IPW Desak Kapolri Pecat 2 Anggota Polres Sleman Pelaku Pengeroyokan Bryan

IPW Desak Kapolri Pecat 2 Anggota Polres Sleman Pelaku Pengeroyokan Bryan

Tim detikJateng - detikJateng
Rabu, 08 Jun 2022 10:45 WIB
Mapolres Sleman, Jumat (28/11/2019).
Mapolres Sleman, Jumat (28/11/2019). (Foto: Pradito Rida Pertana/detikcom)
Solo -

Indonesia Police Watch (IPW) angkat bicara terkait kasus pengeroyokan Bryan Yoga Kusuma di HolyWings Jogja dan Polres Sleman yang diduga melibatkan oknum polisi. IPW menilai dua orang perwira polisi Polres Sleman yang terlibat kasus pengeroyokan itu harus dipecat karena telah mencederai marwah institusi Polri.

"Apalagi, Kapolda DIY Irjen Asep Suhendar telah berjanji akan memproses pidana kedua anggota Polri tersebut. Artinya, ada pelanggaran disiplin dan kode etik yang dilakukan mereka," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, dalam siaran pers yang diterima detikJateng, Rabu (8/6/2022).

Lebih lanjut, Sugeng menyebut kepastian Kapolda DIY itu setelah dilakukan gelar perkara oleh Subdit Paminal, Direktorat Propam Polda DIY setelah memeriksa empat orang sipil dan 13 anggota polisi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hasilnya, ada pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri berinisial LV dan AR," ujarnya.

Oleh sebab itu, IPW mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberhentikan dua anggota Satreskrim Polres Sleman yang melakukan penganiayaan kepada Bryan Yoga Kusuma. Hal ini sesuai dengan amanah dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri yang menyebutkan memberhentikan anggota Polri dilakukan oleh: a. Presiden untuk pangkat Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) atau yang lebih tinggi, b. Kapolri untuk pangkat Ajun Komisaris Besar (AKBP) atau yang lebih rendah.

ADVERTISEMENT

"Sebab, perbuatan penganiayaan yang dilakukan oleh anggota berinisial LV dan AR terhadap Bryan, jelas-jelas melanggar peraturan perundangan," ungkapnya.

Dipaparkannya, pada Pasal 13 ayat 1 PP 1 Tahun 2003 secara tegas disebutkan, anggota Polri dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Polri karena melanggar sumpah/janji anggota Polri, sumpah/janji jabatan, dan/atau Kode Etik Profesi Polri.

Menurutnya, institusi Polri merupakan alat negara yang tugas pokoknya melindungi dan mengayomi masyarakat. Jangan sampai, kata dia, tugas luhur tersebut dikotori oleh ulah anggota polisi yang arogan dan merusak martabat Polri.

Hal tersebut dengan tegas diatur dalam Pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri yang menyebutkan bahwa dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Polri dilarang melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Polri.

"Dengan terjadinya peristiwa ini, sudah sepatutnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengevaluasi Kapolres Sleman AKBP Achmad Imam Rifai dari jabatannya. Pasalnya, Peraturan Kapolri yang baru diterbitkan yakni Perkap Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat Di Lingkungan Polri tidak dijalankan. Akibatnya, penganiayaan oleh anggota Polri kepada masyarakat sipil terjadi tanpa kendali," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Polda DIY memeriksa 17 orang terkait dugaan keterlibatan oknum polisi dalam kasus dugaan pengeroyokan Bryan Yoga Kusuma di HolyWings Jogja pada Sabtu (4/6) dini hari. Hasil sementara, dua perwira di Polres Sleman bakal disidang etik.

Kabid Humas Polda DIY Kombes Yuliyanto mengatakan Propam Polda DIY telah melaksanakan pemeriksaan. Dari hasil gelar itu ada kesimpulan sementara bahwa dua perwira pertama atau inspektur di Polres Sleman diduga melakukan pelanggaran kode etik pada hari kejadian. Adapun dua perwira itu inisial AR dan LV.

"Sehingga kedua orang anggota Polri yang pangkatnya perwira akan dilakukan proses melalui kode etik profesi Polri. Sehingga yang bersangkutan ke depan akan dilakukan sidang agar bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan porsi atau tingkat kesalahan yang dilakukan," kata Yuli saat ditemui wartawan di Mapolda DIY, Senin (6/6).

Yuli mengatakan sanksi terberat dalam sidang kode etik yakni bisa dikenakan pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) dari Polri.

"Nanti apakah yang bersangkutan PDTH atau hukuman yang lainnya misalnya demosi atau minta maaf atau yang lainnya nanti dilihat dari sidang kode etik yang mudah-mudahan tidak lama lagi bisa kita laksanakan," pungkasnya.




(rih/sip)


Hide Ads