Monumen Teroeskan yang berada di Pati memiliki kisah sejarah perjuangan tentara pelajar saat Kemerdekaan Indonesia. Monumen ini pun menjadi simbol bagi generasi muda sekarang untuk meneruskan perjuangan para pahlawan yang telah gugur.
Diketahui, Monumen Teroeskan berada di kompleks Pati Hotel, tepatnya di Jalan Jenderal Sudirman Plangitan, Kecamatan Pati. Monumen itu berbentuk piramida setinggi sekitar 75 sentimeter bertulis 'Teroeskan'.
Tugu yang dibangun tahun 1949 itu juga menampilkan nama-nama pejuang tentara pelajar yang telah meninggal dunia. Di antaranya Pratomo, Soewondo, Srigoto, Zaghloel, Soeprapto, dan Moch Chafid.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di kompleks monumen tersebut juga terdapat tugu pejuang sekaligus Bapak Pendidikan Pati yakni Mathias Soegijono. Dalam tugu tertulis Mathias lahir Yogyakarta 2 Maret 1912 dan wafat pada 6 Desember 1996.
Sayangnya bangunan itu terlihat tak terawat lantaran banyak yang mengelupas. Penjaga Monumen Teroeskan, Suyono, mengatakan monumen ini dibangun bertujuan untuk mengingatkan kepada generasi muda sekarang agar meneruskan perjuangan para pejuang Kemerdekaan RI.
"Monumen ini dibangun oleh eks tentara pelajar sebelum lulus tahun 1949, tujuannya agar perjuangan tentara pelajar diteruskan adik-adik berikutnya," kata Suyono saat ditemui detikJateng di lokasi, Kamis (15/8/2024).
"'Teroeskan' maksudnya itu meneruskan untuk generasi muda yang akan datang untuk meneruskan cita-cita pahlawan yang telah gugur," lanjutnya.
Suyono mengatakan monumen tersebut menjadi pengingat jika di lokasi itu pernah menjadi markas tentara pelajar yang berjuang dalam memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Sayang, kisah perjuangan pahlawan yang gugur itu seakan terlupakan.
"Sekarang terkesan terlupakan, dulu sering ada pelaksanaan upacara di sini. Sekarang sudah tidak ada. Biasanya ada upacara setiap tanggal 10 November," jelasnya.
![]() |
Menurutnya, sudah tidak banyak kegiatan di kompleks monumen tersebut. Padahal dulunya banyak pelajar ke monumen sekadar belajar hingga menggelar upacara bendera saat momen tertentu.
"Sekarang terkesan terlupakan, dulu sering ada pelaksanaan upacara di sini. Sekarang sudah tidak ada. Biasanya ada upacara setiap tanggal 10 November," jelasnya.
Sementara itu, Manajer Hotel Pati, Tugino mengatakan monumen tersebut ada kaitannya dengan keberadaan Pati Hotel. Konon para tentara pelajar atau Brigader 17 meminjam dan tinggal di losmen Pati. Kemudian, di lokasi tersebut dibuatkan sebuah Monumen Teroeskan sebagai pengingat.
"Dulunya Hotel Pati pembangunan dalam bentuk rumah. Kemudian di sana digunakan transit untuk tentara-tentara, jadi malam untuk dansa, kemudian berkembang kamar-kamar menjadi losmen," terang Tugino kepada detikJateng di lokasi.
Tugino yang juga merupakan seorang guru berharap agar monumen tersebut tetap dilestarikan keberadaannya. Sehingga monumen yang bersejarah tersebut tidak terbengkalai.
"Harapannya saya jadi dari pengurus melobi kepala daerah untuk melestarikan peninggalan bersejarah ini agar ini tidak terbengkalai," pungkas dia.
Pemerhati Sejarah di Pati, Ragil Haryo, juga membenarkan bahwa Monumen Teroeskan dibangun bertujuan untuk memperingati perjuangan para pelajar-pelajar yang dulu ikut dalam berperang. Mereka ditugaskan sebagai tenaga-tenaga strategis cadangan dan kelaskaran guna membantu untuk mempertahankan kemerdekaan.
"Tentara pelajar ini disiapkan pada periode tahun 1945-1950 ketika Indonesia ancaman dari dalam dan luar. Dari dalam melalui pemberontakan, yang di Pati ada pemberontakan PKI-Muso tahun 1948 kemudian Agresi Militer kedua," jelas Ragil kepada detikJateng.
Ragil menjelaskan bahwa tentara pelajar ini diserang oleh Belanda saat Agresi Militer kedua. Penjajah saat itu mengepung wilayah Pati dari timur dan barat. Akibatnya para tentara pelajar harus bergerilya ke hutan-hutan.
"Sehingga tentara pelajar Pati juga harus mengikuti siasat nomor satu Jenderal Sudirman yaitu masuk ke hutan-hutan untuk melaksanakan perang gerilya. Karena dirasa kekuatan berkurang drastis, karena wilayah Pati pimpinannya beberapa meninggal dunia dieksekusi PKI-Muso secara kekuatan militer di Pati berkurang drastis. Apalagi banyak pejabat menjadi korban PKI-Muso," jelasnya.
![]() |
Dia mengatakan tentara pelajar ini mendapatkan pelatihan untuk berperang di hutan-hutan Langse wilayah Kecamatan Margorejo Pati. Dijelaskan, tentara pelajar banyak yang gugur saat mengikuti pertempuran lima hari di Semarang. Tentara pelajar juga ikut dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari Agresi Belanda. Mereka juga banyak yang gugur saat Agresi Militer Belanda kedua.
"Yang ada di monumen ini adalah korban-korban dari pelajar yang meninggal dunia semasa bersiap itu. Dari pertempuran lima hari di Semarang dan juga yang meninggal pada saat Agresi Militer Belanda yang kedua," terang dia.
Ragil mengatakan selain ikut berperang, tentara pelajar ini juga bertugas menyiarkan kabar penting dari pusat kepada masyarakat di Pati melalui radio-radio saat itu. Tak ayal kemudian untuk mengenang perjuangan tentara pelajar dibuatkan sebuah monumen.
"Tentara pelajar ini juga ada yang berperan sebagai penyiar radio. Jadi menjadi mengusahakan memakai radio lokal Pati yang bisa mengumumkan informasi sekitar kondisi Indonesia saat itu. Jadi pelajar di sini menjadi peran penting saat itu. Sehingga perlu ada Monumen 'Teroeskan'," ujarnya.
Terkait dengan Hotel Pati konon digunakan sebagai tempat penginapan tentara pelajar yang bersekolah di Pati, konon sekolah satu-satunya di wilayah karesiden ada di Pati. Maka pelajar dari sekitar berdatangan ke Pati.
"Memang dikondisikan Hotel Pati digunakan sebagai tempat penginapan tempat penginapan pelajar yang losmen yang mereka sekolah di Pati," ungkap Ragil.
(cln/rih)