Dalam kehidupan masyarakat Jawa ada beragam tradisi yang dilakukan untuk memperingati sebuah peristiwa. Salah satunya ada tradisi bancakan sega ulih yang berlangsung di Temanggung, Jawa Tengah.
Menurut KBBI, bancakan adalah selamatan atau kenduri. Istilah ini juga bermakna sebagai hidangan yang disediakan dalam selamatan atau selamatan bagi anak-anak dalam merayakan ulang tahun atau memperingati hari kelahiran disertai pembagian makanan atau kue-kue.
Namun, apa itu tradisi bancakan sega ulih yang masih dapat ditemukan di wilayah Temanggung? Berikut serba-serbi tradisi bancakan sega ulih yang dikutip dari Jurnal Kebudayaan Jawa UNY bertajuk 'Tradisi Bancakan Sega Ulih untuk Wanita Hamil di Desa Ngadirejo, Temanggung'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tradisi Bancakan Sega Ulih Temanggung
Bancakan sega ulih menjadi tradisi yang masih dapat dijumpai di sekitar wilayah Temanggung. Tradisi ini akan dilakukan oleh ibu hamil saat terjadinya peristiwa gerhana. Tujuan dilakukannya bancakan sega ulih untuk melindungi dan menjaga kesehatan ibu dan bayi yang ada di dalam kandungan.
Uniknya, tradisi di Temanggung tersebut dahulu dilakukan secara mendadak karena biasanya fenomena gerhana muncul secara tiba-tiba. Berbeda di zaman sekarang yang mana gerhana dapat diprediksi kemunculannya, sehingga sang ibu dan pihak keluarga dapat mempersiapkannya dengan baik. Meskipun tradisi ini cenderung dilakukan di waktu-waktu tertentu, prosesnya tidak melibatkan acara yang besar maupun mengundang banyak orang.
Tujuan lain dilakukannya tradisi bancakan sega ulih berasal dari mitos yang berkembang di masyarakat Jawa. Diketahui bahwa pada saat gerhana berlangsung, dipercaya ada raksasa yang menelan matahari atau bulan. Raksasa tersebut dapat membawa ataupun menyebabkan 'bala'. Menurut mitos yang berkembang, risiko tidak melakukan tradisi tersebut adalah adanya cacat baik berupa fisik maupun jiwa.
Empat Prosesi Bancakan Sega Ulih
Pada pelaksanaan tradisi sega ulih di Temanggung, terdapat empat proses yang bakal dilakukan oleh ibu hamil. Adapun tahapan tersebut di antaranya:
1. Membangunkan Bayi
Tahapan tradisi bancakan sega ulih pertama dengan cara membangunkan bayi. Ini dilakukan dengan sang ibu yang menepuk-nepuk perutnya sembari meminta bayinya untuk bangun. Filosofi dari prosesi ini untuk memberitahu sang anak bahwa gerhana tengah terjadi. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, bayi harus dibangunkan saat gerhana untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti adanya bahaya maupun ancaman.
2. Menanak Nasi Gurih
Setelah membangunkan bayinya, sang ibu akan melanjutkan prosesi dengan menanak nasi gurih dan merebus telur sebanyak 7 butir. Filosofi dari tahapan ini adalah sebagai wujud sedekah dan rasa syukur terhadap Tuhan karena telah melindungi serta memberikan rezeki. Lalu 7 butir telur yang direbus mewakili harapan untuk meminta 'pitulungan' atau pertolongan kepada Tuhan.
3. Mandi Kehamilan
Selanjutnya akan berlangsung juga tahapan mandi kehamilan. Proses ini dilakukan tepat saat gerhana berlangsung. Sang ibu akan memakai jarik yang dililitkan pada tubuh. Kemudian menggunakan karung beras yang tujuannya untuk membangunkan si bayi karena suara air yang mengenai karung. Setelah proses ini selesai, karung beras akan dirobek menjadi dua. Selain membersihkan badan, mandi kehamilan ini juga diharapkan dapat membersihkan pikiran sang ibu.
4. Bancakan
Setelah tiga tahapan sebelumnya telah dilakukan, barulah dilakukannya bancakan. Tahapan ini memiliki filosofi yang menjadi wujud dari rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas limpahan rezeki dan memohon selalu perlindungan. Proses bancakan dilakukan dengan menyantap nasi gurih dan telur yang sudah dimasak sebelumnya. Hidangan ini akan disantap secara bersama-sama. Namun, sebelumnya dilakukan doa terlebih dahulu untuk memohon keselamatan serta perlindungan untuk ibu sekaligus bayi yang ada di dalam kandungan.
Nah, itulah tadi rangkuman informasi mengenai tradisi bancakan sega ulih asal Temanggung. Semoga bermanfaat!
(ams/ams)