Wayang Kulit yang Dulu Masif Kini 'Eksklusif', Apa Tantangan yang Dihadapi?

Wayang Kulit yang Dulu Masif Kini 'Eksklusif', Apa Tantangan yang Dihadapi?

Ariel Lael Wijaya/Hana Gemeli Rahmawati/Muthia Alya Rahmawati - detikJateng
Rabu, 27 Des 2023 17:06 WIB
Aksi pertunjukan wayang kulit.
Ilustrasi Aksi pertunjukan wayang kulit yang kini jarang ditemui. Foto: Muthia Alya Rahmawati/detikJateng
Solo -

Wayang kulit yang merupakan Budaya asli Indonesia sejak dahulu, kini mulai jarang ditemukan. Wayang kulit yang dulunya sangat masif, kini terkesan 'eksklusif' untuk kalangan tertentu.

Biasanya, 'boneka' yang terbuat dari kulit sapi atau kambing ini sering ditampilkan menjadi pertunjukan hiburan rakyat. Dulu, pertunjukannya begitu populer di kalangan masyarakat, terutama ketika syukuran (selamatan) dan hajatan.

Pada zaman dahulu, "nanggap wayang" merupakan sesuatu yang dapat dibanggakan bagi masyarakat-masyarakat, terlebih lagi saat mereka menikah atau hajatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya sebagai hiburan, wayang juga sempat dijadikan sebagai media dakwah di masa Wali Songo berkedudukan di Jawa Tengah. Namun, budaya yang telah diakui UNESCO pada 7 November 2003 ini, mulai tergeser karena perkembangan zaman.

Dalam frekuensi satu tahun, belum tentu ada satu momen nanggap wayang atau mengadakan pertunjukan wayang yang biasanya banyak diminati di desa. Media dakwah dan syiar agama juga kini mulai digantikan oleh metode lainnya.

ADVERTISEMENT

Menurut Slamet, seorang pemerhati wayang, kini media dakwah sudah berkembang pesat dan telah diurus oleh lembaga-lembaga keagamaan yang ada.

"Tapi dengan berkembangnya zaman kan sekarang syiar-syiar agama sudah ada majelis-majelis, lembaga-lembaga keagamaan yang menyiarkan itu," ujar Slamet, seorang pemerhati wayang ketika ditemui detikJateng di rumahnya kawasan Gabahan, Sonorejo, Sukoharjo, pada Jumat (08/12/2023).

Sehingga kini, untuk menjaga kelestarian wayang harus ada upaya pengenalan yang lebih menarik untuk ke generasi penerus.

Tokoh wayang kulit bule (kiri) dan Buto Prahasto (kanan).Tokoh wayang kulit bule (kiri) dan Buto Prahasto (kanan). Foto: Hana Gemeli Rahmawati/detikJateng

Berikut ini beberapa fakta wayang yang wajib diketahui, seperti dirangkum detikJateng.

Benarkah Asli Jawa?

Terdapat dua pandangan mengenai asal usul dari kesenian wayang kulit, yakni pandangan menurut kelompok India dan Jawa. Akan tetapi, pandangan kelompok Jawa memiliki bukti yang lebih kuat dibandingkan pandangan kelompok India.

  • Kelompok India

Berdasarkan jurnal "Menelusuri Asal Usul Wayang Kulit Sebagai Warisan Budaya di Indonesia" (2023) karya Samodro, dkk, terdapat teori bahwa wayang berasal dari kebudayaan bangsa India.

Teori tersebut menyebutkan bahwa wayang kulit diciptakan berdasarkan proses Indianisasi di Tanah Jawa ketika pendatang dari India mulai berdatangan ke Jawa. Sebab, cerita di pertunjukan wayang yang paling dikenal adalah Lakon Mahabarata dan Ramayana yang dipercaya berasal dari India.

  • Kelompok Jawa

Sementara itu, masih dalam sumber yang sama, dalam pandangan kelompok Jawa menyebut bahwa wayang kulit ada berdasarkan sejarah Raja Jayabaya dari Kediri yang dipercaya sebagai pencipta wayang kulit. Hal ini berdasarkan temuan sejumlah prasasti yang bisa menjadi bukti bahwa wayang kulit berasal dari Tanah Jawa.

Berdasarkan kedua pandangan tersebut, dapat diartikan bahwa pandangan kelompok Jawa berdasarkan teori serta bukti yang ditemukan lebih akurat dibandingkan dengan pandangan India yang hanya berdasarkan teori Indianisasi.

Bahan Pembuatan Wayang

Menurut Kitab Centini, kesenian wayang kulit awalnya diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kediri. Wayang pun terus disempurnakan bahan pembuatannya dari masa ke masa, mulai dari Daun Lontar hingga Kulit Hewan.

  • Daun Lontar dan Kertas

Awalnya wayang dibuat menggunakan daun lontar dengan meniru relief dari cerita Ramayana yang ada di Candi Penataran Blitar. Kemudian pertunjukan wayang mulai diiringi alunan gamelan laras slendro.
Hal tersebut membuat wayang yang bahan dasar awalnya dari daun lontar pun diubah menggunakan kertas dan mulai diberi warna sesuai martabat lakon.

  • Kulit Hewan

Kemudian, pembuatan wayang juga berubah ketika Wali Songo mulai berdakwah di Pulau Jawa. Diketahui, Wali Songo merupakan tokoh yang memulai penggunaan wayang sebagai media dakwahnya.
Bahan pembuatan wayang pun diubah dari bahan kertas menjadi kulit kerbau. Namun, karena semakin sulit didapat, kulit kerbau akhirnya diganti menjadi kulit sapi atau kambing di masa kini.

Proses Pembuatan Wayang

Proses pembuatan wayang ini cukup rumit dan memakan waktu lama serta memerlukan ketelitian yang tinggi. Dikutip dari laman resmi Kemendikbud, pembuatan wayang kulit berawal dengan menggambar pola wayang di kulit sapi atau kambing tersebut, lalu dilanjutkan ke proses penatahan. Gambar yang tertata kemudian akan dicat, lalu dikeringkan.

Berlanjut ke proses berikutnya, yaitu pemasangan pegangan atau tangkai wayang yang terbuat dari tanduk kerbau. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan sendi tangan wayang, baik tangan bagian atas dengan tangan, bagian bawah, dan juga ke badan. Pemasangan sendi-sendi ini juga menggunakan tanduk kerbau yang sudah dibentuk menjadi sekrup-sekrup atau mur.

Terakhir, tangan-tangan wayang tersebut yang sudah dipasang ke tubuh akan diberikan tangkai untuk menjadi alat penggerak.

Pertunjukan Wayang

Wayang kulit biasanya disajikan dalam bentuk pagelaran atau pertunjukan yang dimainkan oleh seorang dalang. Waktu pelaksanaannya selama semalaman penuh dengan iringan gamelan.

Dalang akan memainkan tiap peran dari wayang kulit yang ada, dengan berganti suara, berganti intonasi, hingga tenaga pun disesuaikan. Padahal, jumlah wayang kulit yang dibawa ketika pertunjukan bisa mencapai ratusan wayang.

Untuk itu, dalang memerlukan keterampilan dan juga ketahanan fisik yang kuat.

Cerita dalam pementasan wayang seringkali bersumber dari kisah Mahabharata yang menceritakan konflik antara keluarga Pandawa dan Kurawa. Terlepas dari itu, masih banyak lagi lakon atau cerita yang diangkat dalam pertunjukan wayang, seperti mengenai Gatotkaca, Kumbakarna Gugur, Sugriwa-Subali, dan sebagainya.

Fungsi Wayang Kulit

Pada awalnya, pertunjukan wayang berfungsi sebagai bentuk penghormatan terhadap roh-roh leluhur. Namun, seiring berjalannya waktu, berkembang menjadi alat untuk menyebarkan ajaran agama Hindu.

Pada masa Wali Songo, wayang kulit kemudian diadaptasi sebagai sarana dakwah Islam dengan melakukan penyesuaian pada beberapa aturan.

Penyesuaian ini dapat dilihat melalui tokoh wayang Pandawa Lima, yaitu Bima, yang memiliki senjata kuku Pancanaka. Versi Hindu menceritakan bahwa Pancanaka sebagai lima unsur alam semesta.

Dalam ajaran Hindu, penciptaan alam semesta melibatkan penyatuan kelima unsur tersebut melalui hubungan seksual, yang diwakili oleh Bima sebagai simbol Dewa Ciwa.

Namun, dalam dakwah Islam, cerita ini disampaikan dengan lebih halus melalui lakon Dewa Ruci. Kuku Pancanaka diartikan sebagai simbol sholat lima waktu (Pancanaka), sebagai usaha untuk menghindari perbuatan zina yang dianggap umum dalam cerita sebelumnya.

Selain itu, pertunjukan wayang menyuguhkan alur cerita dan adegan yang mencerminkan kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat.

Menurut Slamet, terdapat tiga pathet dalam pertunjukan wayang, yakni ada pathet enem, pathet sanga, dan pathet manyura. Diketahui, pathet merupakan pengaturan nada di gamelan yang mengiringi pertunjukan wayang.

Lebih lanjut, pathet di pewayangan ini berfungsi sebagai pembabakan dalam pembawaan ceritanya. Tiap pathet ini menjadi lambang dari kehidupan, dari seorang anak yang baru lahir, remaja, hingga ia dewasa.

Kenapa Wayang Tak Lagi Digemari?

  • Ekonomi

Wayang bukanlah suatu objek budaya yang dapat diakses masyarakat secara mudah. Harga jual wayang yang tinggi menjadi sebuah tantangan bagi masyarakat untuk bisa memiliki benda tersebut.

Bahkan, menurut seorang pengrajin wayang kulit asal Desa Butuh Klaten, Pendi Istakhanudin, mengatakan harga wayang bisa menyentuh puluhan juta.

"Saya jual itu dari biasanya mentah itu sekitar Rp 400 ribu sampai puluhan juta, tergantung spek dan bahan kualitasnya," ucap Pendi ketika ditemui detikJateng di rumahnya, Dusun Butuh, Sidowarno, Klaten, Kamis (07/12/2023).

Tingginya harga wayang tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti bahan, ukuran, kualitas, kerumitan proses pembuatan, dan lain-lain.

Selain itu, adanya permintaan untuk membuat wayang dengan bentuk custom atau sesuai pesanan pun juga menjadi salah satu faktor yang membuat harganya jadi mahal. Oleh karena itu, seringnya hanya masyarakat ekonomi menengah ke atas yang dapat membelinya.

  • Bahasa

Selain harga, bahasa juga menjadi faktor krusial dalam menikmati wayang. Dalam pertunjukan wayang kulit, dalang biasanya akan memerankan berbagai lakon dengan menggunakan dialog bahasa Jawa Krama.

Zaman dulu, semua orang termasuk anak muda terbiasa menggunakan Bahasa Jawa Krama ketika berbicara. Namun, seiring kemajuan zaman dan masuknya budaya asing di Indonesia, membuat anak muda kini mulai meninggalkan bahasa Jawa Krama.

Bahkan, sejak kecil orang tua mereka tidak mengajarkannya. Hal itu menjadi penyebab anak muda zaman sekarang tidak tertarik menonton pertunjukan wayang karena mereka tidak paham dengan alur cerita wayang yang disampaikan dalang dalam bahasa Jawa Krama.

  • Perlu Inovasi

Perkembangan zaman pun menuntut dalang-dalang untuk melakukan adaptasi bahkan inovasi dari pertunjukan agar dapat menarik minat generasi muda. Apalagi dengan pertunjukan yang semalaman suntuk, dapat membuat minat anak muda berkurang untuk menontonnya karena terlalu lama.

"Karena penyajian wayang itu tergantung dari kreativitas seorang dalang, kalau dia baku pada pakem kurang diminati," kata Slamet.

Meski begitu, menurut Slamet pokok-pokok pewayangan tidak boleh dilepas jika ingin beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Slamet selaku pemerhati wayang kulit.Slamet selaku pemerhati wayang kulit. Foto: Hana Gemeli Rahmawati/detikJateng

Nasib Wayang Kulit Masa Sekarang

Kini, wayang kulit sudah memiliki fungsi yang berbeda di masyarakat. Wayang kulit sekarang lebih sebagai edukasi.

Meski wayang kini sudah jarang ditemui di masyarakat umum, eksistensi mereka tetap masih ada di kalangan komunitas pecinta wayang kulit. Upaya pelestarian pun terus dilakukan oleh para pecinta wayang kulit maupun dari pemerintahan, mulai dari didirikannya desa wisata hingga adanya wadah untuk dalang cilik.

"Jadi perkembangan wayang saat ini memang seperti itu, hanya kalangan-kalangan pecinta wayang dari kecil biasanya. Untuk yang sudah dewasa itu jarang," jelas Pendi.

  • Desa Wisata

Salah satu upaya pelestarian wayang adalah dengan diresmikannya Desa Wisata Wayang Sidowarno. Tepatnya di Kec. Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Berdiri pada tahun 2022, desa ini menjadi sentra budaya wayang kulit di Jawa Tengah. Ada sekitar 70 pengrajin wayang tinggal di desa tersebut dan menggantungkan hidupnya pada wayang kulit.

Kebanyakan pengunjung yang datang dari lembaga pendidikan, sekolahan SD dan SMP yang ingin mengenalkan wayang kulit pada murid-muridnya. Apalagi, adanya paket wisata yang memang berbasis edukasi.

Bukan hanya untuk anak-anak saja, ada juga hal-hal yang dapat dinikmati oleh pengunjung sesuai dengan paket wisata yang bisa mereka pilih. Antara lain disenjangi (dipakaikan jarik), menonton Tari Punakawan, menikmati minuman jahe merah, dan melihat proses pembuatan wayang kulit bahkan hingga mencoba membuat wayang sendiri.

  • Dalang Cilik

Upaya pelestarian kesenian wayang kulit lainnya dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukoharjo.

Diketahui, sekitar tahun 2018 di Sukoharjo mulai diadakan Festival Dalang Cilik yang diadakan di Alun-alun Sukoharjo dan bekerjasama dengan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi).

"Dalang-dalang sepuh atau dewasa kan sudah banyak, kemudian untuk proses regenerasi biar anak-anak itu ikut ambil bagian di dalam seni budaya," ungkap Raharjo selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukoharjo ketika dihubungi detikJateng, Selasa (12/12/2023).

Artikel ini ditulis oleh Ariel Lael Wijaya, Hana Gemeli Rahmawati, dan Muthia Alya Rahmawati peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.



Hide Ads