus dugaan pemerasan yang menewaskan dr Aulia Risma. Ia disebut terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman.




(apl/alg)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads