Kenapa Wayang Tak Lagi Digemari?
Ekonomi
Wayang bukanlah suatu objek budaya yang dapat diakses masyarakat secara mudah. Harga jual wayang yang tinggi menjadi sebuah tantangan bagi masyarakat untuk bisa memiliki benda tersebut.
Bahkan, menurut seorang pengrajin wayang kulit asal Desa Butuh Klaten, Pendi Istakhanudin, mengatakan harga wayang bisa menyentuh puluhan juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya jual itu dari biasanya mentah itu sekitar Rp 400 ribu sampai puluhan juta, tergantung spek dan bahan kualitasnya," ucap Pendi ketika ditemui detikJateng di rumahnya, Dusun Butuh, Sidowarno, Klaten, Kamis (07/12/2023).
Tingginya harga wayang tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti bahan, ukuran, kualitas, kerumitan proses pembuatan, dan lain-lain.
Selain itu, adanya permintaan untuk membuat wayang dengan bentuk custom atau sesuai pesanan pun juga menjadi salah satu faktor yang membuat harganya jadi mahal. Oleh karena itu, seringnya hanya masyarakat ekonomi menengah ke atas yang dapat membelinya.
Bahasa
Selain harga, bahasa juga menjadi faktor krusial dalam menikmati wayang. Dalam pertunjukan wayang kulit, dalang biasanya akan memerankan berbagai lakon dengan menggunakan dialog bahasa Jawa Krama.
Zaman dulu, semua orang termasuk anak muda terbiasa menggunakan Bahasa Jawa Krama ketika berbicara. Namun, seiring kemajuan zaman dan masuknya budaya asing di Indonesia, membuat anak muda kini mulai meninggalkan bahasa Jawa Krama.
Bahkan, sejak kecil orang tua mereka tidak mengajarkannya. Hal itu menjadi penyebab anak muda zaman sekarang tidak tertarik menonton pertunjukan wayang karena mereka tidak paham dengan alur cerita wayang yang disampaikan dalang dalam bahasa Jawa Krama.
Perlu Inovasi
Perkembangan zaman pun menuntut dalang-dalang untuk melakukan adaptasi bahkan inovasi dari pertunjukan agar dapat menarik minat generasi muda. Apalagi dengan pertunjukan yang semalaman suntuk, dapat membuat minat anak muda berkurang untuk menontonnya karena terlalu lama.
"Karena penyajian wayang itu tergantung dari kreativitas seorang dalang, kalau dia baku pada pakem kurang diminati," kata Slamet.
Meski begitu, menurut Slamet pokok-pokok pewayangan tidak boleh dilepas jika ingin beradaptasi dengan perkembangan zaman.
![]() |
Nasib Wayang Kulit Masa Sekarang
Kini, wayang kulit sudah memiliki fungsi yang berbeda di masyarakat. Wayang kulit sekarang lebih sebagai edukasi.
Meski wayang kini sudah jarang ditemui di masyarakat umum, eksistensi mereka tetap masih ada di kalangan komunitas pecinta wayang kulit. Upaya pelestarian pun terus dilakukan oleh para pecinta wayang kulit maupun dari pemerintahan, mulai dari didirikannya desa wisata hingga adanya wadah untuk dalang cilik.
"Jadi perkembangan wayang saat ini memang seperti itu, hanya kalangan-kalangan pecinta wayang dari kecil biasanya. Untuk yang sudah dewasa itu jarang," jelas Pendi.
Desa Wisata
Salah satu upaya pelestarian wayang adalah dengan diresmikannya Desa Wisata Wayang Sidowarno. Tepatnya di Kec. Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Berdiri pada tahun 2022, desa ini menjadi sentra budaya wayang kulit di Jawa Tengah. Ada sekitar 70 pengrajin wayang tinggal di desa tersebut dan menggantungkan hidupnya pada wayang kulit.
Kebanyakan pengunjung yang datang dari lembaga pendidikan, sekolahan SD dan SMP yang ingin mengenalkan wayang kulit pada murid-muridnya. Apalagi, adanya paket wisata yang memang berbasis edukasi.
Bukan hanya untuk anak-anak saja, ada juga hal-hal yang dapat dinikmati oleh pengunjung sesuai dengan paket wisata yang bisa mereka pilih. Antara lain disenjangi (dipakaikan jarik), menonton Tari Punakawan, menikmati minuman jahe merah, dan melihat proses pembuatan wayang kulit bahkan hingga mencoba membuat wayang sendiri.
Dalang Cilik
Upaya pelestarian kesenian wayang kulit lainnya dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukoharjo.
Diketahui, sekitar tahun 2018 di Sukoharjo mulai diadakan Festival Dalang Cilik yang diadakan di Alun-alun Sukoharjo dan bekerjasama dengan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi).
"Dalang-dalang sepuh atau dewasa kan sudah banyak, kemudian untuk proses regenerasi biar anak-anak itu ikut ambil bagian di dalam seni budaya," ungkap Raharjo selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukoharjo ketika dihubungi detikJateng, Selasa (12/12/2023).
Artikel ini ditulis oleh Ariel Lael Wijaya, Hana Gemeli Rahmawati, dan Muthia Alya Rahmawati peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(cln/apu)