Gubernur DIY yang juga Raja Keraton Jogja, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebut pihak Keraton dirugikan atas kasus mafia tanah Tanah Kas Desa (TKD). Sultan pun menyinggung soal rencana menuntut hak atas hilangnya tanah Keraton.
"Lha kami, Keraton (kerugiannya) berapa puluh miliar itu, tanahnya berubah status, tanahnya kan hilang. Ya kalau Pemda sedikit, hanya men-collect dari kemungkinan retribusi dan pajak," ujar Sultan kepada wartawan di kantornya, Kepatihan, Kota Jogja, Selasa (18/7/2023).
Diketahui, pada UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY, TKD disertifikatkan atas kepemilikan Kesultanan Jogja atau Kadipaten Pakualaman. Kemudian diberikan ke tiap desa yang pelaksanaannya diatur oleh Pemda DIY.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sultan mengungkapkan kerugian ada pada tanah milik Keraton yang hak penggunaannya diperjualbelikan oleh oknum-oknum yang terlibat dalam kasus mafia TKD.
"Tapi pemilik tanah (Keraton) per meter berapa (kerugiannya), dihitung. Di Sleman, kali sekian puluh hektare, hilang tanah itu, sepertinya jadi milik orang lain, kan gitu. Didirikan bangunan yang juga dibeli orang lain lagi. Dia ngambil untung," jelas Sultan.
Untuk itu, Sultan mengatakan pihak Keraton akan menuntut haknya atas kerugian yang dialami dalam perkara ini. Meski begitu Sultan menyadari bahwa proses hukum yang harus dilalui masih panjang. Pihaknya pun masih akan menunggu proses hukum yang tengah berjalan di Kejati dan pengadilan.
"Ini persoalan hukum yang memang perlu waktu lama. Makanya nanti kalau sudah ada kepastian yang jelas, Keraton akan menuntut haknya atas hilangnya tanah. Karena merasa dirugikan mungkin puluhan miliar, kan gitu harganya," imbuhnya.
Untuk diketahui, terbaru, kasus mafia tanah TKD ini menyeret Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY Krido Suprayitno sebagai tersangka.
Sultan kembali menegaskan pernyataannya soal mafia TKD. "Saya kan sudah bicara, siapa pun yang melibatkan diri untuk TKD, berhadapan dengan hukum," ujar Sultan.
Sultan mengatakan, dengan penetapan tersangka terhadap Krido, itu membuktikan komentarnya bahwa siapa pun akan dihukum jika terbukti terlibat dalam penyalahgunaan TKD.
Sultan juga menegaskan Pemda tidak akan memberikan bantuan hukum bagi tersangka kasus TKD.
"Seperti yang dikatakan Pak Kejati, mestinya menjaga kok malah kerja sama. Ya konsekuensinya ya seperti itu, ya harus terjadi," jelas Sultan.
"Dia tega, saya juga tega, kalau saya begitu. Karena tidak mungkin apa yang dilakukan tidak disadari, pasti disadari. Karena tidak menempuh prosedur. Ya sudah, konsekuensinya hukum, ya hukum," lanjutnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY menetapkan Kepala Dispertaru DIY Krido Suprayitno menjadi tersangka kasus mafia TKD. Krido awalnya berstatus saksi pada kasus ini.
Kepala Kejati DIY Ponco Hartanto menerangkan penetapan tersangka terhadap Krido hasil penyidikan dari perkara Direktur PT Deztama Putri Sentosa Robinson Saalino yang kini sudah berstatus terdakwa. Diketahui, Robinson didakwa menyalahgunakan TKD di Nologaten, Kalurahan Caturrtunggal, Sleman. Ia didakwa korupsi Rp 2,9 miliar.
"Tim penyidik telah menemukan dua alat bukti yang kuat untuk menetapkan tersangka KS (Krido Suprayitno) sebagai tersangka pada hari ini di mana perbuatannya dengan menerima gratifikasi yaitu dari tersangka atau saksi Robinson Saalino," terang Ponco dalam jumpa pers di Kantor Kejati DIY, Senin (17/7).
"Jadi sementara yang diterima oleh tersangka KS gratifikasi sebesar Rp 4,731 miliar," ungkap Ponco.
Selain itu, Kejati DIY juga telah menetapkan Lurah Caturtunggal, Agus Santoso sebagai tersangka dalam kasus mafia TKD ini.