Pesan Inklusi Penyandang Disabilitas Semarang Lewat 'Ketika Tuhan Berkata'

Pesan Inklusi Penyandang Disabilitas Semarang Lewat 'Ketika Tuhan Berkata'

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Minggu, 15 Des 2024 16:07 WIB
Pemutaran film Ketika Tuhan Berkata di Gedung Keuangan Negara II, Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara, Minggu (15/12/2024).
Pemutaran film 'Ketika Tuhan Berkata' di Gedung Keuangan Negara II, Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara, Minggu (15/12/2024). (Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng)
Semarang -

Kekurangan yang ada pada diri tak membuat para penyandang disabilitas di Kota Semarang putus asa. Mereka bahkan mampu tampil keren dalam film pendek yang mereka buat.

Film bertajuk 'Ketika Tuhan Berkata' itu ditayangkan di Gedung Keuangan Negara II Kota Semarang, Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara. Tampak dalam film tersebut, para lima pemeran film pendek merupakan para penyandang disabilitas.

Ketua Komunitas Sahabat Unik Luar Biasa (Sulbi) sekaligus pembuat Naskah Film 'Ketika Tuhan Berkata', Angelia Ramadhani (18) mengatakan, film itu dibuat sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat soal apa itu inklusif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sulbi menggandeng Tim Jejak Penolong dalam membuat film pendidikan inklusi. Film ini dikhususkan untuk masyarakat luas agar lebih mengenal apa itu inklusi," kata Angelia di Gedung Keuangan Negara II, Minggu (15/12/2024).

Film pendek itu menceritakan persahabatan antara para penyandang disabilitas dengan berbagai latar belakang. Mereka merupakan tuna daksa, down syndrome, wicara, rungu, daksa dan nondisabilitas.

ADVERTISEMENT

"Alasan ambil judul 'Ketika Tuhan Berkata', karena menurut kami semua manusia memiliki kelebihan dan kekurangan," jelas Angelia.

"Ketika kita memiliki kedua itu tergantung cara kita menyikapinya apakah kita akan berfokus pada kelebihan atau kekurangan kita. Padahal Tuhan telah menciptakan kita sebaik-baiknya," lanjutnya.

Selama proses pembuatan film sejak Desember tahun lalu, ia mengaku tak ada kesulitan dalam mengarahkan para penyandang disabilitas itu. Mereka justru bersemangat dan memiliki antusias tinggi dalam berkontribusi untuk film.

"Susahnya pencarian tempat syuting yang aksesnya susah digapai oleh teman-teman disabilitas," tuturnya.

"Waktu itu kita pilih tempat syuting sungai dan hutan yang jalannya nggak lurus, jadi minta bala bantuan dari relawan untuk harus stay (tinggal) pada saat proses shooting," imbuhnya.

Adapun, film pendek tersebut juga diikuti beberapa pemain dari berbagai usia. Meski banyak kesulitan, mereka jarang mengeluh akibat cuaca yang tak menentu.

"Mereka tidak mengeluh kalau panas, hujan, mereka kalai nggak syuting malah nanya. Pemerannya dari usia 8-41 tahun," ungkapnya.

"Di balik layar ada juga teman-teman difabel yang terlibat seperti MUA (make up artist) sama pemilih lokasi film," sambungnya.

Lewat film pendek itu, ia berharap bisa mengedukasi masyarakat sehingga tidak lagi ada diskriminasi kepada para penyandang disabilitas.

"Difabel itu bisa, bukan orang yang memiliki kekurangan tanpa kelebihan. Saya ingin membuktikan bahwa Tuhan itu adil secara nyata ketika kita memiliki kekurangan pasti Tuhan kasih kelebihan," harapnya.




(aku/apl)


Hide Ads