Setiap tahunnya, warga Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga memiliki ritual unik yang masih dilestarikan hingga saat ini. Pada Bulan Sura mereka berbondong-bondong membawa lodong (bambu) mengambil air suci di Thuk (sumber mata air) Sikopyah.
Thuk Sikopyah terletak di lereng timur Gunung Slamet. Untuk mencapai lokasi warga harus berjalan kaki mengitari bukit sejauh kurang lebih 1 km dari lokasi terakhir bisa dilalui kendaraan.
Pada tahun ini ada 140 warga yang terlibat membawa bambu lodong berisi air suci Sikopyah. Mereka mengenakan baju adat jawa diarak berjalan kaki sejauh 3 km hingga tempat prosesi akhir di depan panggung utama Festival Gunung Slamet 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tengah perjalanan ada satu etape yang dilalui. Di etape ini rombongan berhenti sejenak untuk dilakukan upacara adat dengan berdoa mengucap syukur kepada Sang Maha Kuasa.
Usai didoakan, lodong ini kembali dikirab dengan berjalan kaki. Di pertengahan jalan sudah ada warga yang menunggu untuk mengarak dengan membawa 7 gunungan berisikan hasil bumi.
Setelah perjalanan kurang lebih 1,5 jam, rombongan tersebut tiba di lokasi akhir. Di sini sudah banyak warga yang menunggu untuk memperebutkan gunungan dan air Sikopyah.
Satu per satu air suci ini dimasukkan ke dalam dua ember besar setelah didoakan. Usai gelaran prosesi adat selesai warga kemudian berebut air dan gunungan hasil bumi.
Sesepuh adat dalam ritual ini, Syamsuri, menjelaskan pengambilan air Thuk Sikopyah ini bertujuan untuk mengenang kehidupan nenek moyang zaman dahulu sebelum adanya wadah penampung buatan seperti sekarang.
"Ini merupakan acara adat dan tradisi untuk mengenang dahulu waktu kita pada waktu belum ada ember, jeriken atau lainnya, nenek moyang kita ambil airnya pakai lodong. Jadi ini digelar festival tradisi seperti ini," kata Syamsuri kepada detikJateng usai prosesi ritual, Sabtu (5/7/2025).
![]() |
Ritual semacam ini dimulai sejak tahun 1984. Saat itu belum digelar meriah seperti sekarang. Hanya doa sederhana di dalam masjid sebelum pengambilan mata air Sikopyah.
"Ambilnya langsung dari mata air Thuk Sikopyah. Ini tidak pernah kering. Kalau ritual seperti ini sudah diadakan dari tahun 1984 sebelum adanya Festival Gunung Slamet. Ada semacam manakiban, mujahadah doa bersama di masjid terus ambil air Sikopyah," terangnya.
Masyarakat sekitar meyakini pada zaman dahulu sempat kesulitan air bersih. Lalu ada seorang tokoh agama yang berdoa kepada Tuhan hingga akhirnya ditemukan Thuk Sikopyah.
"Karena dahulunya itu di sini kekurangan air. Terus ada seorang kiai namanya Haji Mustofa meminta kepada Allah. Terus nemu mata air ini, jadi digelar syukuran dan meyakini mata air Sikopyah ini awet," jelasnya.
Sesepuh lainnya, Madyusro, menambahkan ritual ini juga sebagai ungkapan rasa syukur atas berkah air melimpah selama satu tahun ini. Banyak petani yang menggantungkan air bersih dari Thuk Sikopyah.
"Ini memang dari awal digelar sebagai ucapan rasa syukur atas mata air ini yang tidak pernah kering walaupun musim kemarau panjang. Karena setelah diteliti diukur waktu kemarau panjang, keluar air 37 liter per detik," ujarnya.
Madyusro berujar tidak ada hari khusus dalam pelaksanaan ritual ini. Namun selama ini selalu digelar pada Bulan Sura dalam kalender jawa.
"Tidak ada hari tertentu tapi yang jelas itu pada Bulan Sura," katanya.
Mata air ini bisa menghidupi ribuan masyarakat di beberapa desa. Banyak yang meyakini mata air ini sebagai jantungnya Gunung Slamet.
"Banyak masyarakat di bawah Purbalingga sana yang menggantungkan mata air ini untuk pertanian. Desa Serang, Kutabawa, Siwarak lalu sebagian daerah dari Kabupaten Pemalang. Jadi kami meyakini jantungnya Gunung Slamet penampungan mata air Sikopyah," akunya.
Prosesi ini ditutup dengan makan bersama nasi jagung dengan lauk khas Desa Serang. Ada makna tersendiri di balik syukuran makan bersama ini.
"Nah setelah ritualnya selesai digelar makan bersama nasi jagung dibuat tumpeng berisi gesek, sayur gandul dan tempe gundil. Karena dahulu makannya seperti itu, bukan kaya sekarang makan nasi beras," pungkasnya.
(apu/apu)