Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengungkap dua kasus kejahatan pertanahan di Provinsi Jawa Tengah (Jateng). AHY menyebut pemerintah bersama Satgas Anti-Mafia Tanah berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara hingga Rp 3,41 triliun.
Ada dua kasus mafia tanah yang dibongkar tim Satgas Anti-Mafia Tanah. Pertama di Grobodan dan yang kedua di Semarang.
Kasus di Grobogan
AHY mengatakan kasus di Kabupaten Grobogan dilakukan dengan modus pemalsuan akta autentik tentang pengalihan kepemilikan tanah tanpa persetujuan pemilik yang sah. Tersangka berinisial DB (66) membuat siasat sehingga seolah-olah mengakibatkan hilangnya hak pemilik yang sah dengan bantuan oknum notaris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terjadi pemalsuan dokumen untuk mengalihkan hak dari PT ALIB (Azam Laksana Intan Buana) kepada tersangka DB tahun 2016, tanpa dokumen kepemilikan yang jelas dan sah, atas lahan tanah seluas 82,6 hektare (ha)," kata AHY dalam Konferensi Pers Pengungkapan Tindak Pidana Pertanahan di Jateng, Semarang, Senin (15/7/2024).
Dalam konferensi pers tersebut, AHY juga mengungkapkan kronologi tindak pidana pertanahan secara singkat. AHY menyebut DB selaku direktur PT AAA telah menjual sebagian lahan tersebut seluas 10 hektare ke PT DK Utama Mandiri secara tidak sah. Ia juga tanpa izin membangun kantor PT AAA di lahan seluas 8,62 ha itu.
"Akibatnya lahan itu jadi objek sengketa dan kompleks hukum. Padahal di lahan itu akan dikembangkan sebagai kawasan industri yang baik untuk pembangunan infrastruktur jaringan pipa maupun pembangunan sejumlah pabrik," ungkapnya.
"Dengan terungkapnya kasus ini, maka kami menyelamatkan potensi kerugian masyarakat dan negara sebesar kurang lebih Rp 3,41 triliun. Nilai ini kami hitung berdasarkan terhambatnya rencana investasi termasuk rencana pembangunan kawasan industri," sambungnya.
Kasus Mafia Tanah di Semarang
Ia mengatakan kasus pertama itu telah menjadi kasus terbesar yang diungkapnya selama ini. Sementara kasus kedua, lanjut AHY, terjadi di Semarang. Modus operandi yang dilakukan tersangka DBP yakni penipuan dan penggelapan terkait jual beli tanah kavling.
"Dari pengungkapan kasus ini, kami menyelamatkan potensi kerugian yang dirasakan langsung oleh masyarakat dan negara senilai kurang lebih Rp 1,8 miliar," jelasnya.
AHY pun mengapresiasi seluruh pihak yang telah bekerja keras dan saling bersinergi lewat Satgas Anti-Mafia Tanah.
"Mari sama-sama terus bangun sinergi. Mudah-mudahan itu semua bisa membawa kita semakin sukses memberantas mereka yang telah merampas masa depan kita semua," ajaknya.
Kini, tersangka DB sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan negeri Purwodadi, sedangkan kasus DBP sudah masuk tahap penyerahan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum.
AHY mengingatkan terjadinya penggunaan akta autentik oleh mafia tanah ini menjadi peringatan bagi masyarakat, khususnya notaris. Ia mengimbau notaris untuk lebih teliti ketika memproses permintaan pembuatan akta tanah.
"Pastikan hak kepemilikan tanah yang akan diproses sudah sesuai data asli yang sah," tuturnya.
Ia juga mengimbau seluruh masyarakat untuk hati-hati dalam setiap bertransaksi. Dia mengingatkan masyarakat agar waspada dan cermat saat proses verifikasi dokumen sebagai antisipasi kasus penipuan dan penggelapan.
Sementara itu, Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi mengatakan pengungkapan kasus mafia tanah ini menjadi jaminan keamanan dan kepastian hukum. Kasus yang diungkap ini menjadi kasus terbesar secara nasional.
"Dengan jumlah kerugian Rp 3,4 triliun itu di Grobogan dan Rp 1,8 miliar itu adalah di wilayah Ungaran. Ungkap kasus ini secara nasional adalah terbesar, dalam mengungkap kerugian negara," ujar Luthfi.
Kapolda Luthfi juga mengapresiasi komitmen dan kerja sama para pihak dengan BPN provinsi, Kejaksaan, serta Satgas Anti-Mafia Tanah, kasus tersebut dapat tertangani.
(ams/cln)