Ndaru dan Pulung: Cahaya di Langit Pembawa Keberuntungan Menurut Mitologi Jawa

Nur Umar Akashi - detikJateng
Senin, 06 Okt 2025 12:35 WIB
Ilustrasi ndaru dan pulung. (Foto: dok. Aryo Kamandanu)
Solo -

Mitologi Jawa menyimpan banyak penafsiran menarik yang sampai sekarang masih lestari. Contohnya adalah dua tipe cahaya, yakni ndaru dan pulung, yang keduanya diyakini membawa pertanda tertentu.

Dirujuk dari Kamus Bahasa Jawa-Indonesia (KBJI) yang dikembangkan oleh Balai Bahasa Provinsi DIY, daru berarti meteor. Sementara itu, pulung berarti cahaya mirip bintang berpindah yang jatuh pada seseorang.

Muwafik Saleh dalam bukunya, Islam Hadir di Bumi Manusia, menjelaskan bahwa kata ndaru berasal dari bahasa Sansekerta, handaru. Artinya adalah keberuntungan, atau, diartikan pula sebagai wahyu.

Dalam mitologi Jawa, kedua cahaya ini diyakini berkaitan erat dengan keberuntungan. Orang yang kejatuhan atau rumahnya dimasuki bakalan mendapat jabatan hingga harta. Benarkah begitu? Simak selengkapnya lewat uraian di bawah ini.

Poin Utamanya:

  • Meski sudah memudar, keyakinan orang Jawa terhadap ndaru dan pulung masih eksis di beberapa daerah.
  • Orang yang rumahnya kedatangan ndaru dan pulung dipercaya mendapat legitimasi untuk memimpin suatu daerah.
  • Orang yang rumahnya 'ketiban' pulung juga ditengarai akan mendapat keberuntungan.

Ndaru, Cahaya Pertanda Pemimpin

Di negara Indonesia yang menganut demokrasi dalam menentukan pemimpin, pemilihan merupakan momen penting untuk setiap calon. Nah, berdasar mitologi Jawa, jika ndaru keluar dari rumah salah seorang calon, maka itulah petunjuk bagi masyarakat untuk menentukan pilihan.

Dilansir Media Center Kabupaten Serdang Bedagai, ndaru bukanlah hal yang bisa dikendalikan oleh manusia. Konon, ia hanya turun sebagai rezeki kepada seseorang yang dianggap pantas memegang tampuk kekuasaan.

Menariknya, tidak semua orang dapat melihat ndaru. Hanya beberapa manusia terpilih saja yang kedapatan kemampuan untuk menyaksikan cahaya tersebut. Apabila ada yang berkeras ingin melihat, ia harus rela tidak tidur menjelang proses keluarnya ndaru pada dini hari.

Minardi dalam Jurnal Islam Nusantara bertajuk 'Menepis Ratu Adil sebagai Ramalan dan Menghadirkan Ratu Adil sebagai Wacana Kepemimpinan' menjelaskan warna ndaru. Disebutkan bahwa cahaya ndaru adalah kuning mirip kunyit dengan ukuran sebesar buah kelapa.

Menurut penjelasan Minardi, ndaru adalah pertanda seseorang telah menerima wahyu. Wahyu sendiri dalam mitologi Jawa merupakan semacam kekuatan mistik yang telah didapat seseorang. Dengan kekuatan itu, seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik.

Cahaya Legitimasi Kepemimpinan Bernama Pulung

Disadur dari National Geographic, pulung adalah seberkas cahaya berwarna biru atau hijau. Cahaya ini menembus masuk atau jatuh tepat di samping rumah pemenang pemilihan, umumnya tingkat desa atau lurah.

Orang yang kejatuhan pulung kemudian diyakini masyarakat sebagai 'yang direstui'. Oleh karena itu, tak heran jika dalam kontestasi pemilihannya, para calon beserta tim suksesnya berusaha keras memperoleh pulung.

Kabarnya, ada satu cara untuk menarik pulung, tentu saja dengan konsekuensi berat. Caranya dengan mencuri kentongan milik pesaing politik seorang calon pemimpin. Namun, sebagai gantinya, warga dari tim sukses si pencuri akan terserang penyakit kejiwaan.

Meski membawa efek mengerikan, tidak sedikit orang yang coba mempraktikkannya. Sebab, ada keyakinan bahwasanya guna meraih sesuatu, pengorbanan yang setimpal memang perlu dilakukan. Apa lagi, hal yang ingin diraih adalah jabatan pemimpin di lingkup tertentu.

Singkat kata, dalam mitologi Jawa, cahaya pulung adalah legitimasi politik. Kemudian, apa bedanya pulung dengan ndaru yang jadi pertanda turunnya wahyu? Dalam jurnalnya, Minardi menulis:

"Jika pulung niatnya hanya untuk dirinya sendiri maka wahyu ini demi kemanfaatan umum. Niatnya bukan untuk dirinya sendiri tetapi dia berusaha dan berdoa agar alam raya ini damai, aman, makmur dan sejahtera serta adil."

Selain masalah kepemimpinan, pulung juga ditengarai menjadi pertanda datangnya keberuntungan atau kabegjan. Hanya saja, seperti sudah disinggung dalam kutipan di atas, pulung hanya jatuh pada orang yang berniat mengejar suatu keinginan untuk dirinya sendiri.

Mitos Pulung Gantung asal Gunungkidul

Berlawanan dengan ndaru dan pulung yang menunjukkan kemenangan pemilihan atau keberuntungan, pulung gantung di Gunungkidul justru membawa narasi kematian. Dikutip dari laman resmi Kalurahan Bendungan, pulung gantung adalah pijar bola api yang bergentayangan saat malam tiba.

Bola api itu hadir selepas maghrib, sekitar pukul 18.00-20.00 WIB atau menjelang subuh, pukul 02.00-04.00 WIB. Pulung gantung diyakini sebagian penduduk Gunungkidul sebagai isyarat kematian yang hampir mendekati kepastian. Bukan hanya pertanda kematian, diyakini bahwasanya pulung gantung juga dihubungkan dengan bencana yang akan terjadi.

Dirujuk dari Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan berjudul 'Mitos Bunuh Diri di Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)' tulisan Faika Rachmawati dan Tri Suratmi, setelah berada di langit, pulung gantung akan jatuh di suatu tempat. Konon, jika bola api ini melayang di atas sebuah rumah, dalam waktu dekat, penghuninya akan bunuh diri.

Sampai sekarang, mitos ini masih diyakini sebagai isyarat atau panggilan untuk bunuh diri. Mereka yang menghilangkan nyawanya sendiri kemudian dipercaya hanya menjalani takdirnya saja.

Nah, itulah penjelasan ringkas mengenai ndaru dan pulung, dua tipe cahaya yang membawa pertanda kemenangan dalam pemilihan atau perolehan keberuntungan. Semoga menambah wawasan detikers, ya!



Simak Video "Siap-siap "War" Tiket Indonesia Vs Argentina Segera Dimulai"

(sto/apl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork