Tugu Kebangkitan Nasional, atau lebih dikenal dengan Tugu Lilin dibangun sejak masa penjajahan Belanda. Diketahui, tugu itu terletak di Penumping, Laweyan, Solo.
Dikutip dari laman resmi Pemerintah Kota Solo, Tugu Kebangkitan Nasional dibangun pada tahun 1933. Pada saat itu, Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPKI) menggagas untuk membangun sebuah monumen, di mana Ir. Soetedjo memberikan ide untuk membuat Tugu Lilin. Tugu ini dibangun guna memperingati 25 tahun Pergerakan Kebangsaan Indonesia, atau memperingati berdirinya Budi Utomo.
Secara singkat, Budi Utomo merupakan sebuah organisasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini bertujuan untuk memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, kebudayaan, serta meninggikan cita-cita kemanusiaan untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota-anggota PPKI pun setuju untuk mengumpulkan tanah di masing-masing daerah untuk ditanam sebagai fondasi tugu tersebut. Aksi tersebut memberikan simbol bahwa Indonesia merupakan sebuah negara yang sangat luas, serta memilik berbagai macam suku, ras dan agama, tetapi tetaplah satu negara.
Ditolak Belanda
Meski begitu pembuatan Tugu Lilin ini tidak langsung berjalan dengan lancar. Terdapat kendala-kendala yang menghadang proses pembuatan tugu tersebut, seperti larangan-larangan Belanda tentang lokasi pembuatan tugu hingga namanya.
Belanda sempat khawatir bahwa tugu tersebut bisa membangkitkan semangat masyarakat Indonesia untuk memberontak.
"Ketika ada pendapat untuk dibangun di jalan Slamet Riyadi itu tidak dibolehkan Belanda karena jadi mengobarkan semangat dan berbagainya jadi digeser agak tersembunyi," ujar Pengamat Sejarah Kanjeng Raden Mas Tumenggung L Nuky Mahendranata Nagoro saat ditemui detikJateng di Museum Radya Pustaka Surakarta, Rabu (18/10/2023).
Awalnya, tugu tersebut ingin diberi nama 'Tugu Peringatan Pergerakan Kebangsaan Indonesia'. Namun, penamaan ini memunculkan adanya kegusaran yang muncul di hati orang-orang Belanda.
Mereka takut akan adanya pergerakan yang muncul di Kota Solo yang dapat menjadi ancaman bagi pihak Belanda. Terlebih, hubungan antara Pemerintahan Belanda dengan Keraton Surakarta memang tidak harmonis.
"Dengan serentak koran-koran Belanda menghasut Pemerintah Belanda untuk memerintahkan pembongkaran tugu yang sudah berdiri itu, alasannya jika tugu itu tetap berdiri maka Pergerakan Indonesia akan semakin kuat dan akhirnya akan membahayakan pemerintah Belanda," tulis Suwitadi, Ketua Dewan Pembina Yayasan Murni, dalam bukunya yang berjudul 'TUGU KEBANGKITAN NASIONAL: Peringatan Pergerakan Kebangsaan Indonesia 25 tahun 20 Mei 1908-20 Mei 1933'.
Kemudian, Belanda menganjurkan penggantian nama tugu menjadi 'Tugu Peringatan Kemajuan Rakyat Indonesia 25 tahun'. Namun, pihak Indonesia tak serta merta setuju hingga akhirnya terjadi diskusi.
Diskusi keduanya membuahkan hasil kompromi untuk menamai tugu tersebut menjadi 'Tugu Peringatan Kebangunan Nasional 20 Mei 1908-1948'.
Meski begitu, pada tahun 1988 Yayasan Perguruan Murni Surakarta akhirnya kembali mengubah nama tugu sesuai yang diharapkan pihak Indonesia. Perubahan nama dilakukan karena didasari oleh keinginan pihak Indonesia pada zaman dulu.
Sekarang tugu tersebut bertuliskan 'Tugu Kebangkitan Nasional Peringatan Pergerakan Kebangsaan Indonesia 25 tahun 20 Mei 1908-1933'.
Bentuk Lilin
Pembangunan tugu yang memiliki bentuk seperti lilin itu tak dibuat secara asal. Ada makna mengenai bentuknya yang menyerupai lilin itu.
Menurut Kanjeng Nuky, bentuk lilin tersebut memiliki makna sebagai penerangan bangsa Indonesia.
"Untuk menerangi bangsa ini untuk lebih baik ke depan dengan adanya pergerakan Budi Utomo itu, jadi memang simbol lilin memang dipake. Bahkan pemerintah Surakarta sendiri menggunakan simbol itu kan," jelas Kanjeng Nuky.
Baca selengkapnya di halaman berikut.
"Tugu yang menjulang ke angkasa memberi penerangan kepada semua bangsa Indonesia itu telah sesuai dengan cita-cita dan cocok dengan realita pada saat itu, yakni memiliki cita-cita yang tinggi (luhur) dan dengan penerangan mampu menggugah semua rakyat untuk ikut memikulnya."
Selain itu diketahui, bahwa setiap tanggal 20 Mei para pejabat akan berkumpul dan menggelar upacara di Tugu Lilin tersebut.
Kegiatan itu dilakukan setiap tahunnya untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
Artikel ini ditulis oleh Ariel Lael Wijaya peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
Simak Video "Video Daftar Peraih detikJateng-Jogja Awards' Figur Akselerator Pembangunan'"
[Gambas:Video 20detik]
(cln/apl)