Asal-usul Desa Sendanggayam Blora dan Kisah Ijuk Penutup Sumber Air

Asal-usul Desa Sendanggayam Blora dan Kisah Ijuk Penutup Sumber Air

Achmad Niam Jamil - detikJateng
Kamis, 28 Des 2023 09:17 WIB
Kantor Desa Sendanggayam Blora.
Kantor Desa Sedanggayam Blora. (Foto: Achmad Niam Jamil/detikJateng)
Blora -

Desa Sendanggayam merupakan salah satu desa di Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora. Desa ini terletak di antara Desa Jetakwanger, Wonosemi dan Banjarejo.

Menurut cerita rakyat, nama unik Sendanggayam konon diberikan oleh penguasa waktu itu. Sendanggayam diambil dari kata 'sendang' yang artinya sumur dan 'gayam' adalah pohon gayam.

Seorang sejarawan desa setempat, Sutarji menceritakan asal mula Desa Sendanggayam yang memiliki 3 dusun, yaitu Dusun Glagah, Keboraden dan Sendanggayam. Sutarji menyebut sejak dulu banyak pohon gayam yang tumbuh di sekitar sendang setempat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Entah kebetulan atau tidak bahwa di sekitar sendang pada waktu itu banyak pohon gayam yang buahnya enak dimakan dan sampai sekarang pohon itu masih hidup dan berbuah," jelas Sutarji ditemui detikJateng di rumahnya, Rabu (27/12/2023).

Pada awal sendang itu dibuat, terdapat sumber mata air yang sangat besar. Namun karena airnya terus mengalir deras, Sutarji mengatakan, penguasa saat itu terpaksa menutup sumber air dengan menggunakan 'duk' (ijuk atau serabut aren).

ADVERTISEMENT

"Kalau penguasa dulu tidak menutup sumber dengan duk ya mungkin desa sini sudah menjadi danau. Soalnya sumberannya sangat besar sekali," tuturnya.

Sutarji menyebut itulah cikal bakal Desa Sendanggayam. Hingga sekarang, sumber air di sendang itu masih besar dan airnya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bertani, mandi hingga dikonsumsi.

Sebelumnya Bernama Banjarnyawun

Sebelum adanya nama Desa Sendanggayam, desa tersebut sudah memiliki nama yaitu Banjarnyawun. Nama itu atas pemberian penguasa pertama mendirikan desa dengan babat alas (membuka hutan). Penguasa pertama itu adalah Pangeran Haryo Sosro Hadi Prawiro atau Pangeran Lang Lang Yudo.

"Banjarnyawun dilihat dari segi bahasa Jawa Kuno, Banjar artinya dibanjarno, diselehno, didekek, dipanggokno atau ditempatkan. Nyawun dari kata Bahasa nyuwun berarti meminta. Banjarnyawun artinya meminta ditempatkan di suatu tempat di wilayah Kabupaten Blora," jelasnya.

Sutarji mengatakan bahwa Pangeran Haryo memiliki jabatan di Kabupaten Blora. Kemudian Banjarnyawun diganti dengan nama Desa Sendanggayam oleh saudaranya bernama Po Yudho.

"Pangeran Haryo Sosro Hadi Prawiro setelah diteruskan oleh saudaranya Po Yudho, kemudian Pangeran Haryo Sosro Hadi Prawiro membuka desa baru di sebelah utara Banjarnyawun yaitu di Banjarejo yang sekarang Kecamatan Banjarejo," bebernya.

Pangeran Haryo Sosro Hadi Prawiro atau Pangeran Lang Lang Yudo menjabat sebagai demang (penguasa saat itu) tahun 1772 sampai 1792. Dia meminta ditempatkan oleh Bupati Pertama Blora Wilatikta di Banjarnyawun dengan jabatan demang. Sutarji mengatakan, silsilah demang pertama ini merupakan putra dari Abdulrahim Bupati Tuban atau Sunan Pojok atau Pangeran Surobahu yang meninggal dan dimakamkan di Blora.

Sutarji menunjukkan peninggalan penguasa pertama Desa Sendanggayam, Blora.Sutarji menunjukkan peninggalan penguasa pertama Desa Sendanggayam, Blora. Foto: Achmad Niam Jamil/detikJateng

"Pangeran Haryo Sosro Hadi Prawiro sebelum menjadi demang di Banjarnyawun atau Desa Sendanggayam beliau adalah salah satu pejabat di Blora. Demang saat itu membawahi lurah-lurah se-wilayah Banjarejo. Dulu kan krajan atau kademangan," ucap Sutarji.

Setelah menjabat selama 20 tahun, Pangeran Haryo Sosro Hadi Prawiro sebagai demang, kemudian ia digantikan oleh adiknya bernama Po Yudho. Po Yudho dengan Pangeran Haryo Sosro Hadi Prawiro adalah satu ibu beda bapak.

"Po Yudho menjadi penguasa tahun 1792-1833. Dan saat itu namanya bukan demang melainkan petinggi," jelasnya.

Benda peninggalan Lang Lang Yudo atau Pangeran Haryo Sosro Hadi Prawiro yang masih sampai sekarang di antaranya kapak, rumah, kentongan, sumur loji, tombak Kiai Mojo dan Kiai Sedang. Lang Lang Yudo wafat pada tanggal 8 September 1839. Ia dimakamkan di pemakaman umum Banjarejo.

Sutarji mengatakan bahwa saat itu sistem pemerintahannya tidak seperti sekarang. Demang, petinggi, lurah memiliki kedudukan dan tugas yang berbeda.

"Demang itu memiliki bawahan yaitu petinggi. Petinggi membawahi lurah-lurah di zaman Kerajaan. Dulu demang dan petinggi dibayar oleh Belanda. Tapi lurah dibayar dengan bengkok desa," paparnya.

Petinggi Sendanggayam dari Masa ke Masa

1. Pangeran Haryo Sosro Hadi Prawiro (1772-1792)
2. Po Yudho, saudara Pangeran Haryo Sosro Hadi Prawiro (1792-1833)
3. Truno Yudho, menantu Po Yudho (1833-1885)
4. Truno Dirdjo, anak Truno Yudho (1885-1945)
5. Patmo (1945)
6. Prawiro Dihardjo (1945-1972)
7. Suwiknyo (1972-1990)
8. Sugiarto (1990-1998)
9. Tarko (1998-2007)
10. Yami (2007-2013)
11. Mihartiningsih (2013-2019)
12. Mashuri (2019-sekarang)




(aku/apl)


Hide Ads