Keseruan dalam Kesempitan dan Asal-usul Gang Bengkel di Bandung

Jalan Santai

Keseruan dalam Kesempitan dan Asal-usul Gang Bengkel di Bandung

Wisma Putra - detikJabar
Kamis, 19 Jun 2025 08:00 WIB
Gang Bengkel di Bandung.
Gang Bengkel di Kota Bandung. (Foto: Wisma Putra/detikJabar)
Bandung -

Lima wanita, dua di antaranya sudah lanjut usia (lansia) tampak asyik bersenda gurau di salah satu rumah di Gang Bengkel, Kota Bandung. Selain itu, ada wanita muda dan sejumlah ank-anak, tampak sibuk bermain game di ponsel yang disimpan di lantai rumah tersebut.

Di tengah keramaian, anak-anak yang bermain game, seorang wanita yang umurnya sudah di atas 70 tahun duduk di atas teras yang posisinya lebih tinggi dari warga lainnya. Wanita itu asyik berbincang dengan tetangganya.

Wanita itu bernama Rohimah. Wanita yang saat itu berdaster merah muda dan berjilbab hitam itu sudah 60 tahun tinggal di Gang Bengkel. Sebelumnya, Rohimah tinggal bersama suaminya, Dede Supriatna, yang merupakan seorang kondektur kereta di Stasiun Bandung. Karena suaminya sudah meninggal pada 1993, kini Rohimah tinggal bersama anak pertama dan cucu-cucunya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tinggal sejak 1965, sudah lama, asli dari Batujajar, Bandung Barat. Pindah ke sini bersama almarhum, suami jadi kondektur kereta. Tahun 1993 meninggal dunia. Suami namanya Dede Supriatna," kata Rohimah saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.

Gang Bengkel di Bandung.Suasana di Gang Bengkel. (Foto: Wisma Putra/detikJabar)

Bagi Rohimah, gang sempit yang berlokasi di RT 02, RW 10, Kelurahan Pasir Kaliki, Kecamatan Cicendo memiliki kenangan tersendiri. Tempat itu menjadi tempat yang memiliki kisah antara dia dan suaminya di masa muda.

ADVERTISEMENT

Tak ingin larut dalam nostalgia, Rohimah menyebut, jika di Gang Bengkel, anak-anaknya lahir dan besar. Namun kini, dia tinggal dengan anak yang paling besar dan anak lainnya yang sudah berkeluarga.

"Anak tujuh, sekarang ada lima. Di Jakarta satu kerja di Garuda Indonesia, satu kerja di Hotel Arion, dua lagi di pabrik dan sekarang tinggal sama anak paling gede perempuan, kalau lainnya pria," ujar Rohimah.

Disinggung terkait suasana di Gang Bengkel di setiap waktunya, menurut Rohimah tetap sama dari dulu. Ia menggambarkan sore hari warga keluar dan berkunjung ke rumah warga lainnya untuk bersantai sejenak dari segala kesibukan sebagai ibu rumah tangga.

"Suasana seperti ini, mejeng sore-sore, semuanya keluar (tetangga)," ucapnya.

Karena tidak ada lapangan, Rohimah menyebut jika anak-anak bermain di teras rumah warga. "Sama, kumpul-kumpul saja. Kumpul di teras ini, teras ini agak luas dari rumah lainnya, makanya banyak yang bersantai di sini," jelasnya.

Spot ngabuburit irit di JPO Stasiun Bandung.JPO Stasiun Bandung. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)

Akrab dengan Bising

Sementara itu, suara klakson kereta api (KA) terdengar kencang saat tiba di Stasiun Bandung, hal tersebut juga terdengar sama saat kertea meninggalkan Stasiun Bandung. Tak hanya suara klakson yang kencang, gemuruh si ular besi juga terdengar kencang dan membuat suasana di Gang Bengkel, Bandung mendadak tak ada obrolan. Hal itu terjadi karena suara di sekitar tersalip oleh suara roda yang bergesek dengan rel.

Bagi sebagian orang, khususnya yang tidak terbiasa dengan suara kereta, situasi seperti itu mungkin akan terasa asing, bahkan terganggu. Akan tetapi, bagi warga RT 02, RW 10, Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, pemandangan itu menjadi pemandangan biasa. Pasalnya, puluhan perjalanan kereta melintas setiap harinya.

Saking terbiasanya, Rohimah menyebut jika dia sudah bersahabat dengan suara kereta. Bahkan menurutnya, suara itu sudah biasa meski dirinya sedang tertidur lelap di malam hari.

"Sudah biasa, sudah seperti di kelonin, malam-malam juga, bergetar, sudah biasa," kata Rohimah.

Rohimah mengaku, suara kereta itu sudah menjadi konsekuensi warga yang tinggal di Gang Bengkel. "Sudah biasa, tinggal di sini sejak 1965," ujarnya.

Bagi Rohimah, suara kertea itu, menjadi biasa, pasalnya almarhum suaminya Dede Supriatna semasa hidupnya seorang kondektur atau masinis di Stasiun Bandung dan suara KA itu selalu dia rindukan.

"Kereta banyak yang melintas, nggak tahu (jumlahnya), tidak terhitung," ujar Rohimah.

Bukan hanya Rohimah, Joko (72) yang sudah tinggal sejak 1996 lalu, juga nyaman di Gang Bengkel. Meski puluhan suara KA terdengar setiap harinya.

"Wah biasa nyaman, enggak ada masalah suara kereta itu biasa dan juga terganggu," ujarnya.

Gang Bengkel di Bandung.Warung di Gang Bengkel. (Foto: Wisma Putra/detikJabar)

Asal-usul Nama Gang Bengkel

Rohimah menuturkan, mengapa gang itu disebut Gang Bengkel, menurutnya permukiman itu dulu posisinya ada di dekat bengkel kereta api yang ada di Stasiun Bandung atau kini disebut Depo Lokomotif Bandung yang posisinya ada di pinggir Jalan Pasir Kaliki.

"Iya kan dulunya di sini merupakan bengkel kereta, jadi disebut Gang Bengkel," ujar Rohimah.

Rohimah mengatakan, selain lampu yang hampir menyala 24 jam karena banyak titik yang gelap akibat tak tersinari matahari. Kawasan permukiman itu juga dipantau CCTV yang beroperasi selama 24 jam.

Gang Bengkel di Bandung.Suasana di Gang Bengkel. (Foto: Wisma Putra/detikJabar)

"Iya nyala terus, ada juga CCTV, buat mantau keamanan. Semua pada menyala," tambahnya.

Asal-usul nama Gang Bengkel juga dibenarkan oleh Heri yang merupakan Ketua RW setempat. "Di sini dulu bengkel kereta api, bukan bengkel motor mobil, bengkel yang digunakan pegawai PJKA (sekarang menjadi PT KAI)," ujar Heri.

Jalan Santai adalah salah satu rubrik khas di detikJabar yang menghadirkan sisi menarik dan sisi lain dari suatu tempat. Untuk menghadirkan tulisan ini, detikJabar melakukan penelusuran dengan jalan santai dan menghadirkan laporan dengan gaya yang ringan.

(wip/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads