Di Kota Semarang ada sebuah butik spesialis kebaya yang jadi wadah berkarya bagi para penyandang disabilitas. Butik itu bernama Ida Modiste. Sudah enam tahun butik ini mempekerjakan para difabel.
Sepintas, butik dua lantai di Jalan Medoho Raya Nomor 61, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, itu tampak seperti butik biasa. Namun begitu memasuki di dalamnya tampak beberapa karyawan difabel. Mereka terlihat tengah sibuk membuat kebaya bersama karyawan lainnya.
![]() |
Alasan Pekerjakan Difabel
Pemilik Butik Ida Modiste, Hidayah Ratna Febriani (49), ternyata punya alasan tersendiri mengapa mempekerjakan para penyandang disabilitas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagi teman-teman difabel, memiliki pekerjaan adalah harapan besar. Mereka tidak ingin dikasihani, tapi juga ingin berguna. Saya nggak mau merusak semangat dan harapan mereka," kata Ida, sapaan akrabnya, saat ditemui awak media di rumah produksi, Jumat (1/11/2024).
![]() |
Pekerjakan Difabel Sejak 2018
Ida mengaku mempekerjakan para penyandang disabilitas untuk menggerakkan produksi kebaya di Ida Modiste sejak 2018. Inisiatif itu muncul dari dirinya yang juga menyandang disabilitas daksa karena tak bisa berjalan.
Kondisi itu dialaminya sejak usia 3 tahun, saat Ida tiba-tiba demam tinggi hingga akhirnya polio. Sejak saat itu, Ida tak bisa lagi menggunakan kakinya dan harus menggunakan kursi roda.
Hal itu tak mematahkan semangatnya. Ia kemudian kursus menjahit dan sejak 1996 mulai membuka vendor spesialis kebaya bernama Ida Modiste yang menjual produk dengan harga murah.
Suka Duka Pekerjakan Difabel
Saat usahanya sudah mulai maju hingga jadi langganan para pejabat, Ida bertemu para penyandang disabilitas yang tergabung dalam Komunitas Sahabat Difabel Semarang. Pernah merasakan penolakan selama SMA akibat difabel, Ida pun tergugah untuk melakukan sesuatu.
"Saya memberikan pelatihan menjahit ke mereka, supaya memiliki kemampuan untuk bekerja," tutur Ida.
Menurut dia, mengajar para penyandang disabilitas itu perlu teknik tersendiri. Diperlukan kesabaran karena setiap penyandang disabilitas memiliki karakteristik sendiri. Terlebih, para penyandang difabel intelektual.
"Mengajari teman-teman difabel itu wajib sabar. Butuh proses dan empati juga," ucap Ida.
Kendati demikian, Ida tetap melanjutkan niatnya untuk memberdayakan para difabel. Usai melaksanakan pelatihan, mereka pun disalurkan ke beberapa perusahaan, salah satunya di butik milik Ida.
Sejak 2018 hingga kini, Ida telah mempekerjakan 27 orang penyandang disabilitas di Ida Modiste. Dan saat ini ada 3 orang penyandang disabilitas yang bekerja dengannya.
"Ada yang sudah berkeluarga juga, ya saya ikut senang. Mereka bisa punya kemampuan saja saya sudah sangat senang. Saya nggak minta imbalan apa-apa. Semua lillahi ta'ala. Hanya dari Allah saja imbalannya, soalnya kalau berharap dari manusia malah kecewa," ujarnya.
Salah satu pekerja Ida, Eva Nur Faizah (23) merupakan perempuan dengan disabilitas rungu. Ia kesulitan mendengar dan berbicara, sehingga orang-orang di sekelilingnya harus menggunakan bahasa isyarat atau membuka mulut dengan lebar agar Eva menangkap maksud perkataannya.
Meski Eva pernah melakukan kesalahan, Ida tidak memberhentikannya. Jari-jari Eva tampak terampil dan cekatan melakukan finishing untuk kebaya yang tengah didesain Ida.
Eva yang sudah bekerja dua tahun dengan Ida menggunakan bahasa isyarat itu pun mengaku senang bisa mendapat tambahan pendapatan sekaligus kegiatan dari Ida.
"Iya saya senang bekerja di sini. Awal-awal memang susah. Tapi dengan belajar saya jadi bisa," ungkap Eva.
Eva menjadi salah satu bukti yang mampu mengubah stereotip masyarakat tentang kaum difabel.
(apl/apl)