Polisi menangkap 3 orang terkait dugaan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di wilayah Kabupaten Banyumas. Ketiganya diduga memberangkatkan pekerja migran secara ilegal.
Ketiga tersangka yang diamankan yakni dua perempuan berinisial P (63) warga Kecamatan Sumbang, Banyumas dan S (52) warga Jakarta, serta BS (63) warga Kalideres, Jakarta Barat. Kapolresta Banyumas, Kombes Edy Suranta Sitepu menjelaskan kasus ini terbongkar usai polisi mendatangi salah satu Balai Latihan Kerja (BLK) di Kecamatan Sumbang.
"Kami mendapatkan informasi bahwa di Kecamatan Sumbang tepatnya di kantor Yayasan Islah Ardi Amaliah, ini terdapat BLK. Kami lakukan penyelidikan dari situ kami dapati ada 11 orang yang sedang melakukan pelatihan. Dimana dari 11 itu, kami lakukan pemeriksaan intensif," kata Edy kepada wartawan, Rabu (14/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Edy, ada satu orang berinisial DW yang sudah pernah diberangkatkan ke Malaysia namun tidak sesuai dengan kontrak kerja yang dijanjikan. Korban juga diberangkatkan tanpa dokumen resmi.
"Dari keterangan DW sudah pernah bekerja di Malaysia. Pada saat itu di kontrak kerja bekerja sebagai ART tetapi setelah dikirim ke Malaysia kerja sebagai pelayan restoran. Korban juga diberangkatkan tanpa dokumen yang resmi," terang Edy.
DW kemudian dikembalikan ke Indonesia lantaran tidak sesuai kontrak. Korban kemudian disuruh untuk membayar penalti oleh para tersangka sebesar Rp 10.500.000.
"Dari keterangan korban dia tidak mampu membayar penalti tersebut atau denda. Lalu dia dijanjikan berangkat lagi ke Singapura untuk membayar hutangnya," jelasnya.
Kepada polisi, BS mengaku mendapat keuntungan Rp 15 juta untuk memberangkatkan satu orang tenaga kerja. Hasil tersebut kemudian dibagi dengan porsi berbeda.
Tersangka P yang berperan sebagai perekrut sekaligus pemilik BLK menerima keuntungan Rp 7 juta. Sedangkan tersangka S yang berperan membantu BS di Jakarta mendapatkan keuntungan Rp 1 juta.
"Dari keterangan BS dia bekerjasama dengan agensi luar negeri di mana satu orang mendapatkan Rp 15 juta. Keuntungannya dibagi Rp 7 juta untuk P, lalu Rp 1 juta untuk S dan Rp 7 juta untuk BS," ungkapnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Dari hasil pemeriksaan mereka mengklaim bekerjasama dengan PT MPU sebagai penyalur. Namun keterangan tersebut rupanya dibantah oleh PT MPU.
"Setelah kita tindaklanjuti kita memanggil PT MPU. Setelah kita lakukan pemeriksaan terhadap PT MPU ternyata mereka tidak ada kerjasama dan membantah semua. Dari keterangan tersangka tanda tangan yang ada di situ dipalsukan," katanya.
Tersangka BS kepada polisi mengaku sudah memberangkatkan 10 orang ke luar negeri. Lalu tersangka P yang ada di Sumbang sudah memberangkatkan 20 orang khususnya ke daerah negara di Asia.
"Ini masih kita lakukan penyelidikan. Jadi korbannya sejumlah 30 orang. Tapi baru 11 yang kita mintai keterangan. Sedangkan untuk BLK yang ada di Sumbang itu legal," tambahnya.
Dari kasus tersebut polisi berhasil mengamankan barang bukti lembar duplikat akte kelahiran, kemudian satu lembar surat kartu keluarga. Serta satu lembar tugas perekrutan CPMI, fotokopi paspor termasuk ponsel dan surat pengunduran diri atas nama DW.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya polisi menjerat dengan Pasal 81 Ayat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia Pasal 81 Orang perseorangan yang melaksanakan penempatan PMI.
"Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar," pungkasnya.